Nasional

Ekonom: Resesi Ekonomi Bukan Isu Besar

Jakarta (ANews) - Ekonom menilai kontraksi dan resesi ekonomi bukan merupakan isu besar. Pasalnya, resesi merupakan sebuah normal baru di tengah pandemi covid-19 ini.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan hampir semua negara mengalami kondisi serupa karena virus yang mewabah itu.

"Kontraksi ekonomi dan resesi sudah menjadi normal baru, banyak negara mengalami lebih disebabkan pandemi," ujarnya dalam Forum Diskusi Salemba, Rabu (16/9/2020).

Khusus untuk Indonesia, ia memprediksi jeratan resesi ekonomi pada kuartal III 2020 ditandai dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi negatif. Artinya, Indonesia mengalami kontraksi ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut usai minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri telah mengungkapkan terdapat peluang resesi ekonomi karena pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 diperkirakan berada di kisaran 0,0 persen hingga minus 2,1.

Namun, sekali lagi Piter menilai kondisi tersebut normal terjadi karena selama virus corona masih meningkat, maka kontraksi dan resesi ekonomi tidak bisa dielakkan.

"Memang akan terjadi di banyak negara, disebutkan kalau tidak salah Bank Dunia menyebutkan 93 persen negara di dunia akan mengalami reses sebagai akibat pandemi," ucapnya.

Karenanya, ia menilai resesi ekonomi bukan kesalahan dari kebijakan dan program pemerintah. Justru sebaliknya, ia menilai pemerintah dan otoritas keuangan lainnya, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah sigap mengambil langkah menangani dampak pandemi melalui sejumlah program.

Beruntungnya, kata dia, kontraksi ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 lalu tidak sedalam negara lain yang mencapai minus belasan hingga puluhan persen.

"Jadi, resesi tidak perlu menjadi alat untuk klaim pemerintah gagal dalam berbagai program, bukan. Menurut saya itu klaim keliru kalau dengan resesi lalu kita mengatakan program pemerintah dan pemulihan ekonomi nasional menjadi gagal, sama sekali tidak kalau menurut saya," ujarnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga menyatakan resesi ekonomi tidak berarti bahwa kondisi perekonomian Indonesia sangat buruk. Alasannya, ia menilai sejumlah indikator ekonomi sudah membaik pada periode Juli dan Agustus dibandingkan posisi Mei hingga Juni, yang merupakan puncak hantaman pandemi pada ekonomi Indonesia.

"Kalau secara teknikal kuartal III ini kita di zona negatif, maka resesi terjadi. Namun, tidak berarti kondisinya sangat buruk, karena kami lihat kalau kontraksi lebih kecil dan menunjukkan ada pemulihan di bidang konsumsi dan investasi melalui dukungan belanja pemerintah di akselerasi cepat," ujarnya usai rapat bersama Banggar DPR beberapa waktu lalu. (RMH)



Tulis Komentar