Apakah Bisa Budaya Kuansing Mendunia?

Ahad, 27 Desember 2020

Event Pacu Jalur yang merupakan Budaya dan Tradisi yang selalu digelar setiap tahunnya di Kuantan Singingi.

 

Oleh: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi

Topik Webinar forkom IKKS pada malam ini (26/12-2020) adalah Budaya Kuansing Dalam Peradaban Dunia. 
Saya memandang topik bahasan kita cukup menarik dan menantang secara intelektual.
Dalam membahas Budaya Rantau Kuansing kita dituntut penguasaan sejarah kebudayaan Melayu dan makna budaya itu sendiri bagi kehidupannya. Bicara pola budaya menyangkut banyak aspek yg meliputi aspek ipoleksusbudhamkam, begitu luasnya perspektif saintifiknya. 
Hal ini dapat dipahami karena pola budaya itu bersifat kompleks dan holistik yg dihasilkan masyarakat-manusia secara kolektif. Jika meminjam definisi kebudayaan menurut sosilog Prof.Selo Soemarjan, pola budaya tersebut menyangkut hasil karya, rasa dan cipta atas dorongan karsa kolektif manusia, sehingga bentuk pola budaya masyarakat Rantau Kuansing ada yg berwujud (fisik kebendaan-material) dan non kebendaan (abstrak,  berupa immaterial, spiritual, termasuk di dalamnya konsep ilmiah- ipteks, filsafat, sistem ideologi etc). Bahkan pengertian pola budaya masyarakat semakin lebih jelas yang kategorikan kedalam pola berpikir (mindset), pola bertindak (organisasi sosial) dan pola sarana benda-2 (berupa wujud karya fisik yg merupakan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). 

Jadi semakin jelas pemahaman kita tentang pola budaya Kuansing bentuk wujudnya begitu meluas dan beranekaragam.
Keanekaragaman bentuk pola budaya Kuansing Provinsi Riau, alhamdulillah sdh diriset oleh sejumlah para ilmuan dan budayawan Riau, dibawah koordinasi dan kendali (pengelolaan) Dinas Kebudayaan Provinsi Riau dengan Kadis abang Yoese Rizal.
Berdasarkan data jenis budaya non benda ada sebanyak lebih dari 1800, sedangkan jenis budaya benda baru terdata sedikit yakni sebanyak 26 buah bangunan warisan budaya (herritages).
Seperti yg dipresentasikan Kadis Kebudayaan Provinsi Riau bang Yose, yang.baru lulus pengakuan UNESCO ada lk 4 yg sdh diakui dunia yaitu Pacu Jalur, Randai, Silat Pangean dan Pantun..Berdasarkam data tersebut produk budaya masyarakat Rantau Kuansing yg masuk perdababan dunia baru sedikit yakni jika dihitung secara.matematis 4/1800 x 100 %=0.000016%. Sedangkan budaya kebendaan kemungkinan Candi Muara Takus di Kampar, dan lainnya tidak jelas nasibnya.
Warisan budaya benda masyarakat Rantau Kuansing.sebenarnya cukup banyak seperti rumah adat di masing-2 daerah Kecamatan yg berbeda-beda dan juga beragam. Begitu kaya sebenarnya warisan budaya baik immaterial dan material dari nenek moyang kita. Khusus warisan budaya benda seperti rumah-adat, arsitektur rumah asli "Soko" yg khas Kuansing, berdasarkan pengamatan saya di lapangan di Kuansing, khususnya daerah Cerenti sudah mulai satu persatu roboh, runtuh dan akhirnya bangunan warisan budaya rumah aslinya itu hilang ditelan bumi. Hanya tinggal sedikit bangunan yg masih bertahan di desa-2, kampung-2 tua (desa koto), tetapi nampaknya tidak ada upaya penyelamatan (konservasi) dari Pemerintah baik Provinsi Riau dan Kabupaten Kuansing. 
Prediksi saya jenis warisan budaya benda berupa "bangunan tua" nampaknya akan pupus dan punah, sebab lemahnya dan bahkan nihilnya politik kebudayaan Pemda Kuansing dan Pemprov Riau. Hal ini terlihat dari alokasi budget dari APBD yg begitu minim untuk membina dan mengembangkan budaya Rantau Kuansing. Lemahnya politik kebudayaan Masyarakat Melayu  Kuansing disebabkan sumberdaya manusia (sdm) para elite politik dan birokrasi Pemerintah  yg sangat rendah mutunya dan komitmen. Hal ini terjadi ketidakmengertian pentingnya program-2 dan kegiatan-2 pembinaan dan pengembangan untuk pelestarian budaya asli Rantau Kuansing. 

Sikap elite politik dan birokrasi Pemkab Kuansing yg apatis, permisif dan bahkan antipati terhadap upaya pembinaan dan pengembangan penggalian potensi budaya asli tersebut sangat berbahaya bagi kemajuan dan kelangsungan peradaban nagori. Nagori Rantau Kuansing akan kehilangan jati diri, identitas dan marwah masyarakat Kuansing (harkat dan martabat). Implikasinya jika program dan kegiatan budaya asli diabaikan (dimarginalkan) maka akibatnya masyarakat Kuansing semakin tidak beradab dan tidak berbudaya. Ini membahayakan persatuan dan kesatuan masyarakat (integrasi sosial), artinya masyarakat Rantau Kuansing akan terancam disintegrasi sosial, hal ini jangan sampai terjadi di nagori kita.
Kita harus paham bahwa fungsi budaya tersebut memang mempersatukan warga masyarakat, dan sebagai pedoman hidup (berisi norma, moral, etik,falsafah, ideologi etc) bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Saya berharap para elite politik nagori dan birokrasi Pemkab Kuansing sebagai perancang dan pembuat kebijakan publik (eksekutif, legislatif dan tokoh masyarakat Adat Kuansing serta cerdik pandai) agar konsen dan berkomitmen dalam pembinaan dan pengembangan budaya tradisional (budaya asli) sudah seharusnya (wajib) diberikan perhatikan dan bahkan diperioritaskan, jika kita tidak terkena bencana (tsunami) sosial, perpecahan dalam masyarakat kita. 

Lima tahun kepemimpinan Kabupaten Kuansing ke depan (2021-2026) dalam RPJMD Kuansing sdh harus dimasukan berbagai program pembinaan dan pengembangan budaya tradisional Kuansing yang dikerjakan oleh OPD-2/SKPD-2 Pemkab Kuansing secara multi sektor, terarah (fokus) dan terpadu (integrated).
Beberapa agenda pembinaan dan pengembangan budaya tradisional Kuansing yg perlu perhatian yaitu Mega event Pacu Jalur dengan.mereformasi tata kelola yg lebih profesional, pelurusan kode etik atraksi budaya (spt Randai, Saluang, Bazikir, Baratik, Rabnab, Rabbana etc) harus tetap berdasarkan nilai dan norma-2 serta akidah agama Islam (tauhidullah) krn budaya Melayu Riau kita berakar pada agama Islam yakni:  "budaya bersendi sarak dan sarak bersendikan kitabullah (QnS).
Cara pandang kita melihat pembangunan kebudayaan masyarakat Kuansing tidak boleh terbelah, terpisah dan parsial, tapi cara pandang yg bijak adalah integrasi, bangunlah jiwanya dan bangunlah badannya sebagai syair Lagu Indonesia Raya. Kemudian untuk keberlanjutan budaya Kuansing harus mensinergikan kepentingan sosial budaya, sosial-ekonomi.dan ekologi. Industri kreatif sudah menjadikan  budaya tradisional Kuansing menjadi unsur terpenting. Saya tahun 2018 yang jalan-2 (toer) ke kota Seoul Korea Selatan, saya melihat begitu.maju.industri kratif berbasis seni.budaya terutama seni hiburan musik yg mendunia, sehingga selain.marwah negaranya terjaga dan juga perolehan devisa  triliyunan Rp masuk ke negarannya. Ini sebuah peluang dan sekaligus tantangan yg hebat, menuntut kerja keras dan cerdas (kreatif dan inovatif).
 
Simpulannya bahwa program pembinaan dan pengembangan budaya Kuansing, jika ingin masuk ke dalam peradaban dunia (global) menuntut politik kebudayaan yg jelas dan tegas demi.menjaga marwah nagori Kuansing.
Demikian  terima kasih atas perhatiannya.
Ingat moto "Basatu Nagori Maju, Tigo Tali Sapilin", Salam Kayuah.

Wassalam.

Penulis adalah Pendiri-Dosen Universitas Djuanda Bogor, Konsultan dan Aktivis Ormas di Bogor dan Nasional