'Bapak Dirgantara Indonesia' BJ Habibie Wafat di RSPAD

Rabu, 11 September 2019

Presiden ketiga RI Almarhum BJ Habibie. (Foto: trb/anews)

JAKARTA, ANEWS - Innalillahi Wainnailaihi Roji'un. Selamat Jalan 'Bapak Dirgantara Indonesia, Selamat Jalan dengan khusnul khotimah Bapak Teknologi Indonesia dan Selamat Jalan dengan tenang Bapak Demokrasi Indonesia semoga segala Amal Ibadahmu diterima Allah Swt. Amiinn Ya Rabbal Alamin.

Indonesia berduka! Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9). Habibie meninggal dunia pada usia 83 tahun pada pukul 18.05 WIB.

"Bapak sudah tidak ada pada pukul 18.05 WIB," ujar putra Habibie Thareq Kemal kepada wartawan.

Habibie sebelumnya dirawat di ruang Cerebro Intensive Care Unit (CICU) Paviliun Kartika RSPAD sejak 1 September 2019. Ketua Tim Dokter Kepresidenan (TDK) Prof. dr. Azis Rani melalui keterangan resmi pada Senin (9/9) menyebutkan Habibie ditangani tim dokter spesialis dengan berbagai bidang keahlian, seperti jantung, penyakit dalam, dan ginjal.

Habibie meninggalkan dua anak, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Sementara istrinya, Hasri Ainun Besari telah meninggal dunia pada 2010 di Jerman.

'Otak' Industri dirgantara

Sosok almarhum Presiden Indonesia ketiga Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie dinilai berjasa besar terhadap kemajuan industri dirgantara Indonesia. Habibie lah 'otak' dan 'profesor' industri dirgantara Indonesia.

Pada 1976, ia mendirikan PT Indonesia Pesawat Terbang Nurtanio, satu-satunya pabrik pesawat di Asia Tenggara kala itu. Pabrik itu kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1985, hingga akhirnya kini dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia.

Pengamat aviasi AIAC Aviation Arista Atmadjati mengungkapkan, melalui pabrikan pesawat itu, Habibie menjadi pionir era teknologi industri penerbangan modern di Indonesia. Jenis mesin yang digunakan adalah turbo propeller.

"Kebanyakan pesawat Pak Habibie digunakan untuk pesawat patroli laut," ujar Arista dikutip dari CNN Indonesia.com.

Habibie, sambung Arista, mampu menangkap pangsa pasar yang besar dari kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

"Kita memiliki bandara kecil itu hampir 200-an yang bisa didarati oleh pesawat propeller. Belum lagi di ASEAN," jelasnya.

Karena keandalannya, di era 90-an, Indonesia sudah mengekspor pesawat buatan Habibie ke sejumlah negara yaitu Qatar, Kuwait, Korea Selatan, Pakistan, Thailand, dan Filipina.

"Bahkan, Amerika pernah membeli," jelasnya.

Tak hanya sebagai pesawat patroli laut, sambung ia, pesawat keluaran IPTN juga digunakan untuk kepentingan militer dan komersial.

Arista menyayangkan industri penerbangan yang dirintis Habibie sempat terkena pukulan di era krisis moneter 1997-1998. Saat itu, pemerintah harus menutup IPTN karena dianggap sebagai industri mercusuar oleh Dana Moneter Internasional (IMF).

"Salah satu syarat IMF mau memberikan bantuan adalah Indonesia harus menghentikan proyek mercusuar, salah satunya industri pesawat terbang, harus diberhentikan," katanya.

Saat ini, PT Dirgantara Indonesia terus berkembang menjadi pabrikan pesawat yang andal. Beberapa produknya antara lain pesawat CN-235 dan Heli Super Puma.

Dengan dukungan dari pemerintah, perusahaan tengah menjajaki untuk memproduksi pesawat jenis C295 dan N219. Tak hanya itu, perusahaan juga bekerja sama dengan Korea Selatan untuk mengembangkan jet tempur generasi 4,5 yang dirancang dengan mengadopsi teknik geometri pesawat siluman KFX/IFX. (cnni/zet)