Perhatian Pelaku Seni oleh Pemkab Kuansing (Renungan Pagi)

Senin, 04 Januari 2021

Apendi Arsyad

 

OlehDr.H.Apendi Arsyad

Saya baca dan cermati diskusi di WAG forkom IKKS, khususnya soal perkembangan seni budaya di Kab. Kuantan-Singingi (Kuansing) yg belum maju-2, sebagaimana harapan kita bersama.
Sebenarnya ada sejumlah warga Kuansing yg "masih" bermukim di kampungnya, setia hidup dan mengabdi di daerah kelahirannya, hingga kini tetap berkarya. Sebut saja diantara.nama yg saya tahu:  Yulizar, dan Syafrizal. 
Tentang bang Syafrizal Syafii beberapa waktu saya sebut namanya dalam tulisan saya. Abang Syafrizal Syafii, orang asli dan penduduk Cerenti, salah seorang sahabat baik saya, senior saya dan teman berdiskusi jika saya berada di kampung, sambil "ngopi di kodai kupi" haylam di pasar Cerenti.

Adinda Yulizar..seorang seniman musik yg produktif, kini tinggal di desa Kampung, lokasinya rumahnya  berbatasan dengan Desa Kompe Berangin Cerenti. Rumahnya persis sebelah kanan SMPN No.1 Cerenti jln raya Pku-Rgt, mudah diakses.
Yulizar berprofesi guru kesenian di SMPN, orangnya produktif menggubah karya di bidang seni suara/musik. Bahkan karyanya sdh ada yang berupa rekaman kaset.

Saya mengenal mereka secara pribadi,  orgnya punya potensi pengembangan SDM yg bisa menggerakan kemajuan budaya kreatif di rantau Kuansing. Tapi karena lingkungan (habitat) tidak mendukung dan tidak membesarkan dirinya, ya sehingga mereka tidak bisa berkembang.Hal ini perbah dialami oleh bang Epi Martison, orang asli Baserah, akhirnya beliau "lari" hijrah ke Jakarta, sehingga menjadi seniman besar yg banyak karya-nya dinikmati di nusantra dan bahkan di mancanegara.

Lingkungan yg saya maksud adalah kebijakan, regulasi dan program pembangunan kebudayaan/kesenian tidak ada yg menyentuh atau memberikan perhatian kepada para pelaku seni (seniman, budayawan) ini. 
Sama halnya nasib yg menimpa budayawan asal Cerenti, abangku H.Syafrizal Syafii, guru senior di Cerenti. Bang Syafrizal sudah lama bergerak membina putra putri Cerenti untuk mengembangkan seni melukis, dan menghasilkan beberapa anak asuhan yg bisa melukis tapi pemanfaatan utk kemajuan nagori masih minim. 

Beliau bang Syaf, punya sanggar seni melukis, dan ada beberapa karyanya pernah saya bawa ke Bogor.
Tapi ya itulah kenyataan dan faktanya tidak bisa berkembang. Saya tanya apakah ada dukungan dan bantuan Pemkab Kuansing, beliau jawab dengan jujur selama ini tidak ada.

Saya kalau pulang ke kampung selalu menyempatkan diri meninjau sangar seni lukis tersebut yang dia bangun dari uangnya sendiro, Tapi itulah kondisinya kurang mengembirakan "hidup enggan mati ndak mau" tersebut.
Saya juga menyarankan kepada bang Syaf membuat proposal pengembangan sanggar seni lukis tersebut untuk diajukan kepada Bupati Kuansing dan atau Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata/Industri Kreatif Kab Kuansing agar mendapatkan perhatian. Tapi saya tidak tahu apakah dikerjakan proposal  atau tidak oleh bang Syaf ?
wallhu'aklam.

Tapi walaupun demikian, sesungguhnya pihak Pemkab Kuansing harus proaktif mendata para pelaku/pekerja seni untuk diberi perhatian khusus. Karena saya mendengar dari Kadisbud Prov.Riau abang kita Yose Rizal di webinar IKKS beberapa waktu lalu, bahwa para pelaku seni tersebut menurut UU berhak mendapat bantuan pembinaan dari Pemerintah. Oleh karena itu,
saya berpendapat bahwa seharus data sanggar seni budaya dan para seniman-budayawan di seantero  Rantau Kuansing sdh tercatat dan dimiliki datanya oleh Dinas terkait,  dan kemudian diberikan program-2 pembinaan dengan beragam kegiatan dan kesempatan dalam hal: bimbingan (diklatluh), fasilitasi (sapras, dana stimulus berkarya seni, etc) dan proteksi (peluang untuk berkembang, berikan ruang ekspo, pemeran dll.
Jadi Pemkab Kuansing menyiapkan dan menyediakan lingkungan (habitat) yang kondusif bagi para pelaku seni budaya lokal, sehingga tidak lari, berhijrah mereka ke ibu kota Jakarta, dan tunjukkan bahwa daerah Kuansing, seperti Kota Taluk Kuantan, ibu Kota Pemerintahan Kuansing.juga bisa berperan dan berfingsi seperti Jakarta, walaupun tidak menyamai, yang paling berupaya menciptaptakan lingkungannya (ekisistem, habitat) kondusif untuk berkembangnya karya-2 seni budaya, terutama budaya lokal-tradisional yg menjadi identitas masyarakat Rantau Kuansing. 

Langkah-2 apa yg dilakukan, sesungguhnya daftarnya cukup banyak, antara lain; bangun mesium budaya, buat event-2 yg mempromosikan seni budaya (ekspo, pameran, pementasan, etc), gelar Mega Event Pacu Jalur yg dikelola secara profesional dengan melibatkan dan menampilkan jenis-2 atraksi seni budaya sbgmana yg pernah saya muat ide-2nya dalam beberapa tulisan saya terdahulu. Kemudian berikan dana stimulus (subsidi) untuk pengembangan kader seniman dan budayawan lokal yg produktif dan berkontribusi dalam pelestarian nilai dan norma-2 edukasi budaya, dll. Semua gagasan yg baik untuk pembinaan dan pengembangan Kebudayaan Kuansing dimasukkan ke dalam dokumen pembangunan daerah RPJMD Kab Kuansing thn 2021-2026, sehingga terprogram dengan baik yang dikerjakan Dinas-2 terkait. Mudah-2an nomenklatur pengembangan kebudayaan/seni budaya daerah sudah ada di visi dan misi Bupati Kuansing yg terpilih. InsyaAllah juga pemimpin daerah yg baru (new CEO) terpilih, sekelas Walkot Bogor, Dr.Bima Arya, seorang visioner yg paham akan pentingnya pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerahnya untuk.mengangkat jati diri dan marwah negeri.
Jika itu dipraktekkan, dilaksanakan, saya berkeyakinan potensi SDM yg  bergerak dan berhikmat dalam bidang seni-budaya akan bergairah dan berkembang maju dan daerah kita maju jaya. Dan sekali lagi insyaAllah bisa mengangkat marwah nagori Rantau Kuansing. Nagori kita tidak "gersang" lagi, tidak "kering kerontang" lagi terhadap atribut-2 budaya lokal, sebagaimana kritik saya dalam tulisan pada beberapa hari lalu. 

Demikian renungan pagi untuk kemajuan nagori Rantau Kuansing.
Basatu nagori maju, tali tigo sapilin, Salam kayuah.
Wasssalam.


Org Cerenti mukim di Ciawi Bogor; Dosen, Konsultan dan Pemerhati Sosial