Tokoh Pendiri Provinsi Riau

Mengenang Buya Ma'rifat Mardjani, Ikhlas, Tanpa Pamrih dalam Berjuang

Buya Ma'rifat Mardjani dengan Istri, Umi Fatimah Hadi (atas) Makam Buya Ma'rifat Mardjani (Bawah)

TAHNIA HARI JADI PROVINSI RIAU YANG KE -63 

( 9 Agustus 1957 -  9 Agustus 2020 )

Hari Ahad, Tanggal 9 Agustus 2020 Hari Jadi Provinsi Riau yang ke 63. Usia yang sudah matang dalam kategori umur, dan berkaca dari sejarah, pembentukan Provinsi Riau bukan lah didapat dengan mudah atau pemberian melainkan dengan perjuangan yang sulit pada waktu itu. Perlu pengorbanan, Gigih, Berani, Ikhlas dan pantang menyerah. Ingat sejarah kita semua tak menapikan sosok pejuang pendiri Provinsi Riau, dia adalah Buya Ma'rifat Mardjani . Anggota Parlemen Republik Indonesia (DPR-RI Sekarang-red) 1955 Buya Ma'rifat Mardjani asal Hulu Kuantan, Kuantan Singingi, merupakan salah satu tokoh yang turut memperjuangankan berdirinya sebuah provinsi baru yakni Provinsi Riau terpisah dari Sumatera Bagian Tengah (Subagteng). Kegigihan dan keberaniannya memotivasi generasi penerus layak dikenang sepanjang masa.

 

"Masyarakat, pemerintah, semua pihak sebaiknya mengingat lagi masa lalu, mengenang sejarah adalah bukti bangsa yang besar," kata salah satu tokoh masyarakat Indragiri Hulu Sarman (55).

Sejarah dan fakta mencatat bahwa Buya Ma'rifat Mardjani adalah tokoh yang gigih memperjuangkan berdirinya Provinsi Riau, sesuai dengan Undang - Undang pada saat itu, syarat mutlaknya adalah ada satu tokoh yang duduk di parlemen RI.

Menurutnya, saat hari jadi Riau pasti akan ingat tokoh pejuang Riau dan Jambi yang tak kenal lelah, gagah berani, yakni Buya Ma'rifat Mardjani asal Kuansing ini menggebrak Pemerintahan Perdana Menteri Alisostro Amijoyo dan Mendagri RI Sunaryo kala itu.

Salah satu dosen di Riau, Ir Nariman Hadi MM mengatakan, memperingati hari jadi Riau teringat perjuangan Buya Ma'rifat Mardjani yang tanpa pamrih, ikhlas dalam berjuang, hingga setakat ini masyarakat, semua pihak dapat merasakan dampak positifnya.

Namun, ujar Nariman, hasil perjuangan Buya Ma'rifat Mardjani banyak terlupakan, hingga saat ini generasi muda belum mengetahui secara menyeluruh proses perjuangan berdirinya Provinsi Riau.

Alangkah baiknya, sejarah, dokumen, fakta yang ada dibukukan dan dilestarikan. Perjuangan tokoh Riau selalu dikumandangkan di sejumlah kabupaten/kota hingga dikenang sepanjang masa. Berikut Biografi singkat sang Pejuang yang Ikhlas, Tanpa Pamrih.
 
Buya Ma'rifat Mardjani 

Buya Ma'rifat Mardjani lahir di Desa Mudik ulo, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau, pada tanggal 18 Agustus 1917.Beliau merupakan putra bungsu dari empat bersaudara pasangan Malin Baru dan Siti Maryam.

Sekolah Rakyat diselesaikannya tahun 1930 di Desa Lubuk Ambacang. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Agama Tarbiyah Islamiyah di Batu Hampar, Sumatera Barat. Dan Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) tahun 1941 di Bukittinggi.

Setelah menamatkan sekolahnya Buya Ma'rifat Mardjani menikah dengan Umi Fatimah Hadi.

Sebagai aktifis Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Buya Ma'rifat berdakwah dari kampung ke kampung yang ada di Kuantan Singingi (dulu bernama Kabupaten Inhu). Perjalanan dakwah ini menjadikan beliau dikenal oleh masyarakat luas. 

Ketika Buya mencalonkan diri pada Pemilu tahun 1955 dari Partai Islam Perti, beliau mendapatkan 6666 suara. 

Hal ini memberikan kesempatan Buya Ma'rifat untuk duduk di kursi Parlemen (sekarang DPR RI) mewakili Provinsi Sumatera Tengah. 

Hari Senin, tanggal 26 Maret 1956 sekira pukul 11.00 Wib, Ma'rifat Mardjani dilantik sebagai anggota DPR RI satu satunya putra Riau yang duduk di Parlemen melalui Partai Islam Perti.

Di parlemen inilah beliau mulai bersuara lantang untuk memperjuangkan berdirinya Provinsi Riau dan terpisah dari Sumatera Barat dan Jambi. 

Pada Sidang Parlemen tanggal 15 Oktober 1956 dalam pandangan umum babak pertama, beliau mempertanyakan keterlambatan pemerintah pusat dalam memproses pembentukan Provinsi Riau.

Lalu pada Sidang Parlemen pada tanggal 19 Oktober 1956 beliau kembali mempertanyakan waktu yang pasti akan dibentuknya Provinsi Riau. 

Sebelumnya pada Sidang Parlemen tanggal 17 April 1956 beliau menyatakan bahwa pemerintah pusat kurang perhatian terhadap daerah Riau.

Akhirnya, perjuangan putra asli Desa Mudik Ulo, Kuansing ini berbuah manis. 

Usulannya dikabulkan oleh pemerintah pusat. Undang-undang nomor 61/1958 sebagai pengganti dan berasal dari undang-undang darurat nomor 19/1957 telah memberi kesempatan kepada Riau dan Jambi untuk self supporting dan membangun daerahnya.

Melalui Undang-undang nomor 61/1958 telah menjadikan daerah Sumatera Tengah menjadi tiga daerah Swantantra Tingkat I yaitu, Sumatera Barat, Riau dan Jambi. 

Tak lama kemudian, pada tahun 1958 Buya Ma'rifat Mardjani diangkat menjadi Penasehat Gubernur Riau pertama, Mr SM. Amin yang berkedudukan di Tanjungpinang.

Adapun sebuah tulisan yang buat oleh tokoh pers dan tokoh masyarakat Kuantan Singingi, Abu Bakar Siddik (ABBS), juga mencatat perjalanan dan sepak terjang Buya Ma'rifat Mardjani seperti dikutip dari laman Facebooknya ABBS.

"Orang Riau telah menyabung nyawa, berjuang dengan darah dan airmata serta pula menyerahkan hasil bumi dan kekayaan negerinya kepada Republik ini. Orang Riau bukan numpang merdeka di Republik ini. Apakah Riau dan Jambi, harus berperang lagi untuk bisa berprovinsi sendiri?!" ungkap Putra Lubuk Ambacang, Kuantan Singingi ini.

Pidato yang berapi-api itu senantiasa berkobar dalam setiap Rapat Parlemen RI dan sempat merepotkan Pemerintah RI, hingga akhirnya pada 9 Agustus 1957 mengeluarkan UU Tentang Pembentukan Provinsi Riau dan Provinsi Jambi yang terpisah dari Sumatera Barat.

Selaku Wartawan Kampus Bahana Mahasiswa, saya masih sempat mengabadikan pola hidup Buya yang sangat sederhana dan membeci pejabat yang berdasi ke mana-mana, sedangkan rakyat menderita. 

Saya pun sempat "menyergah" Wakil Gubernur Riau Baharuddin Jusuf (Alm) tentang minimnya perhatian Pemprov Riau kepada Pejuang Pendiri Provinsi Riau itu. Pak Bahar menyatakan, Buya itu adalah sosok pejuang sejati yang nirpamrih. 

"Beliau sangat ikhlas berjuang untuk negerinya, bahkan selalu menolak setiapkali mau dibantu," ungkap Wagubri, seperti yang saya tulis di SKK Bahana Mahasiswa Universitas Riau, edisi Juli 1989.

Buya yang nirpamrih ini, di sisa hayatnya masih mengelola Riau Buletin di Jalan Lokomotif 44 Pekanbaru, dan menghembuskan nafas terakhir pada 18 Juli 1989, Allah Yarham sejak 31 tahun silam.

Selamat beristirahat Ayahnda, Buya Ma'rifat Mardjani, semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi Allah dan husnul khatimah. 

Alfatihah kita sampaikan kepada pejuang sejati ini.

Kami Riau akan selalu mewarisi semangat perjuanganmu yang berkobar-kobar di hati kami dan tak akan pernah melupakan jasa-baktimu untuk kejayaan Negeri Serantau ini. 
Esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti. 
Takkan Melayu hilang di Bumi Melayu Riau! 
Insyaallah.

Kini saatnya generasi penerus melanjutkan cita cita pendiri itu. Dengan hasil Bumi yang melimpah. Diatas minyak, dibawah minyak, apakah kita sudah sejahtera? Jawabannya : Belum !
(dikutip dari berbagai sumber/ANT/HRZ)


 



Tulis Komentar