Daerah

LL Dikti XVII Adakan Bimtek Implementasi Kebijakan Anti Intoleransi, Kekerasan Seksual, Perundungan, Narkoba dan Anti Korupsi PTS di Riau

Kepala LL Dikti XVII Dr Nopriadi SKM MKes bersama nara sumber Bimtek di Pekanbaru, Kamis (31/10/2024). Ft.ist/ANews

PEKANBARU (ANews) - Dalam upaya menangani sejumlah isu krusial yang sering terjadi di dunia pendidikan, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) XVII Riau dan Kepulauan Riau menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) di Pekanbaru, Kamis (31/10/2024).

Bimtek yang diadakan satu hari itu, menurut Plt Kabag Umum LL Dikti XVII, Sunarti, dimaksudkan selain untuk upaya penanganan sejumlah isu krusial tersebut juga dalam rangka pencegahan dan penanganan kekerasan di Peguruan Tinggi, serta menumbuhkan nilai-nilai anti korupsi sejak dini.

“Bimtek ini merupakan Implementasi Kebijakan Anti Intoleransi, Anti Kekerasan Seksual, Anti Perundungan, Anti Narkoba, dan Anti Korupsi bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Riau,” tambah Sunarti.

Awasi lingkungan kampus

Sementara itu Kepala LL Dikti XVII, Dr Nopriadi SKM MKes dalam sambutannya mengatakan, kegiatan bimtek yang dilaksanakan selama satu hari itu sangat penting bagi PTS untuk mengawasi lingkungan kampus agar terjaga dari hal yang merusak nama baik perguruan tinggi di masyarakat.

“Mari kita bersama-sama berkomitmen menciptakan lingkungan kampus yang mendukung pertumbuhan karakter dan moral yang baik. Dengan Bimtek ini, diharapkan semua pihak berkontribusi aktif demi masa depan yang lebih baik,” kata Nopriadi.

Utusan BNN Provinsi Riau, Dra Yeri Endriyeni M.Pd, mengatakan terkait pencegahan penyalahgunaan narkoba di Perguruan Tinggi maka BNN membuka peluang kerjasama dengan seluruh perguruan tinggi di LL Dikti Wilayah XVII.

Dia menambahkan, penyalahgunaan narkoba merupakan tindakan pidana yang sesuai dengan aturan hukum undang-undang nomor 35 tahun 2009. Penyalahgunaan narkoba, kata dia, dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, mulai dari masalah kesehatan fisik dan mental, hingga penurunan prestasi akademis dan kerusakan hubungan sosial.

Puspeka Kemendikbudristek Irene Ryana Cuang menyampaikan bagaimana upaya pencegahan dan penanganan perundungan dan intoleransi di perguruan tinggi. Sementara Ryka Hapsari memaparkan betapa pentingnya percepatan pembentukan satgas PPKS di perguruan tinggi.

“Penguatan karakter yang baik pada generasi penerus bangsa yang terhindar dari perundungan dan saling bertoleransi serta memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual,” katanya.

Pada sisi lain Dr Budi Agung Prasetya dari Itjen Kemendikbudristek menyebutkan, sebagai institusi pendidikan, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menciptakan lingkungan yang transparan, akuntabel, dan berintegritas.

“Penerapan anti-korupsi bukanlah tanggung jawab satu pihak saja. Kita semua dosen, staf, dan pimpinan harus berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan kampus yang bersih dan berintegritas,” tegas Budi.

Terkait praktik Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, Dr.Ir. Achmad Tavip Junaedi, mengatakan, penerapan PPKS akan menciptakan lingkungan Pendidikan Aman, Nyaman, Merdeka dari kekerasan demi terwujudnya pelajar Pancasila dan merdeka belajar,” ujarnya. (*/ZET)



Tulis Komentar