“Diterbitkan di Tanjungpinang, tapi ditulis di Pekanbaru, buku itu dalam proses cetak di Jawa, pekan depan sudah sampai ke Pekanbaru, insyaallah. Kebetulan, proses mewujudkannya sebagai buku seperti mengikuti perjalanan tempat tinggal SCB, dari Riau ke Kepri, terus Jabar, he he he,” kata Taufik, sang penulis biografi 'SCB' menjawab Amanah News, Senin (31/05/2021).
Ditambahkannya, pre order sedang berjalan untuk melihat antusias bersama bagaimana suatu kreativitas dibangun tanpa henti dan terus berlanjut.
Terdiri atas 17 bab, buku itu mengisahkan berbagai hal mengenai kehidupan SCB mulai dari lahir sampai sekarang. Tidak ketinggalan juga pembahasan karyanya dari berbagai sudut, termasuk cara membaca sajak sebagai suatu kesatuan puisi Nusantara. Ada pula komentar buku dan kepenyairan SCB dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Belanda, dan tentu dari Indonesia sendiri.
Oleh karena riwayat hidup, buku ini, tidak hanya memuat hal-hal karya secara serius. Dilukiskan juga bagaimana SCB kecil tidak lepas dari kamus, tidak suka olahraga, menakik kaki adik dengan parang, seprei untuk baju, mewawancarai orang gila untuk liputan pers, dan sebagainya. Juga niat ke Yogyakarta, tetapi tibanya di Bandung. Malahan sampai igau-igauannya dan peringatan kematian ketika muda belia, termasuk pengembaraan spritualnya.
Menurut Taufik, dari buku itu juga diperoleh gambaran bagaimana ketekunan dan kesabaran dibangun dengan suatu kepercayaan potensi sendiri baik dalam pengertian pribadi maupun kolektif, sehingga ternyata memberikan sesuatu kepada dunia. “Jadi, bangsa kita ini, tidak mengekor dunia, tidak menadah begitu saja. Tidak saja menerima, tetapi juga memberi,” kata Taufik.
Ia menyadari bahwa kemungkinan masih banyak hal tertinggal dari buku itu ditinjau dari capaian SCB sendiri maupun teknis penulisan biografi. “Jadi, tidak terbaik, cuma pasti diawali dengan niat baik. Insyaalaah,” kata Taufik.
SCB lahir di Rengat, Riau, 24 Juni 1941. Mengikuti orangtuanya sebagai polisi, ia berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Riau, kemudian ketika berumur sembilan tahun, pindah ke Tanjungpinang, Kepri. Tamat SMA di kota ini, ia melanjutkan pendidikan di Bandung, Jabar. Dari kota inilah, kreativitasnya meledak dengan berbagai pembaharuan berakar pada budaya Melayu Riau tanpa melupakan unsur budaya dari manapun.
Tak pelak, baik puisi maupun baca sajaknya amat fenomenal dipandang darikacamata Timur maupun Barat. Menurut Abdul Hadi WM dalam suatu tulisannya, SCB adalah penyair yang paling banyak dibicarakan di Indonesia dalam 30 tahun terakhir. Nyatanya, SCB tidak saja menulis puisi, tetapi juga cerpen dan esai. Bukunya terbaru bertajuk Kecuali diterbitkan di Yogyakarta yang semula berjudul Petiklah Aku.
Menurut Taufik, biografi SCB ini, memang diterbitkan semi indie, sebab buku tersebut diterbitkan bukan dengan pendekatan bisnis, tetapi hati. “Ya, setidak-tidaknya menurut hati saya, sebab saya mau tata letaknya begitu begini, fotonya seperti itu yang sulit jika dikerjakan penerbit lain,” katanya.
Oleh sebab itu, pemasarannya juga melalui berbagai orang selain di toko-toko online. Beberapa nomor dapat dihubungi melalui kontak WhatsApp Adri (0811765992), Megat (081261334682), Salmah (0813-7189-0115, Ade (+62 823 2915 4827), Ratna (085738446577), Kuni (08126849986). Buku dihargai Rp250.000 yang mendapat diskon 15 persen kalau dipesan sebelum hari lahir SCB, 24 Juni. (rls/ZET)
Tulis Komentar