Pencemaran Lingkungan Bukan Delik Aduan

Pakar Lingkungan: SKK Migas & PT.Chevron Pacific Indonesia Dapat Dituntut Pidana

Salah satu hamparan kebun warga di kawasan Minas, Riau, yang digenangi limbah minyak PT CPI. (Ft.Dok-ANews)

PEKANBARU (ANEWS) - Pencemaran limbah B3 (minyak bumi)  PT Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) di lahan masyarakat dan kawasan hutan ternyata sampai saat ini masih banyak yang belum dipulihkan. 

Dari inventarisasi ada ratusan lokasi tersebar di Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir dan Siak yang seolah disengaja tidak dilakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup oleh PT CPI. Ini dinilai sangat ironis karena kontrak PT CPI di Blok Rokan tersebut akan segera berakhir.

Pakar Lingkungan Hidup Dr. Elviriadi dalam keterangannya yang diterima Redaksi Amanah News, Selasa (4/5/2021) petang, menyebutkan kondisi pencemaran limbah B3 yang sudah lama terjadi di lahan masyarakat dan kawasan hutan masih akan terus berlanjut dan berpotensi meluas yang berdampak semakin membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. 

Hal ini sudah lama menimbulkan keresahan masyarakat, mengurangi kenyamanan hidup mereka, sehinga masyarakat yang lahannya tercemar limbah B3 (minyak bumi) PT CPI tidak saja mengalami kerugian secara materiil, tetapi juga mengalami kerugian immateriil. 

Disebutkan Elviriadi, dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup WAJIB melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

"Dari media yg saya baca serta melihat progress di lapangan, PT.CPI bersama SKK Migas terkesan "berkonspirasi" membiarkan untuk tidak melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di sebagian besar lahan masyarakat maupun kawasan hutan yang terkontaminasi minyak bumi," ungkap Elviriadi. 

PT CPI, kata dia, sengaja melalaikan kewajibannya untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup yang diamanatkan oleh undang-undang, bahkan PT CPI akan melakukan pemindahtanganan kewajiban pemulihan lingkungn hidup kepada kontraktor selanjutnya (PT. Pertamina Hulu Rokan) yang juga telah diketahui dan disetujui oleh SKK Migas. Seolah-olah kegiatan pemulihan fungsi lingkungan hidup dianggap suatu project, yang bisa ditunda dan dialihkan.

Lebih lanjut Elviriadi mengatakan, mereka tidak sadar bahwa itu merupakan kewajiban sebagai konsekuensi dari perbuatan melawan hukum dan kesalahan mereka sejak masa lalu. Sudah belasan tahun pencemaran limbah B3 PT CPI terjadi, namun pemulihan lingkungan hidup tanah terkontaminasi minyak bumi tidak segera diselesaikan.

"SKK Migas sebagai pihak yang menyetujui rencana kegiatan dan anggaran PT CPI harus ikut bertanggung jawab, karena sampai saat ini masih banyak pencemaran minyak bumi yang terjadi terutama di lahan masyarakat. Publik pantas meminta ketegasan SKK Migas, mana tanggung jawab SKK Migas untuk menuntaskan pemulihan TTM ini dalam waktu tinggal 3 bulan lebih kurang," ujarnya.

Ia menilai, PT CPI dengan persetujuan SKK Migas sengaja tidak melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup pada lahan masyarakat dan kawasan hutan yang tercemar limbah B3. Hal ini menyebabkan pencemaran tetap terjadi yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

"Dengan kondisi seperti itu, berdasarkan UU No.32 Tahun 2009, serta mempedomani pasal 55 dan pasal 56 KUHP, PT CPI dan SKK Migas dapat dituntut pidana paling singkat 3 tahun, serta denda paling sedikit Rp 3 milyar," tegasnya.

Di samping itu, tambah Elviriadi, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan antara lain perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, perbaikan akibat tindak pidana, pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak.

"Perkara lingkungan hidup bukan kategori delik aduan, sehingga aparat penegak hukum dapat memproses dugaan tindak pidana yang dilakukan PT CPI dan SKK Migas tanpa harus menerima pengaduan masyarakat yang lahannya masih tercemar Limbah B3 PT. Chevron Pacific Indonesia," ucap Elviriadi menambahkan. (rls/ZET)



Tulis Komentar