Pendidikan

Penddikan Kuansing: Dulu TOP MARKOTOP, kini.......?

Oleh : Sahabat Jang Hitam

TAK ADA yang bisa membantah dulu kiblat pendidikan di Riau - termasuk Kepri adalah Kuantan Singingi. Tepatnya Telukkuantan.

Kuantan Singingi dikenal penghasil guru, politikus, dan birokrat handal.  Di bidang pendidikan siapa yang tak kenal Muktar Lutfi, M.Diah, Samad Thaha, dan Abdoel Rauf.

Dua putra terbaik Kuantan Singingi Abdoel Rauf dan  Muktar Lutfi  tercatat sebagai Guru Besar (Profesor) pertama dan ketiga asal Riau. 

Trio pendekar pendidikan asal Kuantan Singingi yakni Samad Thaha (Benai), Intan Djuddin (Simandolak), M. Yusuf (Lubuk Jambi) merupakan orang hebat dan tokoh pendidikan di Riau. Mereka punya jabatan strategis di Kanwil Pendiidikan Riau waktu itu.  Jejak mereka kelak kemudian hari diikuti anak didik atau yunior mereka. Sebut saja Ahmad Sjafei (Lubuk Ambacang) Soemardhi Thaher (Inuman) Hasan Noesi Djs, Akmal Djs (Jake) dan lainnya.

Tempo doeloe guru sekolah pencetak guru ada di Kuantan Singingi yakni Sekolah Guru Bawah (SGB) yang menjadi cikal lahirnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

SGB Telukkuantan menjadi rebutan tamatan Sekolah Rakyat (SR) dari Riau sehingga banyak putra Kuantan Singingi  melanjutkan  ke SGB Bengkalis.

Dua mantan Rektor Unri asal Kuantan Singingi Muktar Lutfi dan M. Diah adalah alumni SGB Bengkalis. Tamat dari SGB ada yang melanjutkan ke Sekolah Guru Atas  (SGA) di Tanjungpinang. Sebut saja Prof.  Soewardi MS asal Sentajo, Anwar Syair asal Simandolak, dan lainnya.1 

Tempoe Doeloe hampir seluruh guru di Inhu, Inhil hingga Kepri berasal  dari Kuantan Singingi. Hebatkan!

Sekarang bagaimana realitas pendidikan di Kuantan Singingi. Segan nak cakap tapi saya coba tulis kulit luarnya saja ya.... Mohon maaf jika tak berkenan. 

Jika berbicara tentang peringkat pendidikan Kuantan Singingi,  Bang Epi Martison punya jawaban yang menggelitik.

Kata Bang Epi.... peringkat pendidikan Kuantan Singingi Singingi masih bertahan.

"Maksudnya,  Bang?"

"Masih masuk lima besar bahkan pernah masuk tiga besar dari 12 Kabupaten Kota yang ada di Provinsi Riau,"  kata Bang Epi. 

Oh....mantap tu Bang!"

"Mantap dari Hongkong," kata Bang Epi sedikit emosi. Namun seemosi-emosinya  Bang Epi, Bang Udin Semekot masih bisa mengajaknya main domino sambil ngopi aren.

Inilah yang membuat saya penasaran dengan kalimat BERTAHAN itu. Kata Bang Epi  bertahan jika peringkatnya dihitung dari bawah bukan dari atas.... kampung kita masuk peringkat lima bahkan pernah masuk tiga besar. 

Alamak........Bang Epi ....cemeeh tu namanya. Bang Epi la jadi pengamat pendidikan pulo kini....

Kenapa kabupaten/kota di Riau yang dulu berguru dan sekolah di Kuantan Singingi bisa menyalip di tikungan?  Mereka sudah berlari sementara kita masih jalan kaki. Padahal kita yang duluan star tapi sampai di finis telat...

Lalu apa penyebabnya.... semua orang pasti punya jawaban sendiri.  Kawan - kawan guru di Kuantan Singingi sudah bekerja luar biasa. 2Namun mereka terkadang tak mampu berbuat banyak jika politik sudah masuk ke dunia yang mereka geluti.

Inilah yang perlu jadi perhatian kita bersama, terutama pengambil kebijakan.  Saat ini memang sulit  mencari guru yang mampu digugu dan ditiru. Kini yang banyak adalah guru kencing berdiri, murid kencing berlari.  Itu terjadi di mana saja...

Itulah tantangan guru masa kini. Di sinilah peran pengambil kebijakan untuk menyatukan hati,  rasa, kata dan perbuatan untuk memajukan pendidikan.

Kata Joyosman Datuk Oemar asal Lubuk Jambi, hanya ada dua pekerjaan di dunia. Apa itu? GURU dan BUKAN GURU.  

Kenapa pula Tuk Oemar? Sambil tersenyum beliau menjawab, pekerjaan lain itu lahir karena peran GURU.  

Saya sepakat dengan Datuk. Dan itu mungkin membuat Datuk awet muda terus .... rupanya pernah jadi guru. 

Tempoe Doelo pengambil kebijakan di dunia pendidikan punya latar belakang pendidikan guru atau dosen. Itu juga yang terjadi  sejak zaman bupati Rusdji S Abrus berlanjut ke  Sukarmis, Mursini. 

Sebenarnya yang bukan punya backround guru tak ada masalah juga. Misalnya dari alumnus perikanan, ekonomi, teknik,  Sospol atau Hukum. Bahkan mungkin bisa lebih maju... 

Yang penting Kadis Pendidikan mau belajar dan cepat menyesuaikan diri. Jangan sampai mengedepankan ego, apalagi mengatakan AKU. 

Dunia sudah berubah. Dunia sekarang dalam genggaman. Mindset, skillset dan hearset harus dirubah.  Kata Dr. Eflita Yohana yang tak berubah justru kalimat perubahan itu sendiri. Ahaaa suai...

Dunia pendidikan ini hasilnya bukan untuk menujang pendapatan asli daerah (PAD) tapi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dan, hasilnya baru dirasakan 10 - 15 tahun ke depan. 

Kendati peringkat pendidikan istilah Bang Epi masuk lima besar....tapi masih ada yang menyelamatkan wajah pendidikan Kuantan Singingi. 

Yakni SMA Pintar. Kuotanya hanya 75 orang tapi pendaftarnya mencapai 500 hingga 700 orang setiap tahunnya.  Bahkan ada kabupaten kota di provinsi tetangga yang mau  menitipkan pelajar mereka  sekolah di SMA Pintar  yang biaya mereka tanggung melalui APBD mereka. Apa kita tidak bangga. 

Kepada Familus saya selalu bergurau untung ada Kepsek PINTAR di SMA PINTAR.  

Familus yang juga kandidat doktor dari Universitas Negeri Padang ini hanya tersenyum....tapi sindirannya menusuk hingga ke kalbu.

Menutup tulisan ini saya ingin menyampaikan di Sumbar ada novel terkenal 'Robohnya Surau Kami" karya A.A Navis pengarang terkenal angkatan pujangga baru. 

Di Kuantan tak kalah ngetop ada pula novel  "Runtuhnya SPG kami".... karya Pemkab Kuantan Singingi. 

Kito tunggu Bang Epi membuat filmnya. Kuurukii  pasti laku tu bang Epi...

Berburu ke padang datar dapek ruso bolang kaki.

Berguru kepalang ajar bagai bungo kombang tak jadi. ahaa...(**)



Tulis Komentar