Aktivitas di salah satu ladang minyak Blok Rokan, Provinsi Riau. (Ft.ist-net)
JAKARTA (ANEWS) - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dikirimi surat terbuka terkait audit lingkungan wilayah kerja PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) khususnya yang berhubungan dengan kondisi tanah terkontaminasi minyak (TTM) di Blok Rokan, Riau.
Surat terbuka elektronik tersebut dilayangkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman guna mengonfirmasi tentang audit lingkungan wilayah kerja PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan.
Yusri mengaku terkejut atas pengakuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) Provinsi Riau, Mamun Murod bahwa Kemenko Marinves menginisiasi audit lingkungan oleh KLHK untuk wilayah kerja PT CPI di Blok Rokan dan sekitarnya pada 2020 lalu.
Selain itu, Mamun Murod juga membeberkan bahwa Dinas LHK Provinsi Riau tidak pernah terlibat dalam pembahasan rencana audit lingkungan hidup, pelaksanaan audit, dan penilaian hasil audit lingkungan hidup PT Chevron Pacific Indonesia.
"Ia juga mengaku bahwa lokasi TTM di Provinsi Riau yang berada di lahan masyarakat berdasarkan pengaduan yang diterima Dinas LHK Provinsi Riau sampai dengan awal April 2021, sebanyak 297 lokasi. Namun belum diketahui berapa jumlah volumenya, karena belum dilaksanakan pemuluhan fungsi lingkungan hidup," beber Yusri dalam surat terbukanya seperti yang diterima Redaksi Amanah News, Senin (24/5/2021)
Tak hanya itu, lanjut Yusri dalam surat terbukanya tersebut, Mamun Murod juga mengungkapkan bahwa sejak tahun 2016, PT Chevron telah diperintahkan oleh KLHK untuk melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup terhadap tanah terkontaminasi limbah B3 atau minyak bumi di 132 lokasi, di luar lokasi yang diadukan masyarakat ke DLHK Riau.
"Terungkapkan juga oleh Kepala LHK Riau bahwa sampai Januari 2021, PT Chevron telah melaksanakan pemulihan pada 85 lokasi, dengan total TTM yang dikelola dari tahun 2016 hingga Januari 2021 sebanyak 1,6 juta meter kubik," jelas Yusri.
Yusri membeberkan, Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa DLHK Riau, Dwiyana kepada media mengatakan limbah dengan jutaan meter kubik itu diduga sengaja tidak dikelola, bahkan ada yang sengaja dibuang dengan truk tangki di lahan masyarakat.
Bila benar, tindakan itu jelas praktik dumping limbah ilegal yang cukup meresahkan masyarakat sejak lama.
"Selanjutnya Mamun Murod mengatakan bahwa pihaknya dibatasi kewenangan. Perizinan lingkungan diterbitkan KLHK. Jadi pengawasan dan pengendaliannya merupakan kewenangan KLHK. Kalau soal protes sudah sering mereka lakukan baik dalam rapat di daerah maupun di pusat," lanjutnya.
Selain pengakuan Mamun Murod, Yusri membaca adanya Surat Gubernur Riau pada 28 April 2021 kepada Menteri ESDM kepada Dirjen Migas yang berisi permohonan penjelasan keberlanjutan pemulihan TTM Pasca Operasi Blok Rokan oleh PT CPI, dan adanya surat jawaban Dirjen Migas kepada Gubernur Riau pada tanggal 4 Mei 2021.
"Dikaitkan dengan isi keterangan Kepala Dinas LHK dan Gubernur Riau, jelas terlihat bahwa wilayah kerja PT CPI volume TTM masih banyak yang belum dimusnahkan," paparnya dalam surat terbuka.
"Menurut hemat kami, hal tersebut sudah tentu akan, bahkan mungkin telah berdampak buruk bagi masyarakat Riau serta flora dan fauna di sekitar wilayah operasi PT CPI yang akan diserahkan kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada 8 Agustus 2021," ungkap Yusri.
Terkait kondisi tersebut, CERI mengajukan permohonan kepada Menko Marinves dan Menteri LHK untuk bisa menjelaskan soal tidak terlibatnya Dinas LHK Riau dalam tim kerja audit lingkungan, baik mulai tahap perencanaan audit, pelaksanaan audit, dan penilian hasil audit tersebut.
Sebab bila merujuk UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan perubahan dari UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kata dia, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sesuai UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Apalagi jika dikaitkan dengan Keputusan Menteri LHK 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Minyak serta Peraturan Menteri LHK 101/2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3," tandasnya. (rls/ZET)