Hukrim

Begini Modus Oknum Dosen Cabuli Mahasiswinya 'Jika Tak Nurut, Saya Kasi E'

ils/ int

Mengenakan rompi merah dan kopiah, Syaiful Hamali memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Selasa, 23 Juli 2019. 

Oknum dosen salah satu perguruan tinggi negeri di Lampung itu, jadi terdakwa kasus pencabulan terhadap mahasiswinya berinisial EP.

Dalam persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Ketua Aslan Ainin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marinata dalam dakwaannya menyebutkan, perbuatan cabul tersebut dilakukan terdakwa pada Jumat, 21 Desember 2018 sekitar pukul 13.20 WIB.

Saat itu, korban EP hendak mengumpulkan tugas Mandiri mata kuliah Sosiologi Agama II.

EP tidak sendirian. Dia ditemani oleh temannya, IN. Kemudian saksi korban bertemu terdakwa di depan ruang dosen pengajar, lalu saksi korban berkata kepada terdakwa, “Pak ini saya mau ngumpulin tugas, karena kemarin pada saat UAS saya keluar duluan jadi tidak tahu bahwa tugas tersebut sudah dikumpul”.

Terdakwa kemudian masuk ke dalam ruangan dosen diikuti oleh saksi korban.

Di dalam ruangan tersebut, terdakwa berdiri membelakangi meja kerjanya dan berhadapan dengan saksi korban yang tengah berdiri.

Saksi korban berkata kepada terdakwa, “maaf pak saya terlambat ngumpilin tugas, karena waktu UAS saya keluar duluan, jadi tidak tahu tugasnya dikumpul.”

Tugas tersebut dibuka-buka sebentar oleh terdakwa, lalu tugas tersebut diletakkan terdakwa di atas meja kerja terdakwa.

Selanjutnya, kata JPU, terdakwa melangkahkan kakinya satu langkah mendekati tubuh saksi korban sembari memegang lengan kanan saksi korban sambil berkata lembut, “Kebiasaan kamu ya”.

Saksi korban menjawab, “ya pak minta maaf”, namun tangan kanan terdakwa memegang lengan kiri saksi korban EP sembari mengelus-elus dan dilanjutkan mengelus-ngelus dagu saksi korban sembari berkata, “Ini apa?”.

Atas pertanyaan tersebut, saksi korban EP menjawab, “jerawat pak”, lalu terdakwa memegang dagu saksi korban dengan tangan kirinya dan dilanjutkan dengan mengelus-ngelus pipi kanan dan kiri saksi korban.

Atas perlakuan tersebut saksi korban merasa takut, sehingga melangkah mundur sambil berkata “Bagaimana pak tugas saya diterima apa tidak?”.

Tapi terdakwa diam saja tidak menjawab.

Terdakwa kata JPU, memandangi saksi korban EP sambil tersenyum, sehingganya saksi korban EP merasa tidak nyaman dan izin pulang.

Namun terdakwa buru-buru menarik tangan EP, sehingga terdakwa dan saksi korban bergeser ke arah jendela pojok ruangan, lalu terdakwa memegang bahu kanan korban sambil berkata “main di mana yuk. Kalau menolak saya kasi E."

Saksi korban pun menolak. 

Terdakwa lanjut JPU, tetap berusaha menahan dengan memegang lengan kiri saksi korban EP.

Lalu saksi korban EP tetap berusaha untuk keluar ruangan, namun terdakwa kembali memegang pipi kanan serta buah dada saksi korban EP, dan EP kaget sambil berteriak “eh pak” lalu terdakwa tersenyum kembali.

Tak cukup di situ saja, saksi korban dirangkul pinggangnya sembari ditepuk pantatnya oleh terdakwa.

"Saksi korban pun langsung keluar dan menghampiri rekannya yang tengah menunggu," sebut JPU.

Atas perbuatan terdakwa, saksi korban EP merasa kesal, sehingga selalu merasa ketakutan dan berkeringat dingin bila akan menghadap terdakwa.

Tak hanya itu nilai mata kuliah yang diambil oleh saksi korban EP diberikan nilai E oleh terdakwa.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Syaiful Hamali, Muhammad Suhendra mengatakan, dalam persidangan kali ini pihaknya mendengarkan keterangan saksi korban.

"Menurut kami, korban ini banyak kejanggalan seperti yang disampaiakan di luar logika," ungkapnya.

Kata Suhendra, saat peristiwa EP ada kemampuan berteriak saat terdakwa melakukan tindakan, tapi tidak dilakukan.

"Kemudian ada kemampuan korban untuk membawa saksi lain saat menghadap terdakwa, dan terdakwa sering berkelakuan genit, dari keterangan tersebut harus dibuktikan"

"Jauh dari membuktikan bahwa terdakwa bersalah, kami kuasa hukum akan membuktikan peristiwa ini ada atau tidak," serunya.

Tak hanya itu, Suhendra mengatakan, jika saksi melakukan kebohongan terkait tidak adanya tim pencari fakta.

"Korban mengatakan tidak ada peran kampus, ini bertentangan dengan fakta, padahal dibentuknya tim pencari fakta (untuk mencari), apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu ada, dan terdakwa bilang tidak ada dan tak pernah dipanggil," sebutnya.

"Sedangkan hasil temuan fakta menyatakan telah melakukan pemanggilan dua kali kepada saksi korban dan saksi korban cenderung melakukan kebohongan. Bilangnya di Kotabumi tapi ternyata di Bandar Lampung itu yang akan menjadi bukti kami," pungkasnya.

 

 



Tulis Komentar