Opini

Pemasaran Karet di Rantau Kuansing Riau

Oleh:  Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi
(Dosen, Konsultan dan Pemerhati Sosial)


ALHAMDULILLAH , kegiatan FGD Virtual/Webinar Forkom IKKS se Indonesia beberapa hari yang lalu (Rabu 27/10-2020) berlangsung dinamis, diskusi berjalan hingga larut malam pukul 24.00 wib dan dimulai dari pukul 20.00 wib. Begitu menarik topik yg dibahas tentang "Prospek pemasaran karet dan Hilirisasi sistem agribisnis Karet di Kabupaten Kuantan Singingi, " Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, yang merupakan sentra produksi karet alam terbesar peringkat ke 5 di Indonesia. Hal ini semakin membuktikan bahwa ekonomi masyarakat Kuansing berbasis perkebunan Karet dan usaha berkebun karet (ghota) juga merupakan bagian dari pola budayanya karena diusahakan  secara turun temurun di masyarakat rantau Kuansing sebagai mata pencaharian pokok. Kuansing itu adalah sebuah nagori dan tanah kelahiran kita, yang barang tentu "jauh di mata nan dekat di hati." kita yang ada di perantauan ini.

Saya membaca komentar dari para Sahabat Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) se Indonesia, dan gambar2 peserta Webinar tersebut yg telah diposting Sekum IKKS Pekanbaru, Arman Lingga Wisnu, SE. sungguh menginspirasi saya untuk mengulas wacana diskusi (diskursus) yang sudah terjadi sesuai dengan perspektifnya.  

Saya senang membacanya, dan saya mengucapkan terima kasih serta tak lupa bersyukur ... Alhamdulillah atas terselenggaranya Webinar IKKS tersebut. 
Banyak informasi terbaru yg didapatkan, terutama berkaitan dengan intsrumen kebijakan penataan sistem pemasaran karet (gotah) 2-3 tahun terakhir, yang dikerjakan Dinas Perkebunan (Disbun) Pemkab Kuansing sejak tahun 2018. Bapak Syoffinal/Mantan Kabid di Disbun Kab. Kuansing dan kini telah pindah  ke Dinas Provinsi Riau sebagai salah seorang nara sumber Webinar Forkom IKKS saat itu. Begitu bagusnya materi pemaparannya/power point (Ppt)nya dan telah menjelaskan konsep dan aplikasi Sistem Pemasaran Pelelangan Karet (Gotah Boku dan Latek) dgn pola 4-S.  Berdasarkan data hasilnya luar biasa, dimana kini para penyadap  karet (manakiak Gotah) bisa menikmati harga yg relatif tinggi (yaitu saat ini sdh bisa mencapai Rp.11.500/kg sedangkan harga beli tauke hanya Rp.8.000 an/kg) dan posisi tawar para petani produsen Karet semakin membaik,  sehingga pendapatan keluarga (household income) bertambah meningkat. Akibatnya daya beli penduduk desa, dan nilai tukar semakin meningkat sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di rantau Kuansing.

Saya sungguh terkejut (surprised) mendengar informasi ini, ternyata sudah ada praktek pelelangan dalam pemasaran Karet. Walaupun faktanya belum semua daerah Kecamatan di Kuansing terjamah, baru sekitar 6 (40-45 %) dari 15 Kecamatan yg ada.
Kita dan para peserta Webinar IKKS semua merasa senang dan penuh harap semoga sistem pemasaran lelang 4-S terus berjalan dan tidak berhenti di tengah jalan.  Pemkab Kuansing agar lebih serius menjalankan program pelelangan Karet tsb dengan mewaspadai ancaman dan gangguan dari kelompok masyarakat tertentu (pedagang pengumpul-ijon, tengkulak, induk semang dll) yg merasa terganggu kepentingannya.

Saya sendiri sebagai salah seorang putra Kuansing yang ada di perantauan juga berharap demikian. Dalam pesan di WAG IKKS saya ungkapkan agar kita semua terus membantu mensosialisasikan pola 4-S ini kepada masyarakat di desa2, go a head !!! Lanjutkan dan maju terus..!!!

Sistem Pelelangan Pemasaran Gotah/Karet Pola 4-S yaitu Satu waktu, Satu tempat, Satu harga dan Satu mutu. Pola pemasaran  pelelangan Karet dengan 4-S tersebut, telah mampu mereduksi peran dan fungsi para induk semang dan "tauke" yang selama ini hegemoni dan cengkraman bisnisnya begitu kuat. Selama ini di rantau Kuansing kaum penyadap Karet tidak berdaya dibuatnya dalam penentuan harga komoditas perkebunan Karet, dengan kehadiran inovasi sistem pemasaran pola 4-S kini semuanya telah mulai berubah, yang dulu kaum petani sebagai "take price" korban sistem ijon (tengkulak, tauke) kini mulai bergeser secara pelan dan pasti menjadi penentu harga "make price".  
Kita berharap, mudah2an pola pelelangan Gotah 4-S tetap bertahan.

Harapan lainnya, juga terus dikembangkan pada semua Kecamatan dan Desa se Kab. Kuansing. Jangan berhenti di 6 Kecamatan saja. Kampung halamanku Kecamatan Cerenti menurut informasi Sistem Pelelangan Gotah 4-S belum terjamah.

Mudah2an dalam waktu tidak terlalu lama inovasi kelembagaan pemasaran tersebut diImplementasikan dengan baik di semua Kecamatan dan desa-desa di Kabupaten Kuansing.

Maka, hayoo....!  untuk meningkatkan kemampuan sistem ekonomi rakyat berbasis komoditas Karet/Gotah, kita dituntut memperluas basis usaha dan aktivitas agribisnis. Kita sangat mendukung adanya gagasan yg mempromosikan intsrumen kebijakan dan program hilirisasi produk2 olahan karet (off farm). Karena dengan program hilirisasi usaha perkebunan Karet, maka peningkatan nilai tambah (value add) dan membuka lapangan usaha baru akan bisa diperoleh.

Memang sudah waktunya kita berpikir kreatif dan berbuat inovatif untuk menjadikan hasil penyadapan kebun Karet (gotah "Boku dan Latek") di Kuansing,  agar bisa dibuat  beraneka ragam produk (diversifikasi produk), misalkan berupa  produk-2 olahan beserta turunannya (pohon industrinya) seperti sandal, sepatu, ban sepeda, dan bahkan aspal jalan etc. 
Jika inovasi ini berhasil diimplementasikan, maka ini sebuah terobosan baru yang luar biasa capaian dampak positifnya yang bisa dinikmati. Hal ini akan bisa mengungkit perekonomian rakyat di kawasan perdesaan Kuansing ke arah yang lebih baik. Dimana kesempatan kerja pun terbuka, pendapatan keluarga pun meningkat, tentu dengan prasyarat  sumberdaya manusia yang berketerampilan (skill labours) harus disiapkan, dan juga penguasaan pasar produk2 industri pengolahan Karet tersebut telah dikuasai terlebih dahulu, dengan mendeteksi potensi dan prospek bisnisnya sejak dini dalam struktur pasar komoditas pertanian di sebuah kawasan. Hal tersebut merupakan suatu tantangan, perlu effort yg kuat, bagaimana proses agroindustri (off farm) Karet bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama di rantau Kuansing.

Dalam artikel saya, yang disampaikan di forum Webinar IKKS beberapa waktu lalu, sudah saya jelaskan alasan2nya. Mengapa permasalahan perbaikan (restorasi) sistem manajemen tata niaga dan informasi harga komoditas kebun karet/gotah rakyat harus menjadi fokus perhatian dan konsen Pemkab Kuansing.

Usaha menakiak gotah adalah mata pencaharian utama penduduk lokal pribumi, dan telah menjadi indikator kesejahteraan rakyat berupa nilai tukar harga gotah dengan beras di kampuang kita. Jika harga jual 1 kg karet (ghota) sebanding dengan harga 2 kg beras, maka tingkat kesejahteraan hidup orang2 di perdesaan, pertanda kehidupannya membaik. Mereka orang kampuang pola konsumsinya dalam kehidupan berkeluarga relatif sederhana.

Selama ini tata niaga (saluran pemasarannya) hasil menyadap (menakiak) gotah dikuasai mutlak para tengkulak dan tauke, sehingga harganya rendah karena dikendalikan para pemilik modal (tauke). 
Berpuluhan tahun lamanya atau bahkan lebih seabad para petani penyadap karet (panakiak ghota) yang ada di sentra2 produksi Karet di Kuansing hanya berperan sebagai "take price" bukan "make price" dalam pemasaran gotah di Riau, Sumatera termasuk Kuansing sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. 


Posisi tawar (bargaining position) para petani penyadap karet (penakiak ghota), begitu sangat lemahnya karena selama ini dapat dikatakan tidak ada atau kosongnya peran dan fungsi sistem  kelembagaan dan organisasi sosial (social institusion based community) yg memihak pada kepentingan perekonomian rakyat yang berbasis perkebunan. 

Pemerintah terdahulu (Orla dan Orba, serta OrRef) membiarkan saja sistem "patron-client" (sistem ijon) berlangsung di tengah masyarakat desa, tanpa adanya intervensi Pemerintah dan nihil inovasi untuk mengatur tata niaga Karet, kecuali ada bantuan berupa bibit tanaman karet. Sedangkan  Koperasi Kaum Petani Karet sebagai badan usaha ekonomi rakyat desa, dan sekaligus sebagai institusi gerakan ekonomi rakyat dan soko guru perekonomian nasional, yang syah dan diperintahkan oleh UUD pasal 33 (Kesejahteraan sosial) dan UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, serta Peraturan perundang-undangan yang berlaku dibawahnya perannya pun belum maksimal. Praktik2 usaha dari para petani yang terhimpun dalam Badan Usaha Koperasi di bumi "Pacu Jalur" Rantau Kuansing  sangatlah kurang dan bahkan tidak tampak eksistensinya mewarnai ekonomi rakyat di perdesaan. Sepengetahuan saya, jika saya berjalan-jalan keliling
desa2, ketika baliak ke kampuang, saya tidak melihat adanya kantor dan atau warung Koperasi. Hal ini mengindikasikan bahwa Badan usaha Koperasi kurang dikenal di lingkungan masyarakat perdesaan Kuansing, yang eksis justru Gapoktan dan Bumdes. 

Kondisi kehidupan masyarakat untuk hidup berkoperasi di desa2 masih sangatlah lemah dan bahkan tidak tampak peran dan fungsinya dalam pengaturan tata niaga karet.

Alhamdulillah sekarang tidak lagi demikian, sudah ada progresnya, karena sudah ada terobosan (inovasi) yg maju dari Pemerintah di era pasca reformasi ini. Pemkab Kuansing telah menemukan dan menerapkan sebuah inovasi Sistem Pelelangan Pemasaran Gotah/Karet Boku dan Lateks dengan pola 4-S yg diinstruksikan Pemerintahan Pusat, demikian kata bpk Syoffinal/mantan Kabid Dinas Perkebunan Kab. Kuansing, ternyata sudah dimulai sejak thn 2018 di beberapa Kecamatan. Untuk pertama kalinya sistem pelelangan gotah/rakyat pola 4-S ini
 muncul selaku desa perintis adalah desa Kofah dgn tokoh masyarakat/pimpinan Gapoktan yg tegar dan sabar yaitu bpk Lukman Effendi  dan beberapa tokoh masyarakat lainnya yang telah menduduk program penguatan kapasitas kelembagaan pemasaran lelang Karet.  Mereka telah lulus menghadapi berbagai tantangan, cobaan dan bahkan "ancaman" dari sekelompok orang yg merasa terganggu kepentingannya yang selama ini.

Jujur kita berkata, bahwa jika pola 4-S ini dipraktekan dengan baik dan bersungguh-sungguh, maka akan membawa harapan baru bagi upaya meningkatkan pendapatan keluarga (household income) para petani karet/gotah Rantau Kuansing, yang selama ini termarginalkan dibawah kendali para "induk semang dan tauke".

Semoga kesejahteraan rakyat, dan penduduk lokal- pribumi di kawasan perdesaan Rantau Kuantan dan Singingi bisa membaik, dan bisa keluar dari jeratan "sistem ijon" yang membuat rakyat miskin dan terbelakang.


Demikian narasi dari  saya untuk merespon hasil Webiner Forkom IKKS se Indonesia beberapa waktu lalu, yg menurut saya sangat menarik, bermanfaat dan itu wajib kita budayakan.

"Basatu Nagori Maju, ..."Mari kito budayakan Tigo Sapilin",...Nagori Pacu Jalur, ..Salam Kayuah ". Ini suara Kami dari perantauan yang mencintai kampuang halaman tompek kami dilahirkan dan dibesarkan..

Selamat, sukses, sehat dan berbahagia selalu. Amin YRA.
Sukron barakallah. Amin3 YRA .Wassalam.*

 (Pendiri-Dosen/ Assosiate Profesor pada Prodi Agribisnis Faperta Universitas Djuanda Bogor, konsultan dam aktivis Ormas2 di Bogor).



Tulis Komentar