3 (TIGA) PERIODE VS SUPREMASI KONSTITUSI

Kamis, 07 April 2022

Mayandri Suzarman (F.ist/ANews)

OLEH:
MAYANDRI SUZARMAN, SH.MH

(Hakim Ad Hoc PHI Pada Pengadilan Negeri Bengkulu Kelas 1A
Dosen di Universitas Islam Kuantan Singingi dan STIH Persada Bunda)

 

WACANA mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 (tiga) periode menuai kontroversi. Wacana ini menjadi bola liar yang ditendang kian kemari oleh berbagai kalangan. Liarnya wacana ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan potensi ketegangan antar kelompok masyarakat yang saling berseberangan.
 Patut diduga, jika wacana ini dibiarkan liar tanpa ada sikap tegas pejabat Negara untuk menghentikan akan melahirkan kelompok-kelompok baru dalam masyarakat yang pro dan kontra yang saling menyuarakan pendapat dan kepentingan masing-masing.
    Pasal 7 Undang-undang Dasar 1945 telah mengatur masa jabatan presiden dibatasi 2 (dua) periode, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Kalau dilihat dari isi Pasal diatas, sangat tegas dan jelas Undang-undang Dasar 1945 membatasi masa jabatan presiden. Kalau begitu, bukankah wacana 3 (tiga) periode yang digulirkan itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945?

Supremasi Konstitusi
Supremasi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kekuasaan tertinggi. Jadi, Supremasi Konstitusi merupakan kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh sebuah konstitusi. Tidak boleh ada satupun aturan hukum yang bertentangan dengan konstitusi.    

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang tertinggi dalam tertib hukum di Negara Indonesia. Dari aspek hukum, konstitusi itu memiliki daerajat tertinggi karena dibuat oleh badan pembentuk undang-undang, dibuat atas nama  rakyat, serta ditetapkan oleh badan yang diakui dan sah.
Didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 7 menyatakan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas :
 - Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 - Ketetapan MPR
 - Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
 - Peraturan Pemerintah
 - Peraturan Presiden
 - Peraturan Daerah propinsi dan
 - Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Siapakah yang akan menjamin bahwa ketentuan konstitusi atau undang-undang dasar benar-benar diselenggarakan menurut jiwa dan kata-kata dari naskah, baik oleh badan eksekutif maupun badan pemerintahan lainnya?. Yang menjadi jaminan pelaksanaan undang-undang dasar secara konstitusional atau sejalan dengan bunyi ketentuan dan jiwa naskah konstitusi yaitu terletak pada kesadaran, niat baik dan semangat dari para penyelenggara Negara itu sendiri. Sebab bagaimanapun baiknya konstitusi, tapi kalau penyelenggaranya tidak mempunyai kesadaran, niat baik dan semangat yang tinggi demi tercapainya tujuan Negara, maka konstitusi tersebut tidak akan memberi banyak kebaikan bagi kelangsungan hidup bernegara. Hal ini berarti penyelenggara Negara tersebut bisa mengurangi kedudukan supremasi konstitusi dalam arti hakikatnya.   

Sekarang, jika wacana jabatan presiden 3 (tiga) periode itu di lakukan dan diwujudkan oleh penyelenggara negara, bukankah berarti mereka tidak mempunyai kesadaran, niat baik dan semangat untuk melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 secara konstitusional?
Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.

Dictum Lord Acton (1834-1902) yang mengatakan “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” masih sangat relevan untuk dibicarakan sampai saat ini. Berbagai sejarah telah mencatat bahwa kekuasaan yang mutlak itu cenderung menjadikan seseorang berbuat korupsi dan itu terbukti sampai dengan sekarang.
Istilah ini sangat popular di Indonesia, seringkali muncul dalam diskusi maupun tulisan ketika membicarakan tentang kekuasaan dan korupsi. Istilah ini mengingatkan kita kepada betapa bahayanya kekuasaan yang absolut. Oleh karena itu kekuasaan itu perlu diawasi baik dari segi nilai, norma maupun perilaku .

Wacana masa jabatan presiden 3 (tiga) periode ini mengingatkan kita akan Dictum ini. Bukan tidak mungkin masa jabatan presiden 3 (tiga) periode ini akan membawa rezim ini kembali ke rezim sebelumnya, dan itu adalah langkah mundur bagi demokrasi dan sangat bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan sampai berdarah-darah.

Wacana masa jabatan presiden 3 (tiga) periode ini juga dapat membuat bangsa ini kembali ke zaman kerajaan, dimana dikenal dengan istilah feodalisme dan budaya patrimonial. Raja yang dianggap representasi Tuhan di dunia ditempatkan sebagai makhluk tanpa cacat oleh rakyatnya. Apa yang dilakukan dan diperintahkan semua dianggap benar. Sehingga pada masa tersebut Raja berhak menguasai tanah seluruh negeri secara bebas meskipun tidak demi kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Itulah bibit-bibit korupsi.

Mudah-mudahan wacana masa jabatan presiden 3 (periode) hanyalah sebuah wacana dan ilusi para penguasa saja, karena jika memang terjadi, maka sama saja dengan mengangkangi Supremasi Konstitusi dan kita sebagai rakyat akan melihat dictum Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely akan terjadi di negara republic Indonesia yang kita cintai ini.(*)