Penulis: Ahmad Zulkani
(Wartawan Utama, Wartawan Senior Kompas 1984 - 2009, kini Pemred Harian Amanah News)
SUATU hari bulan Ramadhan yang lalu, Taswin Yacub selaku Ketua Umum Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Kota Pekanbaru menyampaikan keprihatinan organisasi tempat berhimpunnya para perantau Kuantan Singingi (Kuansing) itu.
Usai berbuka puasa bersama yang ditaja Barisan Muda Kuantan Singingi Bersatu (BMKSB) dan IKKS di salah satu hotel berbintang di Kota Pekanbaru itu, Taswin Yacub menyatakan kerisauannya karena ada 'petelagahan' atau silang pendapat antar pejabat publik di Kuantan Singingi karena dipicu miskomunikasi justru diumbar di berbagai media pers dan media sosial.
"Terus terang saja IKKS risau dan prihatin karena akhir-akhir ini ada pejabat publik di Kuansing yang mengumbar 'petelagahan' di berbagai media. Ini tidak elok karena akan mengganggu kondusifitas masyarakat di Kuansing," tegas Taswin Yacub di depan ratusan warga Kuansing yang tergabung di IKKS, Sabtu malam 23 April 2022.
Dalam kaitan itu Taswin Yacub mengingatkan, semua pihak di Kuansing agar bisa membangun kondisi yang tenteram dan kondusif demi mewujudkan Kuansing yang bermarwah dan bermartabat.
Akan tetapi tiga bulan setelah tokoh Kuansing Taswin Yacub menyampaikan keprihatinan, ternyata sampai saat ini (Juli 2022), 'perseteruan' pihak legislatif yang mencuat melalui "corong" Ketua DPRD Kuansing, Adam di satu sisi dengan pihak Pemkab Kuansing yang representasinya melalui Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kuansing Suhardiman Amby di sisi yang lain, kini justru makin diumbar ke ranah publik.
Ironisnya yang diumbar ke ruang publik itu hal-hal internal yang seyogianya bisa dikomunikasikan dan diselesaikan melalui saluran komunikasi internal pula. Sebut misalnya 'perseteruan' anggota DPRD Kuansing yang mencuat seru ke khalayak melalui dua kubu yakni kubu 'Sanjai' dan 'Galamai' di DPRD Kuansing, polemik kocok ulang Alat Kelengkapan Dewan (AKD), bahkan yang terbaru kisruh ratusan guru yang tergabung dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK - P3K). Itu semua digoreng dan diobok-obok ke depan umum tanpa sungkan.
Jangankan warga Kuansing, saya atau kami orang luar Kuansing saja sudah merasa malu dan risih melihat 'kurenah' yang ditontonkan para pejabat publik Kuansing ke khalayak ramai akhir-akhir ini.
Sudah sedemikian parahkah moralitas oknum di Kuansing sehingga tega-teganya mengorbankan kepentingan rakyat, mengumbar hal-hal yang semestinya tidak perlu jadi konsumsi orang awam sekarang justru diobral ke media sosial.
Terkait dengan hal itu berbagai asumsi kita pun muncul ke permukaan. "Ah, jangan-jangan karena mereka takut kehilangan panggung, takut kalah populer, takut kekuasaan tergerus, maka dipublikasikan berbagai masalah internal itu ke dunia luar".
Atau barangkali bisa jadi karena adanya desakan "para pembisik" di belakang yang memiliki pengaruh luar biasa dan khawatir ke depannya bakal kehilangan 'mimbar'?
Apa pun yang menjadi alasan mengumbar konflik ke ranah publik, jelas itu tidak sehat dan tidak kondusif terutama bagi masyarakat dan daerah Kuansing itu sendiri. Sebab, yang dibutuhkan masyarakat Kuansing dewasa ini adalah bagaimana jalan akses ke kampung mereka, jalan ke kantong-kantong produksi karet dan sawit mereka mulus dan bisa dilewati kendaraan dengan aman. Bagaimana agar harga bahan pokok, harga cabai dan lain-lain tidak mahal, atau bagaimana anak-anak mereka bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.
Harus dipahami bahwa tuntutan masyarakat Kuansing di kampung-kampung tidak muluk-muluk, hanya sederhana sekali. Sadarilah bahwa masyarakat Kuansing di pedesaan tidak terpengaruh eforia politik sesaat, tidak peduli ambisi politik kelompok tertentu apalagi ambisi politik perorangan.
Jika para pejabat publik di Kuansing masih saja saling mengumbar emosional sesaat, mengumbar ambisi pribadi dengan dibungkus kepentingan masyarakat, bersiaplah Kuansing akan terus terpuruk. Bahkan bayangan paling buruk yakni terjadinya 'stagnasi pembangunan' di Kuansing yang kini malah sudah di depan mata.
Tak percaya? Tengoklah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kuansing yang terus anjlok sejak dua tahun belakangan. Jika tahun 2019 lalu IPM Kuansing tercatat 70,78, dua tahun kemudian (2021) IPM daerah ini terjun bebas kini tercatat 70,60 jauh di bawah IPM Riau yang 72,94 dan IPM Nasional 72,29 (tahun 2021).
Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Riau, IPM Kuansing 70,60 yang anjlok saban tahun itu kini berada pada posisi ke-7 di bawah IPM Kabupaten Pelalawan yang angkanya 72,08, atau beberapa point sedikit di atas Indragiri Hulu yang IPM nya 70,01.
IPM Kuansing yang selalu "terjun bebas" sejak beberapa tahun belakangan inilah yang seyogianya menjadi polemik dan bahasan serius pihak DPRD Kuansing bersama Pemkab ketimbang berpolemik terbuka dengan isu-isu sekarang.
Sebab, pencapaian IPM yang rendah dan terus menurun jelas persoalan krusial. Bahkan angka-anga IPM itu bisa menjadi indikasi serius bahwa pembangunan di Kuansing kini menuju stagnan alias jalan di tempat.
IPM adalah sebuah indikator bagaimana penduduk di suatu daerah dapat mengakses pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. IPM juga menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan suatu daerah dalam upaya membangun kualitas hidup manusia atau masyarakatnya.
Secara nasional bagi Indonesia IPM merupakan data strategis sebagai ukuran kinerja pemerintah dan juga dijadikan sebagai salah satu alokator penentuan besaran Dana Alokasi Umum (DAU).
Dari angka-angka statistik IPM Kuansing itu, sebagai orang luar Kuansing, penulis hanya ingin mengingatkan semua pihak yang berperan dalam pemerintahan di Kuansing baik itu jajaran Pemkab maupun pihak DPRD Kuansing untuk bisa secepatnya saling membuka diri, membuka hati, membicarakan dan mencari solusi bagaimana dua lembaga di lingkup pemerintahan di daerah yakni DPRD dan Pemkab/Plt Bupati Kuansing Suhardiman Amby dapat seiring sejalan.
Manyarakat Kuansing tidak butuh muluk-muluk, tidak butuh "kursi" di DPRD atau jabatan mentereng di Pemkab. Mereka hanya butuh hidup nyaman, aman, harga karet dan sawit membaik, berbagai harga bahan pokok terjangkau, bisa menyekolahkan anak-anaknya dan menikmati makan tiga kali sehari.
Sederhana sekali karena itu jangan recoki masyarakat Kuansing dengan polemik ambisius tak berkesudahan. Ingat, lama-lama masyarakat Kuansing akan muak, akhirnya mereka apatis dan cuek dengan para oknum pejabat publik yang selalu mengumbar ambisi pribadi. Tabik! (Bersambung ke tulisan ke-2)