Bumi Melayu Riau Menuju Kandang Banteng ?
Oleh: Satria Mandala Putra
PELANTIKAN anggota DPRD Provinsi Riau periode 2024-2029 di Pekanbaru pada Jum'at 6 September 2024 lalu menjadi inaugurasi bagi kemenangan besar PDI Perjuangan di bumi Melayu Riau. Perolehan pemilu legislatif PDIP, untuk pertama kalinya melewati Partai Golkar, di provinsi yang selama ini dikenal sebagai kandang beringin.
Kemenangan bersejarah PDI Perjuangan di Riau ini ditandai perolehan 11 kursi dari 65 jumlah kursi di DPRD Provinsi Riau, mengalahkan Partai Golkar yang mendapatkan 10 kursi pada pemilu legislatif 2024.
Capaian tersebut tentu mengagetkan banyak pihak, mengingat saat pemilu 1999 lalu PDI Perjuangan menang secara Nasional dengan persentase 33% sekalipun, namun perolehan kursi PDI Perjuangan tetap dibawah kursi Partai Golkar di DPRD Provinsi Riau.
Selain di level provinsi, PDI Perjuangan juga memenangkan pemilu di empat kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Bengkalis,, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Rokan Hulu sehingga berhak mendapatkan posisi ketua DPRD serta mendapatkan empat wakil ketua seperti di DPRD Kota Pekanbaru, kota Dumai, kabupaten Rokan Hilir dan DPRD Kabupaten Kuantan Singingi.
Situasi ini tentu patut disyukuri sebagai sebuah capaian membanggakan, sebagai buah kerja keras seluruh komponen partai dari pengurus, caleg, kader hingga simpatisan. Namun lebih dari itu, patut menjadi pencermatan agar tidak menjadi sekedar pencapaian sesaat, melainkan berkesinambungan serta mengakar. Pencapaian yang niscaya disikapi dengan kerja lebih keras agar kebermanfaatan nilai-nilai kejuangan PDI Perjuangan dirasakan masyarakat Riau secara nyata.
Namun demikian, khalayak tentu memerlukan penjelasan mengapa daya terima PDI Perjuangan semakin kuat di Riau. Hemat saya, setidaknya terdapat tiga alasan kuat, pertama dikarenakan suprastruktur partai yang semakin kuat dan membumi. PDI Perjuangan sebagai partai ideologis, berkemampuan menerjemahkan ide dan gagasan kerakyatan menjadi tindakan dan pemihakan pada masyarakat kecil. Di akar rumput, termasuk di Riau, narasi besar partai diterjemahkan kader-kadernya menjadi agenda dedikatif atas problem-problem riil rakyat.
Meski semua partai tentunya memiliki ideologinya masing-masing, namun citarasa PDI Perjuangan telah membuat publik menasbihkan PDI Perjuangan sebagai satu dari sedikit partai ideologis di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari ceruk dukungan yang mengakar, serta tercermin dari program-program yang dijalankannya.
Kedua, Ide-ide nasionalisme kerakyatan Bung Karno tersebut kompatibel dengan problematika rakyat di akar rumput. Akibatnya, pemilih memandang hal tersebut dapat menjadi harapan dan jalan keluar bagi problem mereka. Terlebih, ketika ide besar tersebut tercermin nyata melalui tindakan dan tindak-tanduk kader-kader banteng di tengah masyarakat.
Kedua, kepemimpinan Ibu Ketua Umum Megawati Soekarno Putri di pusat serta Zukri Misran di Riau yang membuat soliditas internal menjadi kokoh dan akseptabilitas di eksternal kian kuat. Mungkin sudah tak perlu mengulas leadership Megawati sebagai politisi negarawan kelas wahid di Republik ini, namun kepemimpinan Zukri Misran sebagai petugas partai di bumi Melayu Riau sangat layak disimak.
Sebagai anak melayu yang lahir dari bawah, Zukri yang saat ini masih berusia 45 tahun merupakan pemimpin merakyat. Kiprahnya setelah tiga kali terpilih menjadi anggota legislatif Provinsi Riau serta kepemimpinannya sebagai Bupati Pelalawan, membuatnya dipercaya memimpin DPD PDI Perjuangan Provinsi Riau. Tangan dingin Zukri diyakini berperan signifikan memastikan daya tarung PDI Perjuangan menjadi maksimal dalam pemilu lalu.
Lantas, mungkinkah pemilu 2024 menjadi penanda awal bagi dominasi PDI Perjuangan di Riau? Akan kah bumi Melayu Riau akan menjadi kandang yang kokoh bagi PDI Perjuangan ke depan? Semuanya tentu berpulang pada diri sendiri, pada kemampuan menjaga manajerial dan kedisiplinan organisasi, soliditas kader dan pengurus, serta tentu saja capaian kinerja para legislator dan kepala daerah dari kader-kader PDI Perjuangan sendiri.
Meski Riau bukan lah barometer dalam perpolitikan nasional seperti layaknya Jakarta atau Jawa Timur misalnya, namun nilai strategisnya bagi kepentingan nasional tidak bisa diabaikan begitu saja. Riau merupakan salah satu frontline bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Posisinya yang dekat dengan selat Malaka, membuatnya harus dibangun dengan serius sebagai pusat keunggulan ekonomi nasional, sebagai pusat industri dan perdagangan, pertanian dan perkebunan, jasa dan pariwisata, ketimbang hanya dikenal sebagai penghasil minyak bumi semata.
Penulis adalah kader PDI Perjuangan dan legislator Kabupaten Kuantan Singingi
Tulis Komentar