Museum Bung Hatta dan Nasib Ekonomi Koperasi Indonesia

Ahad, 22 November 2020

 

Oleh: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi

TERIMAH kasih bpk Martojo atas postingannya tentang video Museum Bung Hatta di Bukit Tinggi. Saya begitu menikmati narasi riwayat orang besar Sang Proklamator RI, Allahyarham bpk Dr.Muhammad Hatta ini..Almarhum pernah sebagai Wakil Presiden yg pertama Republik Indonesia, yang sangat besar jasa kepada bangsa dan negara. Almarhum adalah salah seorang pendiri bangsa (the founding father) yang jenius dan taat menjalankan syariat Islam. Sejak kecil sudah belajar agama Islam dan rajin mengaji Al Quran dengan gurunya seorang ulama yg.hebat.

Alhamdulillah berkat ada Museum Bung Hatta, saya semakin terang cerita perjalanan  hidup tokoh nasionalis religius, Bapak Koperasi Indonesia ini.
Saya suka membaca buku2 authobiografi almarhum Bung Hatta, beberapa bukunya menjadi koleksi saya, terutama buku2 pemikiran2 ekonomi koperasinya.

Almarhumlah peletak dan desainer konsep dasar  bernegara, terutama sistem perekonomian nasional usaha bersama dan kemakmuran bersama di negeri ini (NKRI) sebagaimana tertuang dalam pasal 33 UUD 1945.

Menurut cerita dalam sejarah  BPUPKI dan PPKI, bung Hattalah orang yg memimpin dan mempelopori  perumusan Bab tentang Kesejahtraan Sosial, pasal 33 UUD 1945, dimana Koperasi sebagai satu2nya institusi ekonomi yg cocok dengan budaya bangsa Indonesia yg berwatak "socio religius". Badan Usaha Koperasi, beliau cita-citakan menjadi soko guru perekonomian nasional jika Indonesia Merdeka, karena Badan Usaha Koperasilah yang mengedepankan budaya demokrasi ekonomi (dari, oleh dan untuk anggota/rakyat) dan memuliakan harkat dan martabat manusia (kemanusiaan) serta keadilan sosial (social equity), sangat berbeda jauh dengan watak Badan Usaha private (coorporate yg kapitalis, para Taipan, konglomerat spt Maskapai, VOC, kartel, etc) yang dalam sejarah telah menindas dan mengeksploitasi manusia, sehingga nasib rakyat terkena penyakit sosial K-3 (Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan), istilah bung Karno perbuatan penjajahan (hegemoni ekonomi) memunculkan penderitaan rakyat, dengan perlawanan para pejuang bangsa, sehingga terwujudnya NKRI merdeka. Ini adalah merupakan "Ampera": Amanat penderitaan rakyat".  Koperasi Indonesia sebagai instrumen gerakan ekonomi rakyat, suatu kebijakan dan regulasi publik yang diyakini dan diharapkan bisa mewujudkan Ampera yakni kesejahteraan sosial untuk semua rakyat (social walfare for all the peoples). Demikian itu adalah keyakinan dan ideologi Bung Hatta. Bung Hatta seorang pejuang kemerdekasn bangsa yg tangguh, cerdas dan seorang pembelajar (cendekiawan muslim Indonesia), beliau sangat paham dengan kegagalan dab kejahatan sistem ekonomi kapitalis dalam peradaban dunia, Bung Hatta juga sangat paham sosiologi masyarakat Indonesia yang berjiwa dan berbudaya gotong royong (guyup, gemenscaft), saling menolong-bantu membantu, dan taat menjalankan syariah agama Islam. 

Kita juga sangat paham bahwa mereka2 yang taat beribadah dan beragama itu manusia berwatak jujur, suka menolong bantu membantu (altruistik) demi mendapatkan keridaan dan pahala dari Allah SWT, dan berakhlaq mulia. Nilai2 dan norma budaya asli bangsa ini jika dipadukan dengan sistem nilai dan norma budaya modern seperti bisnis, mananajemen dan kemampuan berwirausaha (enterpreunership) dll dalam sistem organisasi dan kelembagaan Koperasi Indonesia semakin kuat. Pelajaran ini yang pernah almarhum Bung Hatta dapatkan, ketika studi di sebuah Universitas terkenal di Belanda dengan membaca berbagai sumber literatur (tex books) ekonomi yang disusun oleh para filisof negara Eropah seperti ilmuan dari Inggris (UK) dan Jerman yang banyak menemukan kehebatan ekonomi ekonomi, koperasi, karena beliau belajar di Belanda.

Dari sejumlah pemikiran ekonomi itulah, bung Hatta memilih ekonomi Koperasi yang cocok bagi bangsa Indonesia jika merdeka. Alasan bung Hatta memilih (option) Badan Usaha Koperasi merupakan pertemuan dan perpaduan antara 2 (dua) sistem nilai dan norma budaya tradisional (profite lose-sharing, pola bagi hasil pertanian di perdesaan, yang dikembangkan para Wali Songo Islam di tanah Jawa), disintesakan dengan pola budaya modern Koperasi. Hal ini  sangat cocok dengan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, maka
Pasal 33 UUD 1945 ditetapkan dalam konstitusi negara, yang merupakan intrumen untuk mewujudkan falsafah bangsa dan ideologi negara yaitu Pancasila sebagai isi Piagam Jakarta, teristimewa perwujudan Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Akan tetapi sayang, pemikiran ekonomi kesejahteraan bersama yg diletakan dasarnya oleh sang Proklamator RI Dr.Muhammad Hatta hingga kini, kenyataannya (fakta empirisnya) baik di masa Orde Lama (Presiden Soekarno), era Orde Baru (Presiden Soeharto), era Reformasi (Presiden BJ Habibie) dan era Pasca Reformasi (Presiden RI Gusdur, Megawati, SBY dan sampai sekarang Presiden Jokowi), sami mawon, cita-cita bapak Koperasi Indonesia tersebut belum berhasil diwujudkan. Bahkan kehidupan perekonomian nasional Indonesia saat ini, semakin menjauh dari jiwa dan semangat Pasal 33 UUD 1945 dimana ketimpangan (gap) kehidupan sosial ekonomi masyarakat sangat tinggi (menganga), bila ditinjau dari indikator angka gini rationya sangatlah tinggi (berkisar angka 0.36-0.42). Angka ini menunjukan lampu merah, berbahaya dan mengancam integrasi nasional, sebab jurangnya terlalu dalam, karena asset publik dikuasai (dirampok) segelintir orang "kuat" baru, gejala sosial sudah tampak, yang kaya semakin kaya-raya dan yang miskin semakin melarat, kini tengah terjadi polarisasi sosial. Amatlah kita sayangkan yang kaya raya hanya sekelompok orang yg notabenenya para aktor "aseng dan asing" yang diberikan karpet merah untuk meraup kekayaan alam kita Indonesia (mereka kaum konglomerat dan kaum oligarki), sedangkan yg mayoritas rakyat yg hidup dalam keterbatasan ekonomi, miskin dan tidak berdaya. 

Gejala polarisasi kehidupan ekonomi masyarakat dan bangsa ini berlangsung, sebagai perbuatan meremehkan dan mengabaikan Badan Usaha Koperasi untuk bisa berperan dan berfungsi dalam pembangunan ekonomi nasional, dimana usaha bersama dan kemakmuran bersama diperioritaskan, pengembangan ekonomi rakyat seperti pertanian di desa2 hsrus mendapat perhatian utama Regim berkuasa.
Faktanya kita lihat selama ini, regim politik dan pemerintahan dari Orde ke Orde tidak serius (dapat dikatakan gagal) menjalankan UUD 1945 pasal 33 itu, ekonomi Koperasi tidak berkembang baik, apalagi di era regim saat ini Presiden RI bapak Jokowi tampak lebih parah  lagi. Hal ini terbukti disyahkannya UU  Omnibus Law-Ciptaker, atau orang lebih mengenal UU "Cilaka" bagi Rakyat (nasib buruh semakin berada pada posisi marginal). UU Cilaka ini semakin jauh dari pemikiran ekonomi Koperasi bung Hatta. Regulasi publik yg banyak dibangun oleh regim berkuasa saat cenderung menampilkan wajah dan gasture yang paradoks dan anomali, baik dari Pusat, apalagi yang terjadi di Pemerintahan Daerah, dimana cengkraman oligarki semakin kuat mewarnai kebijakan dan program bidang ekonomi.

Indonesia (NKRI) yang dicita-citakan, kita amati dan teliti secara saintifik dan konstitusi negara semakin tidak menentu arah dan kebijakannya. Yang jelas cengkraman oligarki semakin kuat dan mendominasi kehidupan sosial bukan saja ranah ekonomi, tetapi sekarang mereka berhasil masuk ke ranah politik dan pemerintahan. Para elite politik saat ini bukanlah para negarawan yang paham aspirasi rakyat, akan tetapi mereka merupakan kaum saudagar yg berorientasi profit (transaksional), yang mengisi
lembaga negara di legislatif (DPR RI) dan eksekutif (Kementerian). Jadi tidak heran kita, disyahkannya UU Minerba dan UU Ciptaker baru-2 ini adalah bukti bahwa sistem perekonomiam nasional kita adalah  berwatak dan pro liberal-kapitalistik versus Ekonomi Koperasi Pasal 33 UUD 1945.
Sudah saatnya kita berbicara lantanf "Save NKRI" dan "Save  Koperasi Indonesia" untuk Save Perekonomian Usaha Bersama guna memakmurkan sebesar-besarnya untuk semua rakyat dan bangsa Indonesia, bukan kemakmuran orang perseorangan (liberal kapitalistik).

Terakhir kita harus mensosialisasikan ketokohan pemimpin besar Dr.Muhammad Hatta melalui pendidikan sejarah di Museum Bung Hatta di Kota Bukit Tinggi Sumetera Barat ini. Keberadaan Museum adalah sebuah usaha melestarikan pemikiran2 Bung Hatta, terutama budaya berkoperasi,  yang harus dan wajib kita lakukan saat ini, untuk menyelamatkan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 
Jasmerah kata Bung Karno..."janganlah melupakan sejarah". Sejarah Hatta salah satu isinya adalah narasi mengenai gerakan Koperasi (demokrasi ekonomi) sebagai Soko Guru Perekonomian nasional Indonesia sekarang dan yang akan datang untuk keberlanjutan NKRI (Sustainable NKRI).

Semoga narasi.ini bermanfaat untuk menyadarkan arti dan makna strategis Koperasi bagi keselamatan tanah air kita, NKRI, sukron barakallah. Amiin3 YRA.

Wassalam

Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Dosen Mk Koperasi pada Prodi Agribisnis Faperta Universitas Djuanda Bogor, Ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Kab.Bogor, Pendiri/Ketua Koperasi Karyawan UNIDA 1988-1995; tahun 1994 pernah mendapat penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Pembangunan Koperasi dari Bupati Bogor dan Gubernur Jawa Barat; dan terakhir thn 2017 mendapatkan penghargaan Bupati Bogor sebagai Akademisi Berdedikasi Terhadap Pembangunan Koperasi di Kab.Bogor)