Daerah

Dugaan Korupsi Moubiler Rp12,5 Miliar Kejari Geledah Hotel Kuansing

Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Haduman SH MH bersama Tim Kejari Kuansing dan Ankuntan Negara menggeledah Hotel Kuansing, Rabu (16/9/2020) siang.(riaupos.co/ANews)

Telukkuantan (ANews) - Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi terus mendalami dugaan korupsi di dalam pengadaan moubiler Hotel Kuansing Rp12,5 miliar. Rabu (16/9/2020) Kejaksaan Negeri Kuansing bersama tim ankuntan negara menggeledah bangunan Hotel Kuansing yang berada di Jalan Teluk Kuantan-Pekanbaru.

Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Haduman SH MH langsung turun bersama Kasi Pidsus Roni Saputra SH, Wakil Ketua Tim Penyidik yang juga Kasubag Bin Jefri Hardy SH, Kasi Intel Kicky Ariyanto SH, dan Kasubsi B Intelijen Teguh Prayogi SH.

Dalam penggeledahan ini juga ikut Akuntan Register Negara, Muhammad Ansar, Konsultan Pengawas, Siwi Yudo serta PPTK kegiatan dari Dinas PUPR Kuansing, Alpion Hendra. 

Rombongan ini sampai di Hotel Kuansing sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka kemudian menyisir satu persatu ruangan di hotel ini yang sudah rusak dan terbengkalai

Dilansir dari Riaupos.co, di lantai bawah, lantai dua terdapat 46 kamar, room sarapan selasar hotel hingga ke gedung Pertemuan Abdul Rauf tempat penyimpanan sisa mubiler yang masih ada.
 
Dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing Hadiman SH MH yang juga Ketua Tim Penyidik dalam penggeledahan ini turun bersama tim penyidik, menindaklanjuti kasus dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan (mubiler) Hotel Kuansing tahun 2015 dengan pagu Rp12,5 miliar lebih.

Kasus ini sudah naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Pihaknya sendiri sudah memanggil dan memeriksa, lebih dari 20 orang sebagai saksi.

Dari hasil pemeriksaan itu, pekerjaan fisik pembangunan ruang pertemuan ini hanya mampu di selesaikan pihak PT Betania Prima sebagai rekanan sekitar 44 persen lebih dengan nilai yang dibayarkan Rp5,3 miliar lebih.

Tapi, pekerjaan ini sampai sekarang tidak pernah di putus kontraknya. Akuntan Negara yang diikut sertakan, kata Hadiman, bertugas untuk menghitung kerugian negara.

"Jika sudah final penghitungannya, maka satu atau dua hari setelah itu akan kita tetapkan tersangkanya. Dan akan kita sampaikan pada publik," tegas Hadiman.

Dari hasil pengecekan ke Hotel Kuansing, sama-sama sudah di lihat tidak ada barang-barang mubiler ditemukan di lokasi. Semua itu sudah di catat pihak akuntan tinggal menghitung dugaan kerugian negara.

"Mudah-mudahan bisa cepat sehingga bisa kita tetapkan siapa tersangkanya dengan cepat pula," ujar Hadiman. PPTK Kegiatan dari Dinas PUPR Alpion Hendra, mengakui dirinya diminta hadir mendampingi tim Kejari Kuansing yang akan melakukan penghitungan dan pengecekan di lapangan.

Pada 2015 di hotel kuansing yang telah dibangun pada 2014 dilakukan pembangunan kegiatan ruang pertemuan hotel Kuansing dengan jaminan pelaksanaan yang berbentuk bank garansi dengan nomimal jaminan sebesar Rp 629.671.400.

Pembangunan hotel Kuansing ini ada tiga kegiatan, mulai pengadaan tanah pembangunan fisik pada 2014 silam. Kemudian ada pengadaan mobiler tapi di sini disebut pembangunan ruang pertemuan dilaksanakan pada tahun 2015.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan Kejari Kuansing, dalam kegiatan tersebut terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK kepada pihak penyedia sehingga mengakibatkan progres pekerjaan menjadi terhambat.

Kemudian dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, pihak PT Betania Prima tidak pernah ada dilokasi pekerjaan dan hanya datang pada saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya dalam hal ini dihadiri Direktur perusahaan.

Fakta lain yang ditemukan, pada saat selesai masa kontrak oleh PT Betania Prima hanya mampu melaksanakan pekerjaan dengan bobot sebesar 44,501 persen, dengan nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp 5,2 miliar.

Namun pada saat itu, PPK dalam kegiatan itu, dalam pelaksanaannya tidak selesai dan ditambah denda sebesar Rp 352 juta. "Akan tetapi denda ini tidak pernah ditagih PPK," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing dalam jumpa pers, Juli 2020 yang lalu di Teluk Kuantan

"Jadi begini, seharusnya PT Betania Prima ini mengerjakan 100 persen, ternyata dalam perjalanan hanya dikerjakan 44,501 persen. Selebihnya tidak dikerjakan karena alasan tidak mampu, karena barang-barang yang dia beli tidak sesuai atau tidak sampai ditempat."

Sehingga Pemda dalam hal ini Dinas Cipta Karya hanya membayar sebesar Rp 5,2 miliar."Selebihnya tidak dibayar. Dan seharusnya kontrak kan diputus, tapi sampai hari ini tidak ada diputus," kata Hadiman.

Namun dendanya tetap dibayar 1/1.000 oleh PT Betania Prima. "Ini berdasarkan temuan BPK PT Betania Prima wajib membayar denda keterlambatan Rp 352 juta. Dan sudah dibayar 2018 lalu, sedangkan paketnya ada di 2015," katanya.

Seharusnya, kata Hadiman, denda tersebut dibayar sejak putus kontrak. "Seharusnya perusahaan diberi catatan hitam atau diblacklist. Tapi sampai hari ini tidak ada diputus kontrak oleh PPK maupun PPTK," katanya.

Sehingga, kata Hadiman, status pada hari ini (Senin,red) dinaikan dari penyelidikan ke tingkat penyidikan."Tersangkanya kita umumkan setelah hasil perhitungan kerugian negara nanti keluar," katanya.

Kemudian fakta lainnya, disampaikan Hadiman, sejak awal kegiatan tidak pernah dibentuk tim penilai penerima hasil pekerjaan (PPHP) oleh KPA, sehingga pada saat pekerjaan selesai hanya dengan bobot 44,501 persen.

PPK, katanya, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan sehingga sampai dengan saat ini hasil pekerjaan senilai Rp 5,2 miliar tidak jelas keberadaannya.

"Sampai saat ini hotel kuansing belum dapat dimanfaatkan,"pungkasnya.

Dalam kasus tersebut, disampaikan Hadiman, ada sekitar 20 orang yang sudah dipanggil dimintai keterangan. "Ada 20 orang kita panggil termasuk PPK maupun PPTK dan lainnya," katanya.(RMH)
 



Tulis Komentar