Densus 88 Ikut Tangani Kasus Penyerangan Novel Baswedan

Selasa, 30 Juli 2019

Penyidik KPK Novel Baswedan yang jadi korban penyerangan air keras. (Foto: net/anews)

JAKARTA, ANEWS - Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri dilibatkan dalam tim teknis kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, alasan pelibatan lantaran Densus 88 memiliki kemampuan yang telah teruji dalam mengungkap suatu kasus.

"Densus itu memiliki kemampuan penjajakan, IT, pengejaran, dan militansi, sudah teruji itu, bukan kaitannya dengan teroris," ujar Dedi di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).

Ia mengatakan, selama puluhan tahun Densus mengejar dan mengungkap jaringan teroris di Indonesia. Cara beroperasinya Densus menghasilkan personel yang kuat dan militan di lapangan.

Personel seperti itu yang dibutuhkan dan dinilai dapat membantu kinerja tim teknis pimpinan Kepala Bareskrim Polri Komjen Idham Azis mengungkap kasus Novel.

"Kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh yang lain kan belum setangguh Densus, Densus kan sudah teruji," ungkapnya.

Selain Densus, tim interogator, tim surveillance, tim penggalangan, dan tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), juga akan dilibatkan.

Nantinya, Polri akan mengungkap susunan tim dengan jumlah anggota sekitar 90 orang tersebut pada Kamis, 1 Agustus 2019.

Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang masa kerja tim teknis adalah enam bulan.

Namun, Polri tetap bekerja keras untuk mengungkap kasus tersebut dalam jangka waktu tiga bulan sesuai keinginan Presiden Joko Widodo.

"Masa kerja tetap 6 bulan, kalau misalnya yang disampaikan presiden 3 bulan itu harus terungkap, itu merupakan satu spirit bagi tim itu untuk bekerja secara maksimal lagi," katanya.

Sebelumnya, TGPF telah menyampaikan sejumlah temuan mengenai kasus penyerangan Novel pada 17 Juli 2019. Dalam laporan hasil investigasi TGPF, disebut penyerangan terhadap Novel dilakukan tidak dengan maksud membunuh, tetapi membuatnya menderita.

Kesimpulan ini didasarkan pada zat kimia di air keras yang digunakan pelaku. Zat pada air keras itu diidentifikasi tidak membahayakan jiwa dan menimbulkan luka permanen.

Penyerangan itu juga diduga akibat penggunaan kekuasaan yang berlebihan atau excessive use of power oleh Novel ketika ia menjalankan tugas di KPK. Hal itu membuat ada pihak yang sakit hati dan melakukan serangan.

Menurut TGPF, terdapat enam kasus high profile dalam penanganan Novel yang diduga bisa menimbulkan serangan balik.

TGPF kemudian merekomendasikan Polri membentuk tim teknis demi menindaklanjuti temuan pihaknya. (kps/zet)