Opini

Mushalla Kasumi: Mushalla di Area Fakultas Kedokteran Universitas Hiroshima

Dari kiri: Muhammad Salman Al Farisi Ph.D, dokter Erasta Agri Ramandika Ph.D, Sabiruddin Kominfo MMJ. (Fist-ANews)

Oleh : Suzanna Hadi Ma’rifat

Tidak sulit menemukan Mushalla Kasumi,  tempat yang sudah disepakati dengan dokter Asta, pengurus Mushalla, untuk bertemu. Dengan mengetik alamat lengkap lokasi yang dimaksud di Google map, jalan menuju ke Mushalla Kasumi terasa begitu mudah.

Mushalla beralamat di Hiroshima City, Minami Ward, Kasumi, 2 Chome, 7-23, Takei Building, Room No. 301. Membutuhkan waktu 1 jam lebih sedikit untuk sampai di lokasi mushalla dari Mihara.

Kedatangan kami sudah ditunggu oleh Professor Omar Farouk. Beliau penyandang gelar Ph.D  dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,  University of Kent di Canterbury, Inggris tahun 1980. Beliau adalah Professor Emeritus pada Universitas Hiroshima. 

Tentu kami merasa sangat terhormat dengan sambutan beliau. 

Prof. Omar Farouk Ph.D. (F:ist-ANews)

Perbincangan ini juga dihadiri oleh Muhammad Salman Al Farisi Ph.D, asisten Professor pada Fakultas Informatika, Universitas Hiroshima City.

Musholla Kasumi (Kasumi adalah nama lokasi dimana mushalla berada) awalnya berlokasi di dalam area Fakultas Kedokteran, Universitas Hiroshima, di Kasumi. Namun kebijaksanaan fakultas tidak mengizinkan orang lain selain mahasiswa dan civitas akademika FK Universitas Hiroshima untuk ikut serta sholat jum’at, ceramah keagamaan dan kegiatan-kegiatan lainnya di area kampus. 

Dengan alasan itu, diinisiasi oleh salah seorang dokter bedah, pengurus memutuskan untuk mencari lokasi lain di luar area kampus namun masih berada tidak jauh dari FK Universitas Hiroshima.

Mushalla Kasumi saat ini sudah dipergunakan lebih kurang 11 tahun.  Berada di lantai 3 dari sebuah gedung apartemen dengan ukuran 4 x 5 meter. 

Sebagai mana umumnya apartemen yang disediakan untuk mahasiswa, terdapat dapur dan kamar mandi di dalamnya, sehingga ruang yang dapat dipergunakan  menjadi separuh dari luas keseluruhan.

Ruangan yang tersisa tentu menjadi sangat kecil untuk dipergunakan sebagai tempat sholat Jumat.

Dua tahun yang lalu, dokter Asta ditunjuk menjadi pengurus mushalla oleh Fatkhanudin Aziz, seniornya yang saat ini sudah kembali ke Indonesia dan menjadi dosen di Universitas Gajahmada, Yogyakarta.

Dokter Asta menjadi satu-satunya orang yang mengurus mushalla. Tugas yang diembannya antara lain mencari orang yang bersedia menjadi imam untuk setiap waktu sholat, menghubungi pembicara bila akan mengadakan ceramah, mengurus masalah keuangan, membuat jadwal kegiatan keagamaan dan lain-lain.

Ruangan yang kecil menjadikan jemaah jarang datang untuk sekedar sholat ke mushalla, keadaan ini membuat pemilik gedung mengurangi biaya sewa.  Sewa ruangan pada awalnya  80.000 yen per bulan, lebih kurang Rp 10.000.0000,- (nilai tukar Rp 125/yen) namun kemudian menjadi 50.000 yen atau Rp 6.250.000,- per bulan.

Pembayaran sewa gedung, dibantu seluruhnya oleh Hiroshima Islamic Community Center yang berlokasi di Higashi Hiroshima. 

Sementara itu untuk membayar biaya operasional mushalla lainnya seperti tagihan gas, air dan listrik dibayar dengan donasi yang diterima dari para jemaah.

Lokasi mushalla yang berada di dalam gedung apartemen menimbulkan sedik masalah bagi pemilik gedung. Pemilik merasa tidak nyaman ketika jemaah naik turun tangga sambil berbicara saat berkunjung pada setiap waktu sholat, terutama sholat Jum'at.

Karena itu demi menjaga nama baik agama Islam, sholat berjamaah diadakan di  rumah-rumah dengan peserta terbatas dan untuk sementara sholat Jum'at di musalla diadakan 2 gelombang mengikuti arahan dari pengurus Hiroshima Islamic Community Center.

Sebelum Covid-19 merebak, sholat Ied dan kegiatan keagamaan diadakan setiap pekan bertempat di Hiroshima Internasional House. Gedung ini merupakan apartemen khusus untuk mahasiswa international yang datang dari luar Jepang.  Di dalam gedung terdapat  beberapa ruangan kecil, bila sekat-sekatnya dibuka menjadi cukup luas untuk menampung banyak orang. Ruangan ini dapat dipakai dengan sistim sewa. 

Namun sejak pandemi Covid19, Hiroshima Internasional House di tutup untuk kegiatan yang berpotensi menjadi tempat orang ramai berkumpul, dimana dikhawatirkan akan menyebarkan virus Covid-19 lebih masif lagi. Akibatnya kegiatan keagamaan termasuk sholat I'ed untuk sementara harus ditiadakan.

Menghadapi demikian banyak masalah, pengurus musholla FK Universitas Hiroshima berniat untuk membeli tanah atau sebuah rumah yang dapat dijadikan tempat beribadah permanen tidak hanya diperuntukan bagi mahasiswa dan civitas akademika Universitas Hiroshima di kampus Kasumi, namun juga bagi masyarakat muslim yang berada disekitarnya.

Rencana ini masih terkendala masalah dana. Pengurus baru pengganti dokter Asta, yang akan segera kembali ke Indonesia akan menjadi menerus bagi program yang telah direncanakan.

Kepada saudara-saudara muslim di belahan dunia manapun berada, mari bahu membahu membatu mewujudkan mimpi dan niat baik komunitas muslim di Hiroshima  untuk memiliki tempat ibadah (masjid) sendiri yang dapat dipergunakan oleh seluruh komunitas muslim yang berada di Hiroshima city khususnya. 

Infak dan sedekah dapat di transfer  ke rekening nomor 15100-18136811 Bank Post Japan, atas nama Abdulla Ghe Muhammad Rafi. Konfirmasi transfer dapat di kirim ke No. +81-90-5370-2226 an Nurhaizal Azam Arif (WN Malaysia) atau email : [email protected]

Hiroshima memiliki sejarah panjang hubungan dengan Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh sejarawan LIPI Asvi Marwan Adam mengatakan, pengeboman kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945 membuat Jepang menyerah kepada sekutu. Dengan demikian, kekuasaannya di Indonesia pun jadi tak berarti sehingga kemerdekaan Indonesia bisa diproklamasikan segera (detik.com).

Untuk memperingati kisah maha dahsyat yang sangat memilukan tersebut, Jepang mendirikan sebuah monumen di lokasi dimana bom atom meledak di Hiroshima city dan memberi nama dengan Atomic Bom Dome. Monumen ini memiliki nilai sejarah yang tidak ternilai, tidak hanya bagi Jepang namun juga bagi Indonesia. 

Sekilas Tentang dr. Erasta Argi Ramandika Ph.D

Dokter Asta, demikian dokter muda ini biasa disapa. Berusia 32 tahun saat menyandang gelar Ph.D (medical) dari Bagian Jantung dan Pembuluh Darah,  Fakultas Kedokteran, Universitas Hiroshima bulan Maret 2022 ini.

Beristrikan seorang dokter, saat ini sang istri sedang melanjutkan pendidikan spesialis di sebuah universitas di Indonesia.

Lulusan FK Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah ini cukup beruntung karena biaya kuliah untuk meraih gelar Ph.D di biayai dengan beasiswa atas kerjasama Universitas Diponegoro dengan Universitas Hiroshima.
 
Akhir bulan Maret ini, dokter Asta akan kembali ke Semarang, Jawa Tengah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama 4 tahun kuliah di Bagian Jantung dan Pembuluh Darah, Fakultas Kedokteran Universitas Hiroshima.

Selamat kembali ke tanah air dokter Asta, semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat tidak hanya bagi keluarga dan masyarakat kota Semarang dan Jawa Tengah, namun juga bagi masyarakat di seluruh negeri tercinta Indonesia. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

Tim Divisi Kominfo MMJ-MIHARA



Tulis Komentar