Pembangunan Kota Berkelanjutan
Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env
JIKA dilihat dari kronologis sejarahnya, pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city) adalah turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dicetuskan oleh World Comission on Economic and Development (WCED) atau dikenali juga sebagai Laporan Brundtland (Brundtland Report) pada tahun 1987. Seturut itu, kota berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai suatu pembangunan kota yang dapat untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Suatu definsi yang sangat ideal untuk pembangunan kota, karena mengandug arti filosofis bahwa pembangunan harus dapat dinikmati oleh anak cucu di masa yang akan datang (inter generation equity) dan juga dalam generasi yang sama pada masa kini secara berkeadilan (intra generation equity).
Membincangkan kota berkelanjutan, seolah tidak pernah habis-habisnya karena memang ianya suatu konsep yang perlu untuk dijabarkan di tingkat akar rumput, supaya dapat untuk diterapkan di lapangan. Keberlanjutan bukan titik akhir (end point), namun merupakan suatu proses yang akan terus bergulir dari masa ke masa. Kota tumbuh dan berkembang dengan segala dinamikanya. Persoalannya adalah bagaimana untuk mencapai kota berkelanjutan.
Kota berkelanjutan juga bukan bermakna kota yang bersih dan hijau saja, tetapi juga harus dapat menjamin pendapatan yang memadai bagi warga kota, tempat tinggal, perasaan nyaman serta perlindungan imej kota. Pembangunan ekonomi yang pesat dan lingkungan hidup yang baik, juga mesti seirama dengan adanya ikatan sosial yang mantap antar warga kota yang akan dapat menggerakkan inovasi ke arah pemerintahan dan manajemen kota yang berkualitas.
Kota berkelanjutan juga bukan berarti kota yang tidak ada masalah, baik itu masalah ekonomi, sosial ataupun ekologi, namun yang menjadi fokus dalam konsep kota berkelanjutan adalah bagaimana setiap permasalahan yang muncul dapat diselesaikan dengan baik dan sekaligus dapat untuk memberikan kepuasan bagi warga kota.
Secara umum ada tiga pilar utama yang diusung dari konsep pembangunan kota berkelanjutan yaitu adanya keseimbangan dan keserasian antara pembangunan (ekonomi), keadilan sosial dan kelestarian lingkungan (ekologi). Ketiga pilar ini harus berada dalam keseimbangan yang harmonis di dalam pembangunan kota untuk menciptakan kesejahteraan dan kualitas hidup yang hakiki di perkotaan.
Namun malangnya, ketiga pilar ini terkadang berjalan tidak seimbang antara satu dengan yang lainnya, sehingga pembangunan dalam arti yang sesungguhnya untuk terciptanya perubahan yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan manusia tidak dapat diwujudkan.
Kerap kali untuk mengejar pertumbuhan ekonomi jangka pendek, mengorbankan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Ekonomi tumbuh dan berkembang, namun dalam masa yang sama pencemaran lingkungan merebak di mana-mana, mulai dari pencemaran udara, air, bunyi, tanah, banjir kota dan termasuk kemacetan lalu lintas. Hal ini jelas dalam jangka panjang akan sangat merugikan untuk generasi masa depan.
Ekonomi tumbuh dan berkembang, namun yang menikmatinya hanya segelintir dari warga kota, sementara yang lainnya hanya sebagai penonton di siang bolong, alias tidak mendapat kecipratan dari membengkaknya kue pembangunan. Ini yang dikatakan oleh sebagian para ahli sebagai pertumbuhan yang tidak berkualitas. Ada juga yang mengatakan ini adalah bentuk dari kegagalan pembangunan itu sendiri.
Ekonomi hijau (green economy) adalah jawaban untuk memecahkan ketimpangan tersebut, yaitu suatu pertumbuhan ekonomi yang tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dan sekaligus wujudnya keadilan sosial di tengah masyarakat.
Disadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsep ekonomi hijau mungkin tidak setinggi dari ekonomi konvensional, namun ini akan berdampak positif untuk jangka panjang.
Indikator Kota Berkelanjutan
Di antara hal yang penting dalam usaha untuk mewujudkan suatu kota berkelanjutan adalah dengan menetapkan indikator yang mudah diukur dan disepakati bersama antar stakeholder pembangunan kota. Sehingga dengan demikian, pencapaian prestasi sebuah kota dapat untuk ditentukan, sudah sejauh mana pencapaian keberhasilan kota berkelanjutan dari beberapa indikator yang diukur.
Sebagai contoh, kota-kota di Eropa secara berkala merilis kota berkelanjutan sesuai dengan indikator yang yang telah ditetapkan bersama. Untuk tahun 2023, lima kota yang paling berkelanjutan secara berurut adalah Tallinn, Estonia; Kranj, Slovenia; Valencia, Spanyol; Grenoble, Prancis dan Lahti, Finlandia. Begitu juga negara jiran Malaysia, yang sejak tahun 2000 telah memiliki indikator untuk menilai kota berkelanjutan di negara tersebut.
Sejauh ini, Indonesia belum lagi memiliki indikator yang dapat untuk mengukur pencapaian keberlanjutan suatu kota yang ada di Tanah Air. Oleh karena itu alangkah bijaknya pemerintah pusat ataupun daerah berinisiatif dan memprakarsai pembentukan indikator kota berkelanjutan dalam konteks negara Indonesia dengan nuansa budaya dan latar belakang ketimuran daerah tropisnya. Dan jika ini sudah wujud, setiap sekali setahun atau lima tahun sekali dapat diukur pencapaian prestasi kota berkelanjutan di Tanah Air. Mungkin untuk tahap awal bisa diambil secara random beberapa kota sebagai pilot project. Semoga.
Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru
Email: [email protected] dan [email protected]
Hp/WA 081371603890
Tulis Komentar