Skandal Djoko Tjandra

Tiga Jenderal Polisi Terjungkal

Jakarta (ANews) - Pelarian buronan kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra ternyata berujung panjang. Bayangkan, dalam sepekan terakhir ini saja, sudah ada tiga jenderal di kepolisian yang terjungkal, dicopot secara mendadak oleh Kapolri Jenderal Idham Azis karena diduga melanggar etik ataupun bersangkutan dengan buronan itu.
Jenderal pertama yang terjungkal, yakni Idham Azis mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dari jabatannya setelah terbukti menandatangani surat jalan untuk Djoko melintas dari Jakarta ke Pontianak Juni lalu.
Pencopotan itu sesuai dengan surat telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Dalam hal ini, Prasetijo menjalani pemeriksaan di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan ditahan selama 14 hari di ruang khusus Provos Mabes Polri.
Penyidikan internal terhadap dirinya hingga Jumat (17/7) pun belum rampung. Namun sejumlah fakta-fakta terungkap. Misalnya, dia sempat berkomunikasi langsung dengan Djoko Tjandra tanpa melalui perantara.
Kemudian, dia pun membantu Djoko Tjandra untuk membuat surat keterangan bebas Covid-19 sehingga berpergian. Diketahui, dia membantu dengan medampingi dan memanggil dokter dari Pusdokkes Polri untuk memeriksa orang yang mengaku sebagai Djoko Tjandra.
"Yang datang itu bukan Djoko Tjandra tapi mengaku Djoko Tjandra. Menurut keterangan dokter bahwasanya yang datang dengan yang di TV beda," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia, Jumat (17/7).
Bukan hanya polemik surat jalan Djoko Tjandra. Kini, Kapolri pun mencopot dua perwira tinggi lain di Korps Bhayangkara karena terlibat dalam sengkarut penghapusan red notice atas nama buronan itu dari data Interpol sejak 2014 lalu.
Mereka adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo. Keduanya menjalani pemeriksaan di Propam dan dinyatakan telah melanggar etik.
Pencopotan dua perwira tinggi itu tertuang dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asistem Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020.
Nugroho dalam jabatannya sempat bersurat ke Dirjen Imigrasi pada 5 Mei 2020 lalu untuk memberikan informasi terkait terhapusnya data red notice Joko Tjandra di Interpol. Menurut Argo, terdapat kesalahan dalam penerbitan surat tersebut dan tidak melalui proses pelaporan terhadap pimpinannya.
Hal itu kemudian merembet juga pada Napoleon yang merupakan pimpinan dari Nugroho di Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Kelalaian dalam pengawasan staf," kata Argo.
Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Posisi Napoleon digantikan Wakil Kapolda NTT Brigjen Johanis Asadoma.
Sementara Nugroho dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Posisi Nugroho digantikan oleh Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.
Masih dalam surat yang sama, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Kombes Andian Rian R. Djajadi diangkat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri menggantikan Brigjen Prasetijo Utomo.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun mengatakan bahwa pihaknya bakal mengusut tuntas semua kejahatan anggota kepolisian yang ada dalam pusaran Djoko Tjandra ini secara pidana. 
Dia bahkan membentuk tim khusus yang beranggotakan personel dari Direktorat Tindak Pidana Umum, Direktorat Tindak Pidana Korupsi, Direktorat Siber.

Lurah juga dicopot

Polemik pelarian Djoko Tjandra di Indonesia belakangan ini memang memuncak. Bukan hanya di Korps Bhayangkara, namun sebelumnya terdapat satu pejabat sipil yang dicopot lantaran diduga turut membantu Djoko Tjandra.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan menonaktifkan Lurah Grogol Selatan Asep Subahan akibat penyalahgunaan wewenang dalam pelayanan pembuatan e-KTP Joko Sugiato Tjandra atau Djoko Tjandra.
"Laporan investigasi inspektorat sudah selesai dan jelas terlihat bahwa yang bersangkutan telah melanggar prosedur penerbitan e-KTP tersebut. Ini fatal, tidak seharusnya terjadi, yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," ujar Anies dikutip dari keterangan resmi Pemprov DKI.
Polemik pengurusan e-KTP Djoko Tjandra mencuat ke publik beberapa waktu belakangan ini. Pasalnya, buronan kelas kakap itu diketahui mendatangi Kantor Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020 untuk mengurus e-KTP sebagai syarat untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus yang menjeratnya.

Prasetijo dekat dengan Djoko

Fakta terbaru tentang kedekatan anara Brigjen Prasetijo Utomo, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, dengan buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, diungkap Polri. Jenderal bintang satu itu ternyata ikut mendampingi perjalanan Djoko Tjandra ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Iya, bersama (Djoko Tjandra)," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, seperti dilansir detikcom, Sabtu (18/7/2020).
Brigjen Awi Setiyono belum menjelaskan lebih detail untuk apa Prasetijo pergi bersama Djoko Tjandra. Namun ia mengatakan hal itu membuat Prasetijo tidak hanya diproses secara kode etik, namun juga akan diproses terkait dugaan disiplin.
"Ke luar daerah tanpa izin pimpinan. Dia buat surat sendiri, dia berangkat, berangkat sendiri. Kalau ditanya keterlibatan pimpinan (tidak ada), (sebab) dia tanda tangan sendiri, jadi dia sendiri yang harus tanggung jawab," tegas Awi.
Sebagaimana diketahui, dengan menggunakan wewenang dalam jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri kala itu, Prasetijo menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra. Dalam surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas, Djoko Tjandra disebut menjabat sebagai konsultan di Bareskrim.
Dalam surat itu juga tertera, Djoko melakukan perjalanan ke Pontianak pada 19 Juni 2020 untuk kepentingan konsultasi dan koordinasi, dan dia kembali pada 22 Juni 2020. Surat itu diteken Prasetijo dan dikeluarkan pada 18 Juni 2020, atau sehari sebelum keberangkatan mereka ke Pontianak.
Awi menegaskan keterangan Djoko Tjandra yang tertulis di surat jalan adalah kebohongan belaka yang dibuat Prasetijo.
"Dan yang ditulis konsultan itu karangan dia lo, itu palsu itu. Ada pihak yang masih berpikir Djoko Tjandra konsultan di Bareskrim, harus diluruskan bahwa itu karangan, itu palsu, itu bohong," ujar Awi.
Pada kesempatan berbeda, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) angkat bicara soal kasus ini. Kompolnas menduga ada indikasi tindak pidana suap dalam perbuatan Brigjen Prasetijo itu.
"Dia melakukan hal yang bukan menjadi wewenangnya, kenapa melakukan itu? Kita patut menduga itu ada penyuapan di situ," kata Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti.
Poengky mengungkapkan pihaknya menerima informasi bahwa Brigjen Prasetijo mengetik surat jalan menggunakan komputernya sendiri. Poengky menyebut surat jalan itu pun palsu karena dalam prosedur sesungguhnya, surat jalan dikeluarkan atas dasar surat perintah atasan, dalam hal ini Kabareskrim atau Wakabareskrim.
Pihak lainnya, yaitu Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meyakini Djoko Tjandra saat ini sudah berada di Kuala Lumpur, Malaysia. MAKI bahkan mengaku pernah bertemu langsung dengan Djoko Tjandra di Negeri Jiran itu.
"Ini jelas di Kuala Lumpur. Saya tahu persis Oktober kemarin tim kita ketemu dan sekarang dia balik ke Kuala Lumpur," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman. (ZET)



Tulis Komentar