64 Kepala SMP Mundur

Karena Diperas, PGRI Riau Lapor Polisi

Ketua PGRI Riau Muhammad Syafii

Pekanbaru (ANews) - Mundurnya 64 kepala sekolah menengah pertama (SMP) Negeri se Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, ternyata kini mulai menapak babak baru.
Sebab, mundur massalnya para Kepala SMP itu diduga akibat diperas oknum LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bekerja sama dengan oknum penegak hukum terkait pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). 
Dalam kaitan itulah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum. PGRI bersama Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) akan membuat laporan polisi ke Polda Riau. 
Hal ini dilakukan untuk mengetahui siapa pelaku yang memeras para kepala sekolah tersebut. "Insya Allah, besok (hari ini Senin, 20/7/2020), kita bersama LKBH PGRI Riau akan membuat laporan ke Polda Riau," ungkap Ketua PGRI Riau Dr Muhammad Syafi'i seperti dilansir dari Kompas.com, Minggu (19/7/2020). 
Syafi'i bersama LKBH PGRI Riau mengaku sudah melakukan pertemuan dengan para kepala sekolah SMP negeri yang mengundurkan diri. Pihaknya turun langsung untuk mendengar pengakuan para kepala SMP dan mengambil langkah selanjutnya. 
Berdasarkan data dan fakta yang diambil, sebut Syafi'i, pihaknya sepakat bahwa kasus ini harus dibawa ke ranah hukum untuk terduga pelaku pemerasan. Syafi'i juga berharap kejadian ini menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan di PGRI.
"Pada dasarnya PGRI selaku organisasi guru di Riau ini sedang mempersiapkan langkah-langkah, dan paling penting adalah kita melindungi anggota kita. Dan, persoalan ini juga sudah sampai ke PB (pengurus besar)," kata Syafi'i. 

Diperas sejak 2016 
Sementara itu, Ketua LKBH PGRI Riau Taufik Tanjung menyatakan bahwa kasus ini harus diusut tuntas. Apalagi, sebut dia, dalam kasus dugaan pemerasan ini melibatkan oknum penegak hukum. 
Menurut Taufik, kejadian ini sebenarnya sudah terjadi sejak 2016. Awalnya, para kepala SMP dilaporkan sebuah LSM. Mereka kemudian diduga bekerja sama dengan oknum penegak hukum untuk memeras 64 kepala sekolah di Inhu. 
Dia juga mengatakan, oknum tersebut diduga sengaja mencari-cari kesalahan kepala sekolah dalam mengelola dana BOS. Setelah itu, kepala sekolah dipanggil-panggil dan diperiksa. Saat itulah, menurut Taufik, kepala sekolah tertekan dan mengambil langkah mundur dari jabatannya. 
"Namun, pemanggilan dilakukan oknum (penegak hukum) tidak sesuai prosedur. Cuma dipanggil lewat handphone saja. Pengakuan kepala sekolah, mereka diminta uang Rp 65 juta oleh oknum agar masalah dana BOS tidak diganggu," ungkap Taufik. 
Lalu, Taufik menyebut LSM yang diduga memeras kepala sekolah merupakan lembaga abal-abal. "Itu LSM abal-abal. Kami sudah cek ke Kesbangpol tidak ada terdaftar. 
Kemudian, terkait diduga ada oknum kejaksaan, saya pikir ini sangat disayangkan, karena mencederai Korps Adhyaksa. Jadi akan melaporkan kasus ini ke Polda Riau untuk mengetahui siapa di balik kasus ini," pungkas Taufik. 
Kepada LKBH PGRI Riau, para kepsek tersebut mengaku pernah diperiksa oknum kejaksaan tanpa surat pemanggilan.
"Para kepsek dipanggil ke kejaksaan tanpa surat resmi. Pengakuan mereka, di kejaksaan mereka diperiksa, digertak-gertak, diancam gitu," kata Ketua LKBH PGRI Riau Taufik Tanjung seperti dilansir detikcom, Jumat (17/7).
Taufik menyebut para kepsek tersebut mengaku diperiksa perihal pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Dia menegaskan pemeriksaan yang dilakukan oknum kejaksaan itu tidak sesuai dengan prosedur.
Taufik mempersilakan pihak kejaksaan menyelidiki jika memang ada dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan dana BOS di seluruh SMP di Inhu. Namun, tegas dia, harus sesuai dengan prosedur. (ZET)



Tulis Komentar