Realisasi Distribusi Minyak Goreng Curah yang Disalurkan di Riau 414 Ton

Selasa, 12 April 2022

ilustrasi

PEKANBARU (ANews) - Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Provinsi Riau, M Taufiq OH di Pekanbaru mengatakan realisasi distribusi minyak goreng curah subsidi dari Kemendag untuk Riau hanya tersalurkan 414 ton.

Menurutnya ada dua distributor resmi minyak goreng curah di Riau yang telah ditunjuk pemerintah yaitu RNI atau Rajawali Nusantara Indonesia dan PPI atau Perusahaan Perdagangan Indonesia.

"Data RNI melaporkan minyak goreng curah yang sudah didistribusikan di beberapa wilayah misal Pekanbaru 52 ton, Indragiri Hilir 18 ton, dan kabupaten kota lainnya. Total seluruh wilayah Riau  baru 414 ton. Sementara seperti diketahui kuota distribusi dari Kemendag itu sebanyak 2.000 ton perminggu di Riau," kata Taufiq, Selasa (12/4/2022).

Sementara itu untuk realisasi PPI dari tiga pekan berjalan baru sebanyak 18.000 liter minyak curah, sedangkan ada kuota sebanyak 168 ton lainnya kini masih tertahan di Kota Dumai akibat menunggu tangki distribusi.

Ia mengakui salah satu masalah utama penyaluran minyak goreng curah subsidi ini adalah distribusinya yang tidak mudah karena ada berbagai tahapan dan sistem yang harus dilalui oleh para distributor.

Akibatnya ada salah satu kabupaten di Riau yaitu Kepulauan Meranti yang hingga kini tidak menerima kuota minyak curah atau dalam artian realisasinya menjelang sebulan kebijakan minyak curah subsidi ini masih nol.

"Saat ini kami tengah mencoba solusinya apakah bisa distribusi ke Meranti ini yang wilayah kepulauan, yaitu menggunakan tangki shipment dari Dumai langsung kesana atau antar pelabuhan saja namun belum bisa segera dilaksanakan karena fasilitas pendukung di Meranti tidak mendukung," ujarnya.

Salah satu kasus kelangkaan yang menyulitkan masyarakat dilaporkan dari Rokan Hilir, Riau. Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Rohil, Delta Norantika menjelaskan sebelum adanya aturan minyak goreng curah mulai Maret 2022 lalu, daerah itu tidak pernah mengalami kelangkaan migor curah.

"Kami di Rohil posisinya strategis di perbatasan Sumut dan Dumai. Selalu mendapatkan stok minyak goreng dengan mudah. Tapi sejak aturan HET subsidi migor curah diberlakukan kami sangat kesulitan mendapatkan stok dan distributor besar di tempat kami namanya Usaha Baru, itu mengeluhkan sulitnya pembelian minyak subsidi ini," ujarnya.

Misalnya setiap pemesanan di batasi maksimal 30 ton namun pada pengajuannya harus melaporkan NIB dan NPWP dari pengecer dengan maksimal 10 kg tiap pengecernya.

Akibatnya distributor itu mengakui kepada pemda Rohil bahwa aturan ini sangat menyulitkan pihaknya dan malah menjadi terancam karena ada risiko ditangkap aparat apabila ada kesalahan.

Sehingga distributor di daerah itu kini lebih memilih untuk menjual minyak kemasan saja dan sudah tidak lagi menjual minyak goreng curah kepada masyarakat.

"Artinya kondisi ini merugikan masyarakat kecil termasuk pedagang UMKM. Warga yang biasanya membeli 5.000 karena butuhnya sedikit mengeluh kenapa harus membeli seliter dan pedagang juga sekarang kesulitas untuk mendapatkan karena minyak curah menjadi langka," ujarnya.

Sementara itu Asisten II Setdaprov Riau M. Job Kurniawan menjelaskan memang terjadi keterlambatan distribusi minyak goreng curah subsidi ini, seperti di Dumai yang mengakibatkan stoknya tidak ada dan langka, sedangkan yang tersedia hanya minyak kemasan sederhana dan minyak premium.

"Hasil evaluasi bersama Dirjen Logistik Kemenperin diketahui adanya sistem nasional yaitu Simirah atau sistem informasi minyak goreng curah di Kemenperin, yang harus mewajibkan distributor mendaftar untuk melakukan pemesanan sebelum dilakukannya distribusi hingga ke tingkat pengecer," ujarnya.

Sistem ini membuat distributor kesulitan melakukan input informasi karena wajib melampirkan masalah pajak dan administrasi terkait, sehingga menjadi penyebab lambatnya distribusi ke pasaran.

Kondisi ini memicu rendahnya realisasi distribusi minyak curah subsidi dari kuota 2.000 ton untuk Riau setiap pekannya dan paling tinggi bulan ini diperkirakan hanya mencapai 600 ton, dari total kuota mencapai 8.000 ton lebih.

"Jadi masalah ini coba digarisbawahi dulu untuk diperhatikan kabupaten kota agar distributor bisa mengajukan distribusi ke masing-masing wilayahnya, dan masukan kami juga bagi Kemenperin terkait Simirah Online ini agar dijelaskan perusahaan mana saja yang sudah pesan kuota dan untuk daerah mana dikirimkannya," tutupnya. (*)