Suasana persidangan kasus dugaan pencurian dengan terdakwa dua pimpinan PT TBS di PN Teluk Kuantan, Selasa (16/7/2024). (F:RBI/ANews)
TELUK KUANTAN (ANews) - Sebelum Bank Rakyat Indonesia (BRI) lelang lahan kebun kelapa sawit dan bangunan milik PT Tri Bakti Sarimas (PT TBS) dengan nilai Rp1,9 triliun, ternyata pemilik Surya Dumai yang terafiliasi dengan First Resources, Martias sudah beberapa kali bertemu dengan Beyamin, Direktur Utama PT TBS sekiranya terjadi pada kurun waktu bulan Juni 2023.
Dalam tiga kali pertemuan tersebut Martias mengungkapkan berminat membeli kebun seluas 17.600 hektare milik PT TBS dengan menawarkan nilai Rp 2 triliun.
Hal tersebut terungkap disampaikan Penasehat Hukum Beyamin (Direktur PT TBS,red) Indra M Wicaksono melalui keterangannya berdasarkan keterangan terdakwa perkara dugaan pencurian dan penggelapan kebun kelapa sawit yang dilaporkan oleh PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM) yang merupakan anak usaha dari First Resources di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Selasa (16/7/2024).
Sidang lanjutan dengan Nomor Perkara 90/Pid.B/2024/PN.Tlk saat ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan. Pada persidangan yang berlangsung pada Selasa 16 Juli 2024 itu, dua pimpinan PT TBS, Beyamin dan Bambang Haryono diperiksa keterangannya oleh majelis hakim yang dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Teluk Kuantan Agung Iriawan SH MH.
Beyamin mengaku bertemu dengan Martias tiga kali. Malah dalam salah satu pertemuan, Martias mengajak anaknya yaitu Cilliandra sambil melakukan negosiasi dan makan bersama.
Martias menawarkan Rp 2 triliun untuk membeli ribuan hektare lahan kebun sawit yang berlokasi di Kuantan Singingi Provinsi Riau. Belakangan, Martias menawarkan Rp 1,9 triliun yang pada pokoknya ditolak oleh Beyamin.
"Martias dalam pertemuan terakhir hanya mengatakan ya sudah sampai ketemu di pelelangan," ujar Beyamin seperti disampaikan Indra M Wicaksono melalui keterangannya berdasarkan hasil persidangan.
Disampaikan Indra, Beyamin menolak tawaran Martias tersebut karena pada akhir tahun 2022, lahan kebun sawit milik PT TBS telah dilakukan penilaian oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Nana & Rekan yang menyatakan bahwa nilai dari lahan kebun sawit milik PT TBS adalah sebesar Rp 2,49 Triliun.
Pada awal Desember 2023, BRI menyatakan akan melakukan pelelangan lahan kebun kelapa sawit tersebut. Beyamin sempat meminta penundaan dan juga melakukan perlawanan hukum dengan menggugat BRI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun segala upaya tersebut gagal. Baru pada 28 Desember 2023, BRI melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan pelelangan terhadap lahan milik PT TBS. Anehnya, menurut Beyamin, peserta lelang tunggal yaitu PT Karya Tama Bakti Mulya (KTBM) yang kemudian ditetapkan menjadi pemenangnya dengan nilai harga Rp 1,9 triliun.
PT Karya Tama Bakti Mulia (PT KTBM) sendiri belakangan diketahui terafiliasi dengan Surya Dumai maupun First Resources.
Beyamin yang saat itu berada di Jakarta mengetahui informasi pelelangan ini terjadi melalui whatsapp dari salah satu petinggi BRI.
Beyamin kaget dan kemudian melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH) dan gugatan ke PTUN. Sayangnya, pada 2 Februari 2024, Beyamin justru ditetapkan statusnya sebagai tersangka dengan tudingan pencurian dan penggelapan. Tak hanya itu, ia bersama-sama dengan Bambang Haryono yang merupakan General Manager Plantation PT TBS ditahan oleh Polda Riau. Kasus ini menjadi ramai setelah Komisi III DPR memanggil Polda Riau karena dugaan intimidasi terhadap dua pimpinan PT TBS tersebut.
Dalam keterangannya di depan hakim, Beyamin mempertanyakan statusnya sebagai tersangka pencurian.''Saya sudah sejak 1986 mendirikan perusahaan ini dan membangun perkebunan. Saya belum pernah terlibat kasus hukum apapun. Ironisnya saya menjadi tersangka pencurian di lahan kebun sawit milik saya sendiri,'' katanya.
Baik Beyamin maupun Bambang sama-sama heran dengan penetapan status tersangka termasuk penahanan Bambang oleh Polda Riau hingga Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi. Keduanya merasa bahwa lahan kebun sawit PT TBS yang dilelang itu belum beralih kepemilikannya secara sempurna. "Masa saya mencuri di lahan saya sendiri,'' ujar Beyamin yang pada kurun waktu 29 Desember hingga 5 Januari 2024 berada di Jakarta.
Terkait dengan tanggal peristiwa dan penetapan ini kembali menjadi pertanyaan tim penasihat hukum kedua terdakwa. ''Ini aneh, bahwa awalnya dugaan tindak pidana pencurian dan pengelapan pada proses penyidikan dugaan peristiwanya dilakukan pada tanggal 29 Desember 2023 namun kemudian berubah di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi bahwa dugaan peristiwa tindak pidana pencurian dan penggelapan malah didakwa pada tanggal 2 sampai 5 Januari 2024,'' ujar Advokat Indra M. Wicaksono SH MH.
Ketidakjelasan mengenai tanggal ini pun beberapa kali dipertanyakan oleh tim penasihat hukum. Jaksa penuntut umum juga tidak membantah soal ketidakjelasan ini. Saat dikonfirmasi Indra menilai bahwa hal tersebut diduga terjadi penyelundupan hukum dan cacat materiil yang dilakukan oleh Penyidik Polda Riau. ''Dan kemudian tidak diteliti dengan baik dan cermat oleh Jaksa Peneliti Kejati Riau sehingga akhirnya didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kuantan Singingi kepada klien kami,'' kata Indra.
Tak hanya masalah ketidakjelasan dengan tanggal peristiwa pidana, masalah barang bukti pun jadi masalah saat persidangan berlangsung. Tim Penasihat Hukum para Terdakwa lainnya, Haryo P Hadrianto SH meminta jaksa untuk menghadirkan barang bukti. Setelah 30 menit, Persidangan sempat diskors dan jaksa penuntut umum berusaha mengambil barang bukti dari tempat penyimpanannya di Kejari Kuansing. Salah satu barang bukti yang dihadirkan adalah 14 Fotocopy Sertipikat HGU dan HGB. yang kemudian setelah ditunjukan oleh JPU di persidangan sertipikat tersebut masih atas nama PT. Tri Bakti Sarimas (TBS). Menurut Haryo, unsur mengambil barang milik orang lain tidak terbukti karena berdasarkan Sertipikat tersebut baik dari tanggal 29 Desember 2023 sampai dengan 5 Januari 2024 masih atas nama PT Tri Bakti Sarimas (TBS). Diketahui belakangan balik nama sertipikat tersebut baru dilakukan pada tanggal 13 Februari 2024 sebagaimana keterangan dari saksi Kantor BPN Kuantan Singingi yang sempat dihadirkan di persidangan beberapa waktu lalu.
Hingga kini proses persidangan masih terus berlanjut. Pihak Surya Dumai sendiri sejauh ini belum bisa di konfirmasi terkait dengan pernyataan Direktur PT TBS Benyamin. (RBI/ANews)