Di Tengah Wabah Covid-19

'Warning'...Riau Kini Alami Defisit Beras !

Panen padi di areal persawahan di Indragiri Hulu, Riau, baru-baru ini. (DataRiau/Anews)

Jakarta (Anews) — Ini benar-benar berita yang menyesakkan bagi masyarakat Provinsi Riau, di tengah merebaknya wabah virus corona Covid-19. Bayangkan, Riau kini dinyatakan mengalami defisit ketersediaan beras bersama tiga provinsi lain di Indonesia, yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Provinsi Maluku Utara.
Pernyataan Provinsi Riau mengalami defisit beras bukan kabar bohong atau hoaks, akan tetapi itu benar-benar informasi sangat valid yang disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Jakarta.

Tetapi apakah defisit ketersediaan beras di Riau ini karena dampak langsung penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau dipicu dampak lain, sejauh ini belum ada penjelasan secara resmi dari pihak-pihak yang kompeten.
Dilansir dari Bisnis.com, Kamis (7/5//2020), Kementerian Pertanian melaporkan adanya penurunan jumlah provinsi yang mengalami defisit pasokan beras usai pemerintah bersama Perum Bulog melakukan intervensi dengan distribusi dari wilayah yang suplus.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan bahwa daerah yang mengalami defisit beras sampai saat ini mencakup empat provinsi, turun dari tujuh provinsi yang sebelumnya dilaporkan.
"Sesuai paparan presiden, ada tujuh provinsi yang defisit beras. Setelah kami intervensi, maka yang tersisa adalah Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Maluku Utara," kata Syahrul, dilansir dari Bisnis.com.

Kementan sebelumnya menyebutkan bahwa kondisi defisit di tujuh provinsi selama April bakal ditanggulangi dengan upaya konsolidasi pasokan beras dari tiga provinsi yang mengalami surplus, yakni Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.
Adapun stok beras keseluruhan dari ketiga provinsi ini pada April yakni 721.657 ton di Jawa Timur, 183.845 ton di Sulawesi Selatan, dan 38.988 ton di Kalimantan Timur.

Sementara stok beras nasional yang tersebar di penggilingan padi, pedagang, dan Perum Bulog per April tercatat berada di angka 3,52 juta ton.
Meski terdapat daerah yang terpantau mengalami defisit, Kementan menjamin bahwa potensi ketersediaan beras sampai Juni 2020 akan mencukupi.
Berdasarkan penghitungan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras periode April–Juni 2020 diperkirakan mencapai 10,58 juta ton dengan total luas panen sebesar 3,83 juta hektare. Jika ditambah stok beras nasional akhir bulan Maret sebesar 3,45 juta ton, maka total ketersediaan beras akan mencapai 14,03 juta ton selama periode ini.

Kebutuhan beras selama periode ini pun diperkirakan berada di angka 7,61 juta ton. Berdasarkan prognosis tersebut, Kementan menjamin neraca beras nasional pada akhir Juni surplus 6,4 juta ton.
Dari laporan ketersediaan yang surplus secara nasional tersebut, Kementan mencatat bahwa per Juni nanti bakal ada 6 provinsi dengan surplus 10 persen yakni provinsi Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Di sisi lain, akan ada 22 provinsi yang diproyeksikan mengalami defisit beras lebih dari 25 persen .

Andalkan dari luar
Berdasarkan data Redaksi Harian Amanah News, kondisi ketahanan pangan khususnya beras untuk masyarakat Provinsi Riau, hingga kini memang sangat rentan.
Kondisi tersebut terkait erat dengan tingkat produksi padi di Riau yang masih sangat rendah, sehingga sekitar 70 persen kebutuhan pangan untuk masyarakat Riau, selama ini memang mengandalkan pasokan dari luar daerah ini. Terutama dipasok dari sejumlah provinsi tetangga seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Sementara di sisi lain,  jumlah penduduk Provinsi Riau terus mengalami peningkatan. Saat ini jumlah populasi penduduk di Riau ditaksir mencapai angka 6,84 juta jiwa.
Produksi padi di Provinsi Riau tahun 2019 tercatat sebesar 230,87 ribu ton GKG (Gabah Kering Giling) dan yang menjadi beras siap konsumsi sebesar 131,82 ribu ton. Angka ini tentu jauh dari harapan mencapai swasembada pangan mengingat konsumsi beras Provinsi Riau pada tahun 2019 mencapai 635,94 ribu ton.
Kemampuan Provinsi Riau untuk secara swadaya memenuhi sendiri kebutuhan pangan warganya dari komoditas beras, memang masih jauh 'panggang' dari api, karena hampir saban tahun produksi beras daerah ini anjlok.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, produksi beras di daerah berjuluk "Bumi Lancang Kuning" itu pada 2019 hanya mencapai 131.820 ton. Jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 20.270 ton atau 13,33 persen dibandingkan 2018.

Sagu jadi alternatif
Secara terpisah Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Hardianto seperti diberitakan Antara Riau di Pekanbaru, kini mengaku prihatin dengan krisis pangan yang terjadi di tengah pandemi COVID-19. Pemerintah harus segera mengambil sikap agar kelangkaan beras tidak menimbulkan permasalahan baru di tengah masyarakat yang sangat disulitkan dengan bencana ini.
"Cukup memprihatinkan di tengah pandemi, kita malah dihadapkan dengan defisit beras. Ini tentu sangat dilematis, karena Provinsi Riau hingga hari ini masih sangat bergantung pada provinsi tetangga untuk menyuplai kebutuhan beras sendiri," ucap Hardianto.

Hardianto menyarankan, agar Pemprov Riau dan Pemda kabupaten/kota menghidupkan kembali sentra pertanian dengan memberikan stimulus kepada petani untuk berproduksi.
"Berikan dorongan stimulus pada petani. Kita hidupkan lagi sentra pertanian yang semula tidak jalan. Ini bisa dikerjakan. Karena kita tidak punya pilihan lain, kalau cetak sawah berkaitan dengan waktu dan anggaran yang tidak memungkinkan untuk dilakukan saat ini," ucap politisi Gerindra itu.
Kemudian dia juga menyarankan agar Pemerintah daerah untuk melirik sagu sebagai sumber pangan alternatif. Dimana, Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia, sehingga komoditi ini bisa dimanfaatkan di tengah krisis pangan.
"Hari ini kan perkebunan sagu terbesar berada di Meranti. Nah mungkin saja, bisa dijadikan komoditas pangan alternatif," ucapnya. ZET



Tulis Komentar