PEKANBARU, ANEWS - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengakui sejumlah kepala daerah seperti kurang bergairah mengantisipasi dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Padahal mereka adalah penanggung jawab satuan tugas untuk mencegah dan mengatasi kebakaran. Operasionalnya di lapangan mereka dibantu oleh Polri, TNI, BNPB, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Siti menduga ada beberapa kepala daerah yang baru menjabat sehingga kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya. Di sisi lain ada faktor sistem keuangan terpusat di Jakarta sehingga kemungkinan mereka jadi tidak lincah bertindak.
"Kepala Daerah itu penanggung jawab satgas, komandannya dari TNI/Polri. Karena itu mestinya kepala daerah bisa menyatu. Tapi mungkin karena sistemnya on call budget yang ada di pusat, daerah jadi lemes. Padahal masalah lingkungan itu kewajiban pemda juga," kata Siti Nurbaya kepada awak media di Pekanbaru, Senin (16/9/2019) malam.
Ia sendiri mengaku selalu mengingatkan para kepala daerah setiap kali menerima laporan masyarakat atau pantauan dari satelit menunjukkan peningkatan hot spot (titik panas). Situasi semacam ini, kata dia, mirip dengan yang terjadi pada 2015 ketika pemerintahan Jokowi belum genap setahun bekerja.
"Ada faktor transisi kepemimpinan kepala daerah seperti 2015. Waktu itu saya juga berhadapan dengan para Plt sehingga kikuk dalam ambil keputusan, belum tune-in dengan pola kesatgasan," papar master lulusan International Institute for Aerospace Survey and Earth Science, Enschede, Belanda, 1988 itu.
Tapi memasuki 2016, 2017, dan 2018 semua pihak bekerja secara terpadu. Hasilnya jumlah hot spot maupun luas kebakaran hutan dan lahan berkurang drastis. Jika pada 2015 tercatat 2,6 juta hektare, menjadi 438.363 ha (2016), 165.483 ha (2017), dan 510.564 ha (2018).
Untuk kebakaran sepanjang 2019 ini, Siti Nurbaya menyebut kebanyakan terjadi di lahan milik masyarakat. Sementara di lahan konsesi relatif lebih sedikit dan telah dilakukan penyegelan.
Sebanyak 42 perusahaan dan 1 milik masyarakat disegel di 43 lokasi. Dari jumlah itu, 4 korporasi jadi tersangka yakni PT ABP, PT AEL, PT SKN (perusahaan sawit di Kalimantan Barat) dan PT KS di Kalimantan Tengah. (dtc/zet)
Tulis Komentar