Hukrim

Kalah Beruntun Tiga Kali Praperadilan, Mahasiswa: Kajari Kuansing Tidak Profesional dan Hanya Sibuk Bangun Opini Mengambang

Mantan Ketua Umum Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singing (Ipmakusi) Pekanbaru,Rudri Misdianto Saputro, S.H. (Ft.Dokpri-ANews)

PEKANBARU (ANEWS) - Profesionalitas Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, khususnya di bawah kepemimpinan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing Hadiman, saat ini patut dipertanyakan secara serius. Sebab, Kejari Kuansing hingga sekarang tercatat sudah tiga kali kalah beruntun dalam gugatan praperadilan kasus korupsi.

"Sebagai bagian dari masyarakat Kuansing, kami sangat berharap para petinggi kejaksaan di Kejaksaan Agung untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran Kejari Kuansing khususnya terkait kepemimpinan Hadiman sebagai Kajari. Kekalahan beruntun tiga kali dalam gugatan praperadilan harus dijadikan pijakan evaluasi bahwa ada sesuatu yang salah di lingkungan Kejari Kuansing. Menurut kami, kesalahan itu bisa jadi karena Kajari Hadiman tidak profesional karena hanya sibuk membangun opini yang mengambang di masyarakat dan menggiring sesuatu isu hukum yang belum tentu ada benarnya," tegas mantan Ketua Umum Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singingi (Ipmakusi) Pekanbaru Rudri Misdianto Saputro, S.H, dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi Amanah News di Pekanbaru, Senin (1/11/2021).

Menurut Rudri, pandangan objektif dimulai dari melihat makna dari etika profesi seorang jaksa, merupakan salah satu rujukan penting bahwa etika dikedepankan dalam lingkungan kerja. Etika profesi juga sebagai pedoman hidup seorang pegawai untuk memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan keahlian atau keterampilan atau bahkan pengetahuan seseorang sehingga karyawan atau pegawai tersebut dalam melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Akan tetapi, kata Rudri, hal itu tampak tidak dilakukan oleh Kajari Kuansing Hadiman, di mana seharusnya Kajari memberikan pesan penuh dengan kesejukan kepada publik. Kejaksaan sebagai institusi yang begitu mulia harus nya mengedepankan tingkah laku yg baik di mata masyarakat bukannya menimbulkan opini opini yg mengambang yang justru membuat masyarakat Kuansing makin bingung dan terpecah belah.

Salah satu bukti tidak profesionalnya Kajari Hadiman, kata Rudri Misdianto adalah, dengan kasus kekalahan beruntun tiga kali dalam proses sidang praperadilan di pengadilan.

Disebutkan, kekalahan beruntun itu adalah yang pertama penggeledahan dan penyitaan yang diajukan oleh Aries Susanto dalam kasus korupsi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuantan Singingi beberapa waktu lalu. Kemudian kekalahan kedua terjadi pada kasus sidang praperadilan yang diajukan Hendra AP yang dijadikan tersangka oleh Hadiman, Sebagaimana dalam putusan nomor 1/Pid. Pra/2021/PN.Tlk tanggal 5 April 2021, Yang ketiga pada kasus Indra Agus Lukman yang kalah kembali pada sidang praperadilan Penetapan tersangka Indra Agus Lukman selaku kepala Distamben Provinsi Riau

"Kami menilai, kekalahan beruntun Hadiman dalam praperadilan itu membuktikan bahwa Kajari Kuansing tidak profesional dan telah menggunakan kekuasaan secara ugal ugalan dalam menegakkan kasus hukum. Karena dalam sidang praperadilan yang diuji adalah prosedural dalam menegakkan hukum oleh kejaksaan negeri Kuansing, baik itu dalam penggeledahan, penyitaan ataupun penetapan tersangka," tambah Rudri.

Selain itu, katanya, penegakan hukum yang salah dalam melaksanakan prosedur penegakan hukum adalah penegak hukum yang tidak taat hukum dan rentan dijadikan alat politik oleh kelompok-kelompok tertentu. 

Oleh karena itu, ujar mahasiswa S2 Universitas Indonesia tersebut, Hadiman tidak pantas mendapatkan gelar jaksa terbaik ke 1 di riau, akan tetapi Hadiman pantas mendapat gelar jaksa nomor 1 tidak profesional dengan dibuktikan 3 kali kalah dalam sidang praperadilan. "Untuk itu kepada para petinggi di Kejaksaan Agung kami minta Kajari Kuansing Hadiman dicopot dari jabatannya karena tidak profesional," katanya.

Disamping itu, tambah Rudri, patut pula dipertanyakan terkait keberadaan uang sitaan kasus mantan Kepala BPKAD Kuansing Hendra AP yang sampai saat ini tidak ada kejelasannya. Apalagi, dalam proses penyitaan tersebut dinilai tidak sesuai dengan prosedur di dalam KUHP yaitu pasal 39 ayat 1 KUHAP, yang menyebutkan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Sedangkan dalam penyitaan uang tersebut tidak mendapatkan penetapan izin sita oleh Pengadilan Negeri Teluk Kuantan.

"Sekarang masyarakat bertanya-tanya karena kita tidak tahu ratusan juta rupiah uang yang di sita oleh Kejari Kuansing tersebut keberadaannya entah dimana," tegas Rudri Misdianto. (ZET)



Tulis Komentar