Sedih dan Rindu Menyambut Hari yang Fitri 1442 H (bagian 2)

Rabu, 12 Mei 2021

Oleh: Dr. Ir. HApendi Arsyad. MSi 

Suasana hati yang rindu untuk pulang (mudik) ke kampung halamannya inilah yang membuat budaya dan gaya hidup bermudik-ria walaupun terkadang menemui banyak kesulitan selama perjalanan, antri-macet, berbiaya tinggi, akan tetapi mereka tetap saja menjalani sebagai warga bangsa Indonsesia yang muslim, dan sukar dihilangkan karena ada manfaat spiritual, yakni berupa harapan memperoleh pahala dari Allah SWT karena memuliakan kedua orangtuanya. 
Budaya mudik  berlebaran ini, memang sulit untuk dihilangkan di tengah-tengah masyarakat yang "socio-religeous", masyarakat guyub, gamanscaft society di alam perdesaan, kecuali bagi.mereka-2 yang telah bergeser pola budaya yang materialistis-sekuler dan liberal atau mungkin telah berpaham ateis (komunisme) yang tidak percaya adanya Tuhan Allah dan kehidupan akhirats, kehidupan setelah mati. Nauzubillahiminzaliq.

Pengalaman kita membuktikan, ketika bertemu muka menatap wajah ayah dan ibu, bersimpuh dihadapannya, mencium tangannya yang telah mulai keriput, kening, pipih dan jejeri kaki ayahanda dan ibunda adalah sebuah kenikmatan yang tiada taranya, sulit diceritakan dengan kata-kata dan sulit pula dilukiskan dalam ragam bahasa. Hidup penuh berkah dan maghfiroh.

Di saat-2 momentum 1 Syawal, hari lebaran tiba itulah, setelah sholat Idul Fitri berjemaah di lapang atau di masjid di desa/kampung (dimana kita pernah dilahir, dibesarkan dan dididik oleh kedua orangtua kita),  kita berkesempatan bertemu dengan teman sebaya doeloe, bersalaman dengan tetangga se kampung dan sanak famili. Semuanya itu merupakan kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri dalam diri dan kehidupan keluarga kita.  Ada yang belasan dan puluhan tahun tidak pernah bertemu dengan teman sepermainan di waktu kecil, yang alhamdulillah kini menjadi sesama perantau.  Benar kata orang bijak, salah satu sumber kebahagiaan hidup itu adalah ketika kita bertemu dengan saudara dan sahabat lama. Biasanya di hari lebaran Idul.Fitri suasana batin kebahagiaan akan didapatkan.

Pada hari raya idul fitri itulah suasana hati juga menjadi lapang dan menikmati kerukunan, kedamaian setelah bersalaman antar sesama yang saling memaafkan atas kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat baik sadar maupun tidak selaman ini. Sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan.yang dhoif, bisa terjadi berbagai kekhilafan dan kesalahan yang akhirnya menjadi beban-dosa yg mempersulit kehidupan di akhirats. Momentum idul fitri, pada hari suci kita kembali fitrah kita sebagai hamba Allah SWT yang suci yang terhapus dari segala dosa, yang Allah SWT.ampuni. Begitu indahnya ajaran Islam yang kaffah itu, yang terus membimbing kita agar hidup penuh kedamaian (salam) dan kesejahteraan sebagaimana makna ungkapan "Assalamualaikum Waroh matullahi Wabarakatuh" yang sering kita ucapan secara spontan ketika  bertemu dengan sesama teman dan kerabat di hari yang fitri dan atau hari-hari lain yang berbahagia.

Dengan mendengar lagu Melayu Siti Nurhaliza "Sayu".."Sayub" yang telah diposting di media sosial, disaat akhir bulan suci  Ramadhan dan beberapa hari lagi akan memasuki 1 syawal 1442 H, hari idul fitri, sangat wajar kiranya dalam jiwa kita akan memunculkan rasa "kesedihan" (sayu) dan rindu (sayub) sekali ingin bertemu muka dengan ayah ibu kandung (orang yang teramat berjasa melahirkan, membesarkan dan mendidik) kita sehingga kehidupan kita yang sehari-hari mukim di daerah perkotaan menjadi sukses begini, hidup layak, berkecukupan dan bermartabat (bermarwah). Sangat wajar munculnya naluri kemanusiaan untuk rindu bersua (bersilaturrahmi) dengan kedua orangtua yang amat kita cintai dan sayangi di Desa, mereka yang alhamdulillah masih ada (hidup).
Begitulah kira-2 makna syair lagu Melayu yg didendangkan mendayu-dayu yang menyayat hati (sahdu) oleh penyanyi kondang Siti Nurkhalisah dari Malaysia 
Saya sendiri untuk 1Syawal 1442 H, akan bisa lagi menikmati kehangatan dan kebahagiaan bersama ayahanda dan ibundaku. Ayah kandungku telah lama wafat thn 1971 sejak saya masih kecil berumur 12 thn (masih duduk di bangku SD, sudah berstatus anak yatim), sedangkan
ibundaku baru berpulang kerahmatullah pada tanggal 24 Pebruari 2021 yang lalu (ibuku berusia 106 thn) yang wajah cantiknya dengan penuh kasih dan sayang kepada anaknya masih terbayang-bayang dalam ingatanku. Dalam suasana lebaran Idul Fitri 1 syawal 1442 H/ Mei 2021 tahun ini, saya akan  mengalami perasaan dan pikiran "sayu dan... sayup" dalam kehidupanku, tidak bisa bertemu muka langsung (to face ti face) lagi, sebagaimana konten dan massage lagu Melayu Siti Nurhaliza yang merdu dan sahdu itu, yang saya didengar tadi, yang sempat menetes air mata krn "sedih dan rindu" pada alm.ayah dan alm. ibu. Kini semuanya bagiku tinggallah kenangan manis (sweet memory) bersama ibunda (omak) yang tercinta dan sayangi, dan saya dan keluarga besar the Arsyad Family hanya bisa memanjatkan doa yang ikhlas dan khusuk untuk kedua orangtuaku, Semoga Allah SWT senantiasa menempatnya di tempat mulia Syurgajannatunnaim bersama orang-2 soleh yang disayangi dan dimuliakan Allah SWT, di lapangkan alam kuburannya (alam barzah) dengan penuh cahaya iman dan taqwa kepadaNya.***

Al Fatihah..
Allahummaghfirlahu/ha warhamhu/ha. wa'afiiwakfuanhu/ha..
Wabillahit taufiq walhidayah Wr Wb
Wassallam.


Penulis adalah Pendiri-Dosen/Assosiate Professor pada Prodi Agribisnis Faperta Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L, Aktivis Ormas di Bogor, dan Pengamat Sosial.