Perang Dagang China - AS

China Korbankan Ekonomi Untuk Jegal Trump

Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump. (Foto: net/anews)

BEIJING, ANEWS - China kemungkinan bakal mengambil langkah lebih jauh untuk bisa memenangkan perang dagang.

Dikutip dari CNBC, Kamis (8/8/2019), langkah yang dilakukan China dengan menggunakan yuan sebagai salah satu alat, juga menangguhkan pembelian produk pertanian AS bisa menempatkan bisnis China dalam risiko.

Hal tersebut menjadi indikator seberapa jauh China bersedia mengorbankan perekonomiannya demi mencapai kesepakatan dengan AS yang lebih menguntungkan Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Banyak investor telah menyatakan pandangan bahwa China siap menerima penurunan ekonomi (dan dengan demikian ekonomi global juga bakal turun) untuk mencegah terpilihnya kembali Presiden Trump," ujar Chief Rates Strategist Nomura Naka Matsuzawa.

Untuk membalas terhadap ancaman tarif mengejutkan Trump pekan lalu, Cina dengan cepat menghentikan pembelian produk pertanian AS, yang merugikan petani di Midwest. Pasalnya, Midwest merupakan negara bagian yang sangat penting bagi kemenangan presiden Trump pada tahun 2020 mendatang.

"(China) juga dapat mengekang pembelian barang-barang pertanian lebih lanjut, mungkin sebagai cara untuk melemahkan basis dukungan Trump di antara para pemilih pedesaan menjelang pemilihan presiden November 2020," ujar Global Chief Investment Officer UBS Mark Haefele. 

Untuk langkah terakhirnya menggunakan yuan, China mengambil risiko besar karena devaluasi akan menyebabkan keluarnya modal asing, namun juga menyakitkan bagi Trump yang memang selalu memprotes kuatnya dollar AS dibandingkan mata uang lain.

Namun, strategi China agar Trump tidak terpilih lagi dalam Pemilihan Presiden 2020 mendatang dapat menjadi bumerang. Karena tindakan garis keras untuk melawan China dapat memenangkan dukungan dari kedua belah pihak, Presiden berikutnya pun bisa jadi mengambil sikap yang sama.

Selain itu, kemerosotan lebih lanjut dalam pertumbuhan ekonomi China bisa berbahaya lantaran stabilitas negara, yang sudah berhadapan dengan meningkatnya protes di Hong Kong.

Secara year to year, pertumbuhan ekonomi China di kuartal II-2019 ini adalah yang terendah setidaknya dalam 27 tahun terakhir.

"Pergeseran ke bawah dalam tingkat pertumbuhan potensial China berarti bahwa masalah deflasi utang bisa muncul ke permukaan," kata Matsuzawa.

Biasanya pelambatan lebih lanjut akan menyebabkan pemerintah melepaskan stimulus besar untuk membuat ekonomi tumbuh lagi, tetapi ada kemungkinan ia tidak bisa bertindak seagresif yang tahun-tahun sebelumnya. (net/zet)



Tulis Komentar