Daerah

Forkom IKKS se Indonesia Gelar Diskusi Virtual: Budaya dan Implikasinya Terhadap Masyarakat Kuantan Singingi

Diskusi virtual Forkom IKKS se Indonesia dengan tema

PEKANBARU (ANews) - Forum Komunikasi Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (Forkom IKKS) se Indonesia mengadakan Diskusi Virtual dengan tema "Budaya dan Implikasinya Terhadap Masyarakat Kuantan Singingi", Sabtu (17/9/2022).

Adapun nara sumber yang ikut mengisi diskusi virtual tersebut : Dr. Khanizar Chan, MA. Dosen Ilmu Adat Fakultas Ilmu Budaya UNAND Padang (Wilayah/Daerah Rantau Menurut Perspektif Adat Minangkabau), Datuk Seri Pebri Mahmud (Ketua MKA LAMR Kuantan Singingi) dan Ir. Emil Harda, MM., MBA. Datuk Paduko Raja (Sekjen LAN Kuansing). Sementara host dipandu Arman Lingga Wisnu dan moderator Prof. Asdi Agustar (Guru Besar Unand). Jumlah peserta yang ikut sekitar 50 orang yang tinggal di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam pemaparannya, Dr. Khanizar Chan, MA mengatakan untuk mengetahui sejauh mana hubungan Kuantan dengan Minangkabau dapat dilihat dari banyaknya persamaan di bidang kesenian seperti musik, tari, persembahan dalam nikah-kawin dan sebagainya. Salah satu kesenian terkenal yang cukup populer dan berkembang sedemikian rupa di Kuantan yaitu Randai berasal dari Minangkabau. 

"Budaya yang ada di Kuantan dibawa oleh para diaspora (perantau) Minangkabau. Dari penjelasan tersebut beliau berkesimpulan penduduk Kuantan Singingi berasal dari Minangkabau." ungkapnya.

Sementara itu Datuk Seri Pebri Mahmud. Ketua MKA LAMR Kuantan Singingi, mengatakan untuk mengetahui asal muasal penduduk Kuantan Singingi perlu mengetahui lintasan Kuantan itu sendiri yang sumbernya bisa tertulis, cerita turun-temurun, temuan tempat atau benda-benda purbakala yang diteli para ilmuan. Titik pangkal tempat bertolak yang pertama itu adalah Kerajaan Kandis yang berdiri abad ke 6. 

"Dari sinilah diperkirakan asal muasal penduduk Kuantan saat ini yang dalam perkembangannya bercampur dengan suku bangsa lainnya. Keberadaan Kerajaan Kandis itu sendiri tercatat dalam kitab kuno Negarakertagama karangan Mpu Tantular seorang pujangga atau pengarang masyhur dari Kerajaan Majapahat yang memuat daftar daerah-daerah di Sumatera yang termasuk dalam kekuasaan Majapahit (daerah lainnya yang masuk dalam daftar daerah kekuasaannya adalah Kritang yang terletak di Kabupaten di Indragiri Hilir sekarang, Siak, Kampar dan Rokan (dari kitab kuno ini tidak ada disebut kerajaan Pagarruyung karena kerajaan ini baru berdiri pada abad ke 14)," papar Febri.

Satu hal lagi fakta yang menarik adalah semua kerajaan yang disebutkan itu lokasinya terletak di tepi sungai besar yang ada dalam wilayah Provinsi Riau saat ini, tidak ada yang di pedalaman atau pun di pegunungan.
 


Ir. Emil Harda, MM., MBA. Datuk Paduko Raja, Sekjen LAN Kuansing menambahkan latar belakang lahirnya LAN, rencana program-kerja ke depan, mengusahakan payung hukum LAN, memaparkan problem-problem di bidang adat serta kesiapan LAN untuk bersinergi dan bergandeng tangan dengan LAMR Kuansing dalam memajukan hal ihwal yang berbenang-berelindan dengan masyarakat adat Kabupaten Kuantan Singingi. 

Banyak tanggapan-tanggapan yang disampaikan peserta diskusi terhadap pemikiran yang dilontarkan Narasumber Dr. Khanizar Chan, MA, yang garis besarnya sebagai berikut. Kita menghargai pendapat Dr. Khanizar Chan, MA, yang mengatakan orang Kuantan Singingi itu berasal dari Minangkabau dengan alasan adanya berbagai kesamaan dalam bidang musik, seni, tari, dan persembahan dalam acara nikah-kawin. Kalau kita urutkan daftarnya bisa panjang lagi misalnya kesamaan suku, bahasa, pakaian, makanan, dan seterusnya.

Setelah membaca berbagai pandangan, pendapat dari para ahli dari berbagai literatur dan fakta-fakta lainnya maka kita menilai kesimpulan yang dibuat Dr. Khanizar Chan, MA yang mengatakan orang Kuantan Singingi berasal dari Minangkabau adalah lemah dengan alasan antara lain sebagai berikut:

1.Aspek yang dianalisanya sebagai pijakan dasar dalam membuat kesimpulan terlalu sempit (beliau hanya melihatnya dari aspek musik dan tarian sekalipun menurutnya pengaruhnya besar kepada bidang lain) padahal aspek kebudayaan itu sangat luas dan beragam sebagaimana yang disampaikan pakar Sosiologi Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi. Adanya pengaruh budaya suatu daerah ke daerah yang lain adalah hal wajar dan itu juga terjadi di daerah lainnya bahkan dunia sebagaimana yang disampaikan Sosiolog Islam terkenal Ibnu Khaldun dalam bukunya yang masyhur yaitu Mukaddimah Ibnu Khaldun.

2.Aspek sejarah dunia, regional, nasional apalagi sejarah lokal Kuantan Singingi tidak ada disinggungnya sama sekali. Sejatinya itu perlu diketahui dan diuraikan mana beliau berbicara asal-usul penduduk Kuantan Singinig karena daerah ini memiliki lintasan sejarah yang banyak dimuat dalam buku-buku anak watan Kuantan Singingi yang juga pakar di bidangnya.

3.Kemudian ada fakta sejarah dalam lintasan sejarah Rantau Singingi yang menyebutkan bahwa salah seorang moyang Rantau Singingi yang menurunkan keturunannya hingga sekarang berasal dari Johor, Tanah Semenanjung Malaysia.

4.Melihat dari aspek yang dianalisanya (seni, tari) maka tergambarlah kurun-waktu yang dilihatnya adalah sejak dari masa Kerajaan Pagarruyung sampai ke masa sekarang. Mestinya cakupannya lebih luas lagi dari itu, termasuk kurun sebelum lahirnya sebutan Minangkabau. Selain itu perlu juga dibahas istilah Minangkabau itu sendiri: dari mana asal kata Minangkabau tersebut? Apakah memang benar berasal dari peristiwa adu kerbau? Atau Minangkabau itu berasal dari bahasa Sanskerta? Dimana lokasi sebenarnya dari Minangkabau tersebut? Sebagai perbandingan Kerajaan Pagarruyung baru bediri pada abad ke 14 sedangkan Kerajaan Kandis sudah ada pada abad ke 6 sebelum masehi (informasi terakhir malah sudah ada pada abad ke 1, dan ini sangat mungkin terjadi karena para ahli terus melakukan penelitian, hasil penelitian lama bisa dianulir bila ada hasil penelitian yang baru. Ilmu-ilmu sosial terus berkembang dari waktu ke waktu). Terkait dengan Minangkabau itu sendiri timbul berbagai perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Sebagian menyatakan Minangkabau itu beberasal dari kata Minangkabwa, Minangakamwa, Minangatamwan, dan Phinangkabu yang berasal dari bahasa Sanskerta (kata-kata Minanga ini ada ditemukan pada Prasasti Kedukan Bukit Palembang—lihat lampiran). Istilah Minangakamwa atau Minangkamwa berarti Minang (Sungai) kembar yang merujuk pada pertemuan dua sungai Kampar yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kanan, yang diperkirakan lokasinya di Candi Muara Takus Kampar. Tetapi Dr. Buchari mengatakan letak Minangan itu di hulu batang Kuantan (boleh jadi di Padang Candi kemudian berpindah-pindah tempat). M Arlan Ismail mengatakan bahwa lokasi Minanga itu terdapat di muara sungai Komering purba. Sedangkan Slamet Muljana menyatakan bahwa minanga itu terletak di hulu sungai Batanghari. Berdasarkan pendapat-pendapat beragam-ragam itu rasanya kurang bijaksana bila ada satu pihak mengklaim lokasi Minanga itu ada di wilayahnya dan menafikan tempat lainnya. Karena itu pula penyebutan Minangkabau kurang tepat disematkan bagi daerah-daerah yang saat ini masuk dalam Provinsi Sumatera Barat. Yang pas adalah Provinsi Sumatera Barat bukan Minangkabau tetapi Narasumber menyatakan tidak mau memakai Sumatera Barat tetapi Minangkabau supaya luas daerahnya. 

Di sisi lain kita harus ingat juga bahwa sebelum populernya istilah Minangkabau kita harus melihat hubungan antar daerah pada masa sebelum lahirnya daerah-daerah yang kita kenal sekarang ini, yang ujungnya bermuara pada satu kesatuan asal usul tetapi karena kita bermastautin pada tempat, ruang dan waktu yang berbeda dan berhubungan dengan berbagai aneka suku bangsa melahirkan budaya yang bercampur pula. Oleh sebab itu para pakar budaya berpendapat bahwa kebudayaan kita yang ada saat ini berasal dari budaya nenek moyang kita dahulu kala tetapi telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan rentang waktu dan masa yang sedemikian panjang dan seiring dengan meningkatnya kecerdasan aka-budi manusia. Dalam buku-buku lama karya  orang Minangkabau sendiri seperti karya salah seorang tokoh adat yakni Datuk Sanggoenodiradjo maupun buku-buku Hamka yang punya pengetahuan yang dalam tentang adat masih kita jumpai perkataan Melayu Minangkabau. Ada satu hal yang bisa mengingatkan mereka dengan Melayu dimana di sana terdapat sebuah suku yang bernama Suku Melayu yang diyakini berasal dari zuriat Raja Adityawarman. Itulah sebabnya keturunan Raja-Raja di Minangkabau dahulunya banyak bersuku Melayu yang pada mulanya menganut adat Patrilineal yang memiliki rumah yang khas (digagas Datuk Perpatih Nan Sebatang atau Patih Suatang dalam kitab Sulalatus Salatin) tetapi dalam perkembangannya terdesak oleh adat Matrilieal (yang digagas oleh Dt. Ketemenggungan).  
 
Dr. Khanizar Chan, MA juga tidak membahas hubungan Kuantan Singingi dengan Minangkabau dari aspek Sosiologi (misalnya, adanya interaksi dan saling pengaruh-mempengaruhi kebudayaan antara satu daerah dengan daerah lainnya berdekatan, beretangga adalah hal yang wajar), Antropologi (misalnya adanya kesamaan gen antara suatu penduduk dengan daerah lain sebagaimana yang disinggung Ibu Yohanna dari Cerenti. Bisa pula kita tambahkan kesamaan kesukaan makanan, bentuk tubuh dan sebagainya) dan Etnologi (misalnya penyebaran manusia yang berasal dari daratan Benua Asia menuju kepulauan Nusantara termasuk Indonesia, Sumatera, termasuk Riau dan Sumatera Barat datang secara bergelombang-gelombang yang disertai dengan kebudayaan masing-masing, dan inilah cikal-bakal dan asal-muasal kebudayaan kita hari ini yang terus berkembang dari waktu ke waktu).   
    
Perlu juga kiranya uraikan tentang kesamaan suku-suku yang terdapat di Kuantan Singingi dengan yang terdapat di Minangkabau karena hal itulah yang dijadikan hujah atau dalil untuk menyimpulkan orang Kuantan Singingi berasal dari Minangkabau. Suku-suku bukan hanya ada di Kuantan Singingi dan Minangkabau saja tetapi juga di Aceh, Jambi, Palembang, Bengkulu, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi, Irian jaya dan banyak lagi. Di Sumatera Utara misalnya ada suku Batak, Toba, Pak Pak, Mandailing sebagainya. Setiap suku terdiri dari beberapa kelompok, inilah yang disebut dengan marga, orang Kuantan Singingi menyebutkan perut, di negara barat disebut klan, sedangkan di tanah Arab disebut bani. Kalau kita operasionalkan atau dinarasikan keadaan suku-suku di Kuantan Singingi kira-kira bunyinya: penduduk Kuantan Singingi adalah suku bangsa Melayu Kuantan Singingi yang terdiri dari beberapa keturunan (perut, klan, bani, marga), ada Melayu, Caromin/Camin/Cemin, Tigo Kampuong, Limo Kampuong, Pabadar, Patopang, Tigo, Ompek, Limo, Onam, Caniago, Paliang, Paliang Soni, Paliang Lowe dan sebagainya.

Rasanya tidak lengkap bila tidak kita tulis tentang Melayu karena faktanya saat ini kita berada di Provinsi Riau yang disebut negeri Melayu, Bumi Lancang Kuning. Untuk itu mari kita kutip pendapat Dr. Ahmad Dahlan (2019). Definisi Melayu. Menggali, meneliti, mengkaji, serta menulis tentang Melayu rasanya tiada akan habis-habisnya karena bangsa Melayu telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia bahkan dunia. 

Seyogyanya, kita yang sekarang sebagai bangsa Indonesia adalah bangsa Melayu. Namun, dalam perjalanannya, definisi Melayu sebagai bangsa kian memudar dan menciut sebagai suku bangsa atau etnis. Sekarang ini kita orang Indonesia pada umumnya mengaku sebagai orang Melayu hanya setakat untuk membedakan diri dengan ras bangsa lain di dunia. 

Dengan pembatasan Melayu yang telah mengerucut sebagai suku bangsa atau etnis, orang yang tetap bersetia sebagai Melayu menjadi berbeda misalnya dengan suku bangsa atau etnis Batak, Aceh, Minang, Banjar, Dayak, Sunda, Jawa, Bugis, Ambon, dan seterusnya yang telah mendefinisikan diri mereka sebagai suku bangsa atau etnis selain Melayu. Dengan batasan ini orang Melayu kemudian mendefinisikan dirinya sebagai masyarakat yang bermastautin turun temurun dan atau berasal-usul dari masyarakat yang mendiami wilayah bekas kerajaan-kerajaan Melayu seperti di wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat serta sebagian Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, juga Malaysia, Singapura, Thailand bagian selatan, Brunai Darussalam serta negeri-negeri Melayu lainnya di Nusantara. Belakangan orang Melayu terdefinisikan pula kian menyempit kepada mereka yang sehari-hari berkomunikasi dalam bahada Melayu, berbudaya dan beradat-istiadat Melayu serta beragama Islam. (Apakah kita termasuk orang yang masih bersetia itu? Untuk itu perlu agaknya kita ulang-ulang kisah Demang Lebar Daun di Bukit Siguntang Mahameru yang masyhur itu?  Pasar jalan karena ditempuh, lancar kaji karena diulang-ulang.
 
Tanggapan terhadap Datuk Seri Pebri Mahmud. Ketua MKA LAMR Kuantan Singingi.

Peserta diskusi memberikan tambahan pemikiran atas pendapat beliau sebagaimana yang dipaprkannya dalam bentuk slide, termasuk untuk terus mencari berbagai referensi yang relevan. 

Tanggapan terhadap Ir. Emil Harda, MM., MBA. Datuk Paduko Raja, Sekjen LAN Kuansing terkait dengan LAN.

Pada prinsipnya peserta diskusi dapat memahami keberadaan LAN tersebut karena konstitusi negara kita memberikan ruang kepada warga negaranya untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, membentuk Lembaga, organisasi. Selain itu keberadaan LAN ini tentu tidak lepas dari dinamika yang berkembang di Kuantan Singingi.

Harapan peserta diskusi dan tentu juga harapan semua orang Kuantan Singingi baik yang tinggal di kampung maupun perantauan kiranya kehadiran LAN dapat memberikan kontribusi positif, bersinergi, saling berganding tangan dan bahu membahu dengan LAMR Kuantan Singingi dalam memajukan hal-ihwal yang berkaitan dengan masyarakat adat di Kuantan Singingi. (**/rls)



Tulis Komentar