Opini

KDRT, Kenapa Bisa Terjadi?

Oleh: Rini Imron

Permasalahan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami artis jebolan Dangdut Akademi (DA) Lesti Kejora terus menjadi perbincangan hangat di kalangan penggemarnya, nitizen maupun para pegiat pejuang wanita. 

Ini membuktikan, bahwa persoalaan KDRT tidak hanya terjadi di sebuah lingkungan tertentu saja atau di level tertentu saja, bahkan tindakan ini bisa dilakukan atau terjadi di kalangan apa saja. Entah itu di keluarga artis, keluarga para pejabat, keluarga yang berpendidikan tinggi ataupun berpendidikan rendah, termasuk dalam strata ekonomi. Kasus KDRT bisa terjadi di dalam keluarga yang ekonominya rendah, menengah dan bahkan di tingkat atas. 

Kenapa KDRT bisa terjadi di lingkungan keluarga? Padahal seharusnya lingkungan keluarga memberikan dampak yang positif pada anggota keluarganya. Rasa kasih sayang, cinta, ketulusan, kesantunan dalam bersikap hendaknya terjalin di lingkungan keluarga yang memang ada yang mengikatnya, seperti pertaliah darah, hubungan suami istri yang memang sudah kodratnya untuk berkasih sayang mesra. Atau juga hubungan dengan asisten rumah tangga yang menetap, yang memang merupakan orang lain di luar keluarga namun sudah menjadi bagian dari keluarga karena pekerjaannya yang mengurus rumah tangga sehari-hari. Mereka inilah yang menjadi sasaran KDRT berdasarkan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 

UU ini terlahir dengan pertimbangan bahwa kasus KDRT merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, meskipun itu dilakukan di dalam lingkup rumah tangga. Yang mana pada zaman dahulu, orang sering beranggapan bahwa masalah rumah tangga biarlah menjadi urusan rumah tangga orang yang bersangkutan. Apakah di situ terjadi tindak kekerasan, jarang ada orang lain yang ingin terlibat di dalamnya, meskipun hanya untuk melindungi korban. Selain itu UU juga menyebutkan persoalan KDRT merupakan suatu kejahatan terhadap mertabat kemanusiaan serta bentuk dari diskriminasi. Dan kenyataannya korban KDRT lebih banyak terjadi dari kalangan perempuan. Untuk itu perlu adanya payung hukum yang mengatur tentang KDRT ini agar semua warga terjamin hak asasinya dan mencegah terjadinya kejahatan dalam rumah tangga. 

Apa yang sebenarnya yang menjadi penyebab KDRT? Menurut laman Kementerian Kesehatan RI, kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT adalah pola perilaku dalam hubungan yang digunakan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan serta kendali atas pasangan atau anak. Adapun bentuk dan tingkat KDRT ini bisa sangat beragam. Jenis KDRT yang paling umum adalah kekerasan fisik, verbal, seksual, emosional, dan finansial. Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan dan dampaknya bisa bertahan lama. Meski alasan seseorang melakukan perbuatan ini beragam, akan tetapi yang paling umum adalah faktor ekonomi. 

Berikut sejumlah penyebab KDRT di antaranya:

1. Kekuasaan yang tidak seimbang 
Kekuasaan suami sebagai kepala rumah tangga terbentuk karena adanya unsur-unsur kultural di mana ada norma-norma dalam kebudayaan tertentu yang menguntungkan suami. Misalnya, terdapat gagasan bahwa suami memiliki kuasa dari pada istri. Pandangan ini terbangun karena kaum lekaki memandang istri adalah pelayan suami, objek seks, atau apa pun yang diinginkan suami harus dituruti. 

2. Ketergantungan finansial istri pada suami 
Finansial istri biasanya bergantung pada suami dengan alasan istri yang tidak bekerja menjadi salah satu faktor yang memicu suami bertindak seenaknya, bahkan melakukan kekerasan pada istri. Terkadang kemandirian finansial istri juga dapat menjadi penyebab KDRT karena munculnya kecemburuan dan curiga dari suami pada istri. Suami merasa curiga terhadap perselingkuhan ketika istri bekerja atau suami merasa tersaingi yang mengakibatkan hilangnya anggapan bahwa suami tulang punggung keluarga. 

3. Pasangan muda 
Pengasuhan yang tidak terduga atau di usia muda sering kali mengarah pada bagaimana mendidik dan membesarkan anak. Hal tersebut dapat menyebabkan orang tua stres, agresi, kemarahan, kecemasan, frustrasi, dan depresi dengan banyak dari tindakan ini dilampiaskan pada pasangan atau anak. Penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua muda berisiko lebih tinggi untuk ketidakstabilan keuangan dan pendidikan yang lebih rendah. Akibatnya, hal ini mempersulit situasi stres yang sudah ada sebelumnya. 

4. Metode penyelesaian masalah 
Contoh kasus utama bagaimana dinamika kekuasaan bertindak dalam KDRT adalah proses berpikir bahwa kekerasan dan pelecehan bisa membantu menyelamatkan suatu hubungan. Meskipun sangat keliru, pelaku KDRT berpikir bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan pasangannya. Ini adalah faktor penyebab KDRT yang mungkin sering terjadi. 

5. Pendidikan rendah 
Umumnya, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki wanita, semakin siap ia untuk melawan hal-hal yang tidak diinginkan dan bujukan seksual berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan dengan pendidikan menengah memiliki risiko lebih rendah mengalami KDRT, hal itu karena ia mampu melarikan diri dari situasi yang kejam dan bertahan dengan kemandiriannya. Baca Juga: Penting, Ketahui 8 Manfaat Konseling Pernikahan 

6. Rasa percaya diri yang rendah 
Terdapat faktor internal dan eksternal penyebab KDRT. Ini mungkin ada hubungan antara harga diri yang rendah dan risiko menjadi pelaku KDRT atau seseorang yang terkena dampak perilaku ini. Seseorang yang mengalami pelecehan biasanya percaya bahwa dirinya tidak pantas untuk dicintai. Oleh karena itu, korban lebih cenderung mencoba menanggung pelecehan dengan harapan pelaku KDRT akan berubah. Pelaku kekerasan, di sisi lain, biasanya berusaha menutupi harga dirinya yang rendah dengan merendahkan orang lain. 

7. Penyakit mental 
Peran penyakit mental dalam siklus kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang lazim. Seseorang yang telah didiagnosis dengan penyakit mental, seperti gangguan bipolar atau skizofrenia, mungkin mengalami ketidakmampuan mengendalikan kemarahannya. Kondisi ini membuatnya mungkin menjadi pelaku KDRT. Sementara, seseorang mengalami depresi atau gangguan mood lainnya sering kali menjadi korban.

8. Kurangnya Ilmu dan Penerapan Agama 
Saya ingin menambahkan, poin ke delapan. Yang menjadi poin terakhir, namun sebenarnya bisa menjadi poin pertama dalam faktor penyebab terjadinya KDRT. Yaitu, faktor kurangnya ilmu agama pada anggota keluarga yang bersangkutan. Saya yakin agama manapun mengedepankan kasih sayang kepada semua, termasuk kasih sayang dalam keluarga. Bahkan kita diperintahkan untuk bersikap lemah lembut kepada orang lain, apalagi kepada keluarga seperti suami, isteri dan anak. Jika suami dan isteri memiliki dan memahami ilmu dengan baik serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tentu masing-masing pihak memperhatikan tindak-tanduknya, dengan mencegah hal-hal yang dilarang dalam agama.

Bagaimana Cara Mencegah KDRT? 
Masih mengutip laman Kementerian Kesehatan RI, menurut Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), sebanyak 18,3% perempuan yang telah menikah dengan jenjang usia antara 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual. 

Setelah mengenali penyebab terjadinya KDRT, penting bagi kita untuk mengambil langkah pencegahannya, seperti di bawah ini : 

* Mempelajari dan mengembangkan keterampilan hubungan yang sehat dengan program pembelajaran sosial-emosional untuk remaja dan program hubungan yang sehat untuk orang dewasa. 
* Melibatkan orang dewasa dan teman sebaya yang berpengaruh untuk mengajar dalam program dan pendidikan keluarga. 
* Mengikuti program keterampilan mengasuh anak dan perawatan untuk anak-anak. Membentuk lingkungan yang protektif dengan memperbaiki suasana sekolah, suasana tempat kerja, dan lingkungan sosial. 
* Memperkuat dukungan ekonomi bagi keluarga melalui program ketenagakerjaan dan program keamanan finansial.
* Mempertebal iman/memperdalam ilmu agama
 
Selain itu dukung para penyintas untuk meningkatkan keselamatan dan mengurangi bahaya dengan membangun layanan dukungan korban, program perumahan, dan perlindungan hukum perdata dan responden pertama. 

Banyak dari langkah pencegahan tersebut dimaksudkan untuk bekerja dengan populasi berisiko untuk mengubah dan mendukung lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat guna mendorong rangkaian keterampilan keluarga yang sehat dan protektif. 

Adapun faktor penting dalam masyarakat yang membentuk pencegahan KDRT, berikut di antaranya: 

* Koordinasi sumber daya dan layanan di antara lembaga-lembaga lokal. 
* Akses ke bantuan ekonomi dan keuangan. 
* Akses ke perawatan medis dan bantuan kesehatan mental.
* Akses ke perumahan yang aman dan stabil 
* Rasa keterhubungan antar anggota masyarakat.

Mengenalkan hubungan yang sehat dan tanpa kekerasan adalah hal penting untuk mengurangi kasus KDRT. Penting bagi kita bersama untuk giat memberikan sosialisasi mengenai UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT. Dimana pada Pasal 44 UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT disebutkan, jika mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat maka pelaku dapat pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta. Semoga dengan adanya sanksi ini, pelaku KDRT, mikir-mikir dulu melakukan kekerasan pada anggota keluarganya. 

Penulis adalah alumni Fisipol Universitas Riau, peminat masalah sosial dan mantan anggota Women Crisis Center Provinsi Riau 



Tulis Komentar