Ir. H. Firdaus Malik: Teknorat Kuantan Singingi yang Jadi Staf Ahli Menteri PU
Oleh : Team Sahabat Jang Hitam
SELAIN dikenal sebagai penghasil para tenaga pendidik, Kabupaten Kuantan Singingi, juga banyak menghasilkan politisi dan birokrat andal.
Bahkan dua putra terbaik daerah ini Ir. H. Firdaus Malik dan Drs. H. Rustam S. Abrus merupakan birokrat yang banyak mendapat kepercayaan menjabat berbagai jabatan penting di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Keduanya pernah mencapai posisi tertinggi di jajaran birokrat: Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) dan Wakil Gubernur Riau pada era Letjen (Purn) Soeripto sebagai Gubernur Riau (1988 s.d. 1998).
Bedanya Soeripto menunjuk Firdaus Malik sendirian menjadi Wakil Gubernur sebagai pendampingnya sejak 28 Desember 1988 hingga 28 Desember 1993.
Sementara Rustam S Abrus dan Drs. Raja Rivai Rachman bersama-sama menjadi Wakil Gubernur. Dan, di masa Gubernur Riau dijabat Saleh Djasit, Rustam S. Abrus sempat menjabat Wakil Gubernur bersama Drs. Raja Abdul Azis.
Selepas Firdaus Malik dan Rustam S. Abrus hampir tidak ada lagi birokrat dan politisi asal Kuantan Singingi yang meraih jabatan strategis di Pemerintah Provinsi Riau seperti mulai dari Sekwilda maupun Wakil Gubernur Riau. Apalagi jadi Gubernur Riau.
Usai menjabat Wakil Gubernur Riau, Firdaus Malik menjadi Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum (PU) Bidang Sumber Daya Manusia pada era Kabinet Persatuan Nasional (28 Oktober 1999 s.d 23 Juli 2001) era BJ. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden.
Di departemen sekarang menjadi Kementerian PU, sang Teknokrat ini bergabung dengan Ir. Rachmadi Bambang Sumadhijo yang menjabat Menteri Pekerjaan Umum.
Ketika menjadi staf Ahli di Departemen PU, Dr. Ir. Basuki Hadimulyo sekarang Menteri PU masih menjabat Kepala Seksi.
Sebagai "anak buah" Firdaus Malik, Basuki Hadimulyo ikut Tim Pusat untuk pembentukkan daerah pemekaran baru se Indonesia dari Departemen PU.
Firdaus Malik bersama Bappenas ikut Tim Nasional untuk Perencanaan Fisik dan Sarana Wilayah/Daerah pemekaran baru se Indonesia.
Jadi peran Firdaus Malik itu bukan di daerah Riau kampung halamannya. Di tingkat pusat, ia ikut merancang pemekaran wilayah.
Kabupaten Kuantan Singingi merupakan salah satu bukti hasil perjuangan Firdaus Malik di Tingkat Pusat.
Selain itu juga kabupaten/kota hasil pemekaran lainnya di Riau: Rokan Hulu, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, Dumai, Batam, Natuna, dan Karimun.
Batam, Natuna, dan Karimun kini bergabung dengan Provinsi Kepulauan Riau hasil pemekaran Provinsi Riau.
Basuki merupakan staf Firdaus Malik di Departemn PU dan sama-sana Alumni Teknik Sipil UGM Yogyakarta.
Di level kementerian, orang Kuantan Singingi yang mencapai puncak karier tertinggi yang menyusul jejak Firdaus Malik di antaranya adalah Dr. H. Alfitra Salamm, APU.
Putra asal Cerenti yang dikenal pakar dalam bidang politik dan kebijakan pernah menjabat sebagai Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga pada saat Imam Nahrawi menjadi menteri. Alfitra Salamm pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Repbulik Indonesia (DKPP RI) periode 2017-2022.
Selain itu ada Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H asal Desa Sungai Pinang Kecamatan Hulu Kuantan yang kini menjabat sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung RI.
Keberadaan mereka dipucuk jabatan eksekutif maupun legislatif juga melengkapi simbol Kuantan Singingi sebagai penghasil orang-orang PINTAR di Riau.
-----------------
PERJALANAN karier politik Firdaus Malik juga patut disimak. Pada masa Pemerintahan Orde Baru, ia pernah menjadi Ketua DPD Partai Golkar Riau. Selanjutnya, jabatan itu digantikan oleh Kolonel (Pur) Darwis Rida yang pernah menjadi Ketua DPRD Riau (1998-2003).
Direktur Pekanbaru Journalist Center, Drs. Wahyudi El Pangabean dalam tulisannya: “Pilgubri dan Kekuatan 'Senjata' Selasa, 23 Januari 2018 mengulas perjalanan panjang suksesi Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri).
Inilah kutipan tulisan wartawan senior Riau yang pernah berkerja sebagai wartawan Mingguan Genta dan Majalah Mingguan Forum Keadilan:
-----------------
Tahun 1995 majunya Ir. H. Firdaus Malik, salah seorang putra terbaik Riau asal Kuantan Singingi tampil menghadapi Letjen (Purn) Soeripto, sebagai calon unggulan di pentas Pilgubri 1993 membuat politik Riau bergejolak.
Kendati, kemudian Firdaus Malik Takluk, sejarah mencatat tekadnya sebagai perjuangan supremasi sipil. Pengemban aspirasi putra daerah.
Perlawanan terhadap otoritas militer di kursi Gubernur Riau kembali bergejolak saat Firdaus Malik tampil kedua kalinya di arena yang sama. Kali ini, yang dihadapinya di Pilgubri tanggal 21 Nopember 1998 justru Brigjen (CHK) H. Saleh Djasit, S.H, putra terbaik Riau asal Desa Pujud, Bengkalis, mantan Bupati Kampar dua periode (1986—1991 dan 1991—1996).
Pertarungan yang menarik. Putra Daerah Vs Putra Daerah. Anak Bengkalis kontra Anak Kuantan Singingi. Mantan Wakil Gubernur Riau melawan Mantan Bupati Kabupaten Kampar.
Firdaus Malik maju dengan perahu Golkar yang mengantongi suara mayoritas di DPRD Riau. Saleh Djasit tampil lewat Fraksi TNI-Polri yang hanya memiliki kekuatan 6 suara.
Hasilnya? Sejarah Suksesi adalah sejarah Penghiatan. Pemerhati politik kala itu skeptis bahwa Firdaus Malik kembali jadi tumbal konspirasi politik sejumlah wakil rakyat dari Partai Beringin.
Tragis! Kepedihan politik bagi Firdaus Malik adalah pesta sukacita bagi Saleh Djasit yang berhasil memenangi Pilgubri.
Dinasti militer di kursi Gubernur Riau, kembali diperpanjang Saleh Djasit, dengan mencatatkan namanya di belakang Gubernur Riau "berbaju hijau": Kaharuddin Nasution, Soebrantas, Arifin Achmad, Imam Munandar, dan Soeripto. Keberhasilan Saleh Djasit menggenapi setengah lusin para penenteng "senjata" di kursi Gubernur Riau.
Tetapi, dalam dunia politik selalu berlaku motto: “Tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang abadi hanya kepentingan.” Sebagai anggota DPRD Riau dari Fraksi Golkar kala itu, Rusli Zainal, disebut-sebut sosok yang paling berperan "mengatur" kemenangan bagi Saleh Djasit di Pilgubri 1998 itu.
Sukses menyutradarai trik politik di Pilgubri, Rusli Zaenal melangkah mulus ke kursi Bupati Indragiri Hilir. Saleh Djasit, kemudian melantik Rusli Zenal sebagai Bupati Indragiri Hilir, 14 April 1999. Bagi Rusli, ternyata jabatan ini hanya sekadar persinggahan. Target berikutnya, kursi Gubenrur Riau.
Lantas, apa yang terjadi di Pilgubri tahun 2003 itu? Ambisi Saleh Djasit memperpanjang jabatannnya di kursi Gubernur Riau itu, berhasil digagalkan Rusli Zainal. Saleh yang tampil dengan kekuatan penuh via Fraksi Golkar, justru takluk di tangan Rusli yang didukung Fraksi PPP. Politik memang aneh.
Namun, jika diamati saksama, keberhasil Rusli Zainal memutus dinasti militer dari kursi Gubernur Riau adalah jawaban atas perjuangan mertuanya, Ismail Suko pada Peristiwa 2 September itu. Ismail Suko yang berhasil memenangi Pilgubri tahun 1985, baru dilantik menjadi Gubernur Riau di tahun 2003, lewat menantunya, Rusli Zainal.
Catatan politik memang tidak selalu linier. Pilgubri, Firdaus Malik merasa dikhianati Partai Golkar. Di Pilgubri 2003, giliran Saleh Djasit meradang di bawah rerimbunan Beringin. Tapi, perjalanan politiknya kembali bersinar. Saleh Djasit, berhasil menduduki kursi DPR RI utusan Golkar, pasca kekalahannya dari Rusli Zainal.
Sementara Firdaus Malik memilih pensiun setelah bekerja puluhan tahun sebagai abdi negara.
-----------------
LAHIR di Baserah, Kecamatan Kuantan Hilir, 21 September 1940 dari pasangan H. Abdul Malik dan Hj. Juddah. Ayahnya bekerja sebagai pedagang dan ulama.
Firdaus Malik dari kecil tergolong keluarga berada. Kedua orang tuanya merupakan keluarga saudagar usaha perdagangan eksport import perkebunan dan barang-barang sandang peralatan rumah tangga lainnya tujuan Singapura dan Malaysia.
Selain pedagang Ayah Firdaus Malik, Abdul Malik juga Pemuka Agama sekaligus tokoh Muhammadiyah yang berteman akrab dengan Abdul Malik Karim Amarullah yang akrab dengan sebutan Buya Hamka - salah seorang tokoh Muhammadiyah di Sumatera Barat.
Kelak Buya Hamka menjadi Ketua Majelas Ulama Indonesia (MUI) pertama dan tokoh dan berpengaruh di dalam dan luar negeri. Kendati tak pernah mengecap pendidikan di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, namun ia mendapat gelar kehormatan doktor honorauris causa dan guru besar di salah satu universitas tertua di dunia itu.
Pada saat Abdul Malik dkk membangun Mesjid Raya di Pasar Baserah yang diberi nama Masjid Dagang sekarang diberi nama Masjid Raya.
Pendirian Mesjid Dagang untuk mempermudah kawan kawannya para pedagang terutama yang dari Sumatera Barat ke Indragiri.
Mesjid tersebut sekalian tempat beristirahat para pedagang yang datang selain tempat beribadah, juga bisa dimanfaatkan utk tidur menginap di Baserah.
Waktu peresmian Masjid Dagang tersebut, Abdul Malik menjemput kawannya Buya Hamka ke Pasantren Diniyah Putri di Padang Panjang.
Buya Hamka diundang hadir meresmikan Mesjid Dagang sekalian memberikan Tausiyah dan Kotbah Jum'at.
Pada waktu itu Buya HAMKA diajak menginap di rumah Haji Abdul Malik.
Firdaus Malik juga turunan ulama terkemuka di Baserah. Ia cucu dari Tengku Putih yang turunannya telah temurun di Baserah dan kini telah menyebar ke seluruh tanah air.
Firdaus Malik terlahir sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara (5 laki-laki dan 3 perempuan). Saudaranya yang lain adalah: H. Abbas Malik, H. Muhammad Diah Malik, Hj. Rubiah Malik, Hj. Hamisyah Malik, H. Ramli Malik, Mahdi Malik, H. Firdaus Malik, dan Hj. Miya Malik.
Jenjang pendidikan dilalui Firdaus Malik adalah SD Baserah, SMP 1 Bukittinggi, dan SMA 2 Bukitinggi. Sedangkan jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. Pendidikan Profesional Urban Regional Planing di Belanda dan Inggris.
-----------------
FIRDAUS MALIK meninggal dunia di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta dalam umur 65 tahun pada 20 Nopember 2005 pukul 18.30 WIB Ahad. Kemudian dimakamkan 21 Nopember 2005 di Pekanbaru.
Firdaus Malik meninggalkan seorang istri: Hayati dan empat anak: Ir. Eni Edina, Ir. Imelda Soraya, Ir. Willi Winaldi, dan Ir. Ferry Sadry.
Di mata orang yang mengenal sosok dirinya, Firdaus Malik dikenal mengayomi, ramah, peduli, dan menyejukkan.
"Pak Fir, tidak memiliki retak tangan jadi Gubernur, meski beliau dua kali mencalonkan diri di Pilgubri." Inilah potongan ucapan satir Rusli Zainal di surat kabar Riau Pos 22 November 2005 atas meninggalnya Firdaus Malik.
Firdaus Malik sendiri meninggal dunia saat Rusli Zainal berada di puncak kejayaannya sebagai Gubernur Riau.
Sementara Ir. H. Mahdili mantan Kadis PU Kabupaten Kuantan Singingi sebelum ajal menjemput dirinya pernah mengatakan:
“Pak Fir adalah guru, teknorat, birokrat, dan politisi kebanggaan Riau asal Kuantan Singingi yang hingga kini sulit mencari tandingannya.”
Di mata salah seorang di antara banyak anak, ponakan, cucu, dan cicitnya, Arnida Warnis, sosok Firdaus Malik selain mengayomi juga peduli dengan keluarga besarnya. Tak pandang bulu, baik itu keluarga dekat maupun keluarga jauh.
“Mamak Fir itu orangnya mengayomi dan peduli,” ujar Arnida yang juga Istri Ketua Umum Ikatan Warga Keluarga Kuantan Singingi (IWAKUSI) Tanjungpinang-Bintan, Kepulauan Riau, Drs. HZ Dadang AG, M.Si.
Arnida memanggil Firdaus Malik dengan sebutan Mamak (paman) Fir.
Arnida ingat suatu ketika selesai kuliah di Jakarta tahun 1991, ia bersilahturahim ke rumah mamaknya itu di kediamannya Jl. Gadja Mada, Pekanbaru.
Selesai memperkenalkan diri dan tahu bahwa yang datang itu masih keponakannya, Firdaus Malik dengan spontan mengatakan: “Ini anak “Basofi Soedirman” jauh-jauh datang dari Jakarta.
Basofi Sudirman yang dimaksudkan itu adalah teman Firdaus Malik yang waktu itu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta Bidang Pemerintahan (1987-1992). Terakhir Basofi Soedirman jadi Gubernur Jawa Timur (1993 - 1988).
“Sebelum cerita, ayo kita menyanyi dulu!” ujar Firdaus Malik yang waktu itu pulang dari kantor sehabis magrib seperti disampaikan kembali oleh Arnida.
Adalah kebiasaan dalam keluarga mamaknya itu menyanyi bersama untuk melepaskan lelah setelah seharian penat bekerja. Kebetulan ada karaoke di ruang keluarganya. Mengalirkan lagu Basofi Soerdiman berjudul Tidak Semua Laki-Laki yang lagi hit dan sering dinyanyikan di televisi waktu itu. Ini lah reff dari lagu tersebut
Tidak semua
laki-laki
bersalah padamu
Contohnya aku
mau mencintaimu
Tapi mengapa
engkau masih ragu
Hari ini…
aku bersumpah
akan kubuka pintu hatimu
Hari ini…
‘aku bersumpah
izinkanlah aku
untuk mencintaimu
Kar'na tanpamu
apapun ku tak mau
Dia yang kucinta
pasti dia yang kusayang
Arnida mengakui kini setiap mendengar “Tak Semua Laki-laki” itu, dirinya selalu teringat dan memanjatkan doa untuk almarhum mamak Fir nya itu.
“Bagaimanapun, Mamak Fir adalah orang yang berjasa dalam hidup saya selain kedua orang tua, suami, anak, saudara mara dan orang-orang yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu pada kesempatan ini tentunya,” ujarnya mengenang.
-----------------
SELESAI menyanyikan lagu itu, barulah Mamak Fir. mendengarkan apa hasrat yang hendak disampaikan “tamu tak diundang”yang baru pulang dari “kampung” Basofi Soedirman, Jakarta tersebut.
Di situlah kata Arnida, mamak Fir itu memberikan pesan untuk dirinya. Yakni, salat jangan tinggal, tidak boleh takabur, tak boleh sombong, dan berbaik sangkalah pada semua orang.
Pesan itu kata Arnida sangat menarik karena disampaikan sesuai dengan pengalaman pribadi mamaknya yang dibumbui dengan cerita lucu dan menggemaskan.
Misalnya kata Arnida, cerita ketika mamaknya pergi naik haji ke Tanah Suci, Mekkah. Sebagai seorang insinyur teknik sipil, Mamak merasa bisa menghitung berapa jumlah dan di mana posisi tiang yang ada di Mesjidil Haram yang begitu luas itu.
Namun dugaannya keliru. Ketika keluar Mesjid Haram dan masuk lagi mencari istrinya Haryati ternyata tak jumpa. Dari situlah timbul kesadarannya bahwa dirinya sudah sombong.
Mamak lalu berdoa dan istigfar memohon ampun kepada Allah Sushanahu wa ta'ala. Ternyata sang istri yang dicari tak jauh berada dari tiang tempat tadi ditinggalkan. Itulah kuasa Allah yang di luar dugaan manusia.
“Dari situlah, Mamak Fir belajar hidup ini tak boleh sombong, takabur, dan berburuk sangka," ujar Arnida.
Mamak Fir juga selalu berpesan kepada dirinya hindari sifat SMS: Susah melihat orang Senang atau Senang melihat orang Susah. Jika sifat SMS ini yang sudah tertanam dalam hati, alamatkan badan akan Tenggelam.
Pesan itu kata Arnida selalu disampaikan mamak Fir bukan hanya kepada dirinya seorang. Tapi kepada sesiapa saja tetamu, apalagi saudara mara dari Kuantan Singingi yang datang ke rumahnya atau dalam pelbagai kesempatan mana saja ada waktu dan bersua.
“Pesan mamak Fir itu membekas hingga kini ke hati sanubari kami yang paling dalam,” ujar pegawai Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau ini.
Selain itu kata Arnida, Mamak Fir juga rajin mengumpulkan keluarganya saat pulang kampung di Baserah. Biasanya mereka kumpul pada hari ke enam setelah perayaan Idul Fitri di Surau Eengku Putih di Kepala Pulau Baserah. Terkadang keluarga besar ini menyembelih sapi atau kambing untuk makan bersama dengan warga sekitar.
Di surau itulah pertemuan antara anak, kemenakan, dan cucu melepas rindu. Di situ pula Mamak Fir memberikan nasehat sambil bercanda dan bergurau. Betapa indahnya silahturahim itu.
Doa kami menyertaimu; .…. sang teknorat dari Kuantan Singingi. Jasadmu memang telah lama tiada. Namun jasamu yang selalu mengayomi dan senyumanmu yang selalu memikat di hati tidak akan kami lupakan sepanjang hayat.
Publishedby: Forum IKKS/IWAKUSI INDONESIA
09012023
Tulis Komentar