Pemberhentian Sementara Bupati Bengkalis Non Aktif Amril Mukminin
Pekanbaru (ANews) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau segera usulkan pemberhentian sementara Bupati Bengkalis non aktif Amril Mukminin ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Rencana usulan pemberhentian terhadap Amril karena terjerat kasus dugaan suap terkait proyek multi years pembangunan jalan Duri - Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis itu, karena telah menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
"Proses pemberhentian sementara Bupati Bengkalis nonaktif segera kita usulkan," kata Asisten I Setdaprov Riau, Ahmad Syah Harrofie, dikutip dari riauterkini.com, Sabtu (27/6/20).
Selain itu, Pemprov Riau juga akan melakukan konsultasi ke Kemendagri terkait jabatan Pelaksana Harian (Plh) Bupati Bengkalis, yang saat ini dijabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bengkalis, Bustami HY.
Apakah status Plh Bupati Bengkalis tersebut menjadi Pelaksana Tugas (Plt). Jika kebijakan harus Plt yang menjabat, artinya akan ada penunjukan pejabat dari provinsi nantinya.
"Jadi kita tunggu bagaimana Mendagri menyikapi ini. Karena Wakil Bupati Bengkalis Muhammad juga sampai saat ini belum mucul (DPO), makanya kita serahkan Mendagri seperti apa. Apakah status Plh Bupati Bengkalis dijadikan Pelaksana Tugas (Plt), tapi orangnya sesuai undang-undang dari pejabat provinsi," papar Ahmad.
Sidang pertama Amril Mukminin
Sementara itu, Amril Mukminin, Bupati Bengkalis nonaktif yang menjadi terdakwa dalam dugaan korupsi gratifikasi proyek pembangunan jalan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Kamis lalu.
Sidang itu berlangsung secara virtual sehingga Amril dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny Franky Pangaribuan SH tetap berada di gedung Merah Putih Jakarta sementara majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina SH MH berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Riau.
Pada sidang perdana itu, JPU mengungkap panjang lebar sepak terjang Amril Mukminin dalam pusaran dugaan korupsi gratifikasi, bahkan saat dirinya masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis dua periode hingga Bupati Bengkalis di awal 2016.
Uang puluhan miliar diduga masuk ke kantor Amril saat dirinya masih sebagai anggota DPRD Bengkalis dua periode yakni 2009-2014, 2014-2019 dan kala awal menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.
"Terdakwa terdakwa Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata JPU KPK.
Di awal dakwaan, JPU menerangkan dalam proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning, Amril disebut sebagai orang yang mengupayakan agar PT Citra Gading Asritama (PT CGA) memenangkan pekerjaan proyek tersebut. Padahal, perusahaan itu kata JPU bermasalah dan telah diblacklist. Untuk memuluskan upayanya, Amril diduga disuap sejumlah uang dalam bentuk Dolar Singapura.
"Totalnya SGD520.000. Atau jika dirupiahkan setara dengan Rp5,2 miliar. Uang itu diterima melalui ajudan terdakwa, Azrul Nor Manurung. Yang diserahkan melalui Triyanto, pegawai PT CGA, atas perintah Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA," terang JPU.
Selain Amril, dalam dakwaan itu JPU juga berulang kali menyebut nama Kasmarni, istri sah Amril. Kasmarni sendiri diketahui tengah getol maju dalam pemilihan Bupati Bengkalis, Desember 2020 mendatang. Kasmarni diduetkan dengan Bagus Santoso dan telah didukung tiga partai, yakni PAN, PKB dan PBB.
JPU mengatakan bahwa istri Amril, yakni Kasmarni, disebut turut diduga menerima uang sebanyak Rp23,6 miliar lebih. Uang itu diketahui dari dua orang pengusaha sawit. Uang tersebut diterima oleh Kasmarni secara tunai maupun melalui transfer ATM dalam waktu 6 tahun.
Adapun pengusaha sawit yang dimaksud yakni, Jonny Tjoa selaku Direktur Utama dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Adyanto selaku Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera.
"Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu diterima dikediamannya pada Juli 2013-2019," ungkap JPU.
Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.
"Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni," paparnya.
Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga Amril dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril juga menerima gratifikasi dari Adyanto saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.
"Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni di rumah kediaman terdakwa," sebut JPU.
Menanggapi dakwaan itu, Amril yang diberikan kesempatan berbicara mengaku keberatan dengan isi dakwaan JPU.
"Saya selaku terdakwa, saya akan mengatakan benar apabila itu sesuai fakta dan kenyataan. Dan apabila tidak sesuai fakta yang sebenarnya, saya
keberatan dengan dakwaan," ungkap Amril, dalam sambungan vidcon itu.
Tidak hanya itu, dirinya juga memohon kepada majelis hakim agar bisa dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) di Kota Pekanbaru. Hal tersebut dikarenakan, dirinya ingin secara langsung ikut dalam persidangan ke depannya. ZET
Tulis Komentar