Opini

Buah Didikan Ramadan

Oleh: Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env

RAMADAN1445 H baru saja meninggalkan kita. Begitulah, semenjak empat belas abad silam, ramadan datang dan pergi silih berganti. Selama sebulan penuh di bulan Ramadan kaum muslimin ditempah dan dilatih untuk  menahan rasa lapar,  dahaga dan berhubungan syahwat  bagi suami-isteri di siang hari.  Puasa juga mendidik untuk menahan  dan mengendalikan hawa nafsu dari hal-hal yang tidak terpuji, mengendalikan  amarah dan anggota tubuh  (tangan, kaki, mata, telinga)  dari hal-hal yang akan dapat merusak nilai ibadah puasa.  Tingkatan yang lebih tinggi lagi, puasa merupakan sarana untuk  memelihara hati dari sifat-sifat yang tidak terpuji dan tercela. Semuanya dalam rangka untuk mencapai  tujuan agung supaya menjadi pribadi yang bertakwa, sebagaimana firman Allah di dalam Surat Albaqarah ayat 183 ““Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Sungguh beruntung orang-orang yang dapat mengisi bulan Ramadhan dengan amal shaleh yang akan mendapatkan ganjaran yang beripat ganda dari Allah, termasuk di antaranya disediakannya malam Lailatul Qadar, yaitu suatu malam yang Allah janjikan pahala setara dengan 1000 bulan jika beramal pada malam tersebut. Sebaliknya, sungguh merugi orang-orang yang menyia-nyiakan  kesempatan untuk menambah pundi-pundi amal shaleh di bulan mulia tersebut.

Bagi siapa  saja yang menjalankan ibadah puasa sesuai dengan yang diajarkan dan tuntunan  Nabi Muhammad SAW tentu akan membawa banyak kebaikan  setelah Ramadan berakhir. Dampak ibadah puasa akan dapat tercermin dari semakin shalehnya seorang hamba, baik hubungan kepada Khalik maupun hubungan sesama manusia dan makhluk hidup lainnya di permukaan bumi.

Menurut hemat penulis, terdapat sekurang-kurangnya empat pengajaran utama dari ibadah puasa di bulan Ramadhan, yaitu pendidikan keikhlasan di dalam beribadah, kejujuran dalam berucap dan bertindak, sederhana di dalam menjalani kehidupan dan anjuran untuk  bersikap dermawan kepada sesama manusia. Nilai-nilai kebaikan ini diharapkan akan dapat diwujudkan di dalam amal perbuatan sehari-hari seorang muslim, setelah ramadan berakhir.

Keikhlasan

Di antara  buah dari ramadhan adalah   pengajaran  untuk senantiasa konsisten di dalam menjaga keikhlasan di dalam beribadah. Keikhlasan adalah di antara nilai utama  dari pendidikan ramadhan. Keikhlasan seseorang di dalam menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, dimana  hakekat puasa seseorang hanya diketahui oleh orang yang berpuasa dengan Tuhannya. Orang lain hanya bisa melihat secara fisik, tidak makan dan tidak minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Oleh karena itu puasa adalah bagi Allah. Dalam Hadist  Qudsy yang diriwayatakan oleh Imam Bukhari dan Muslim  disebutkan bahwa “Puasa itu  bagiku dan aku memberi balasan baginya”

Ajaran  keikhlasan yang dilatih selama Ramadan, diharapkan dapat terpancar setelah ramadan di dalam perilaku dan tindakan. Keikhlasan seharusnya dapat diperluas dalam berbagai kegiatan seharian, tidak hanya ibadah-ibadah khusus yang telah difardhukan seperti sholat, zakat, haji dan puasa.

Seorang pedagang  dituntut ikhlas di dalam menjalankan usahanya. Berdagang bukan hanya semata-mata untuk mencari untung duniawi. Tetapi juga harus diniatkan dalam rangka beribadah kepada Allah, mencari nafkah  untuk keluarga dan membantu  urusan manusia dalam kebutuhan hidup.  Seorang petani dan nelayan juga dituntut untuk ikhlas dengan usaha yang dijalani, berapapun  hasil yang didapatkan. Seorang buruh dan kuli bangunan juga harus ikhlas dengan pekerjaaan dan hasil yang diterimanya dari hari ke hari. 
Seorang pegawai harus ikhlas menjalankan profesinya, tidak hanya setakat melepaskan tanggung jawab yang telah dibebankan. Harus dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan penuh tanggungjawab, amanah dan mengedepankan kepentingan umum. Senyum, ramah dan tanggungjawab harus  menjadi motto dalam pelayanan. Gaji  kecil bukan halangan untuk berbuat ikhlas. Dalam konteks ini yang diharapkan adalah keberkahan harta dan  keridhaan Allah.

Bayangkan jika penguasa semesta alam sudah ridha dan cinta kepada seorang makhluk, tentu segala bentuk keperluan dan kebaikan akan dicurahkan kepadanya. Kemudahan, kegembiraan, kesehatan dan kebahagiaan  akan senantiasa tersemai di dalam hidupnya. Ini semua tidak bisa diukur hanya dengan harta, tahta dan jabatan. Walaupun  itu semua merupakan salah satu faktor menuju kebahagiaan. Tetapi bukanlah segala-galanya.

Kejujuruan

Keikhlasan akan  berimplikasi kepada kejujuran di dalam bersikap. Puasa mendidik umat untuk jujur dengan dirinya sendiri. Walaupun tidak ada seorangpun yang melihatnya, tetapi seorang hamba dengan jujur tidak akan minum dan makan sekalipun dia sangat dahaga dan lapar dan dihadapannya tersedia hidangan  yang siap untuk disantap. Seorang yang berpuasa juga  jujur untuk tidak berhubungan syahwat suami-isteri di siang hari, walaupun kesempatan  terbuka lebar dan nafsu bergelora. Kejujuran ini hendaknya dapat direfleksikan di luar ramadan dalam segala bentuk aktivitas, terutama ibadah-ibadah khusus yang diwajibkan kepada umat. Kejujuran dalam ucapan dan tindakan.

Seorang pemimpin dituntut  jujur di dalam mengemban amanah yang  telah diberikan kepadanya. Jujur di dalam  bersikap dan bertindak. Sesuai antara ucapan dan perbuatan. Jujur  untuk mengedepankan kepentingan masyarakat  dan kesejahteraan umat. Jujur untuk bersikap adil kepada seluruh masyarakat. Jujur untuk merealisasikan janji-janji yang telah diucapkan. 
Jujur menjadi barang langka yang  disukai umat. Puasa mendidik untuk senantiasa berlaku jujur, apapun situasi dan keadaan. Sesulit dan sesukar apapun hadangan dan rintangan.

Seorang petani, nelayan, buruh dan karyawan  juga dituntut untuk jujur di dalam melakukan pekerjaannya. Seorang professional  dituntut jujur di dalam menjalankan profesinya. Jujur terhadap diri sendiri dan jujur kepada client.

Dalam konteks  pembangunan ramah lingkungan yang disorak-soraikan belakangan ini, seorang muslim juga harus jujur  untuk  berada di garda terdepan. Jujur untuk membuang sampah  pada tempat yang telah disediakan. Jujur untuk membayar iuran kebersihan tepat pada waktunya. Jujur untuk tidak  membakar hutan dan lahan secara sembarangan. Jujur untuk tidak membuat kebisingan  yang dapat menggangu ketenteraman dan kenyamanan orang lain. Jujur untuk tidak merusak dan mencemarkan lingkungan. Kejujuran adalah buah dari didikan puasa.

Kesederhanaan

Puasa juga merupakan sarana untuk  bersikap sederhana.  Puasa  adalah madrasah bersikap sederhana dalam perilaku dan tindakan. Ketika berbuka puasa, dianjurkan untuk tidak makan  dan minum berlebih-lebihan. Nabi adalah contoh teladan dalam hal ini.  Walaupun  nafsu bergelora untuk menyantap hidangan  yang sudah tersedia,  namun  agama mengajarkan untuk menahan jiwa dari melakukannya secara berlebihan.

Kesederhanaan akan membawa kebaikan dan ketenangan. Jika hawa nafsu diperturutkan, maka perut akan  terasa sesak sehingga  menjadi malas untuk melaksanakan  sholat tarawih dan aktivitas ibadah lainnya. Konsekuensinya, maksud  didikan ramadan tidak tercapai.

Begitu juga ketika sahur, dianjurkan makan dan minum dengan  sederhana, sehingga anggota tubuh menjadi cergas.  Jika kekenyangan maka tubuh akan menjadi malas dan mengantuk. Puasa adalah bulan ibadah, bukan bulan untuk tidur-tiduran dan bermalas-malasan. Bahkan dua peristiwa penting dalam sejarah Islam yaitu Perang Badar dan Fathu Mekah terjadi  pada bulan Ramadhan.

Sederhana juga bermakna tidak boros. Jika dikaitkan dengan  konsep pembangunan ramah lingkungan, sebenarnya Islam sudah semenjak dahulu mengajarkannya. Sebagai contoh, Islam mengajarkan supaya tidak berlebih-lebihan di dalam menggunakan air ketika berwudhu, walaupun sumber air di tempat kita melimpah ruah. Islam juga tidak membolehkan buang hajat (kencing dan buang air besar) di tempat air yang tergenang. Islam juga melarang menyakiti hewan. Bahkan di tanah suci Mekah dilarang untuk memburu dan membunuh binatang serta dilarang memotong pepohonan. Termasuk bersikap sederhana di dalam menggunakan energi (listrik dan  bahan bakar). 
Sehingga prinsip 3R, reduce (kurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (daur ulang)  yang dikampayekan    sekarang ini, sebenarnya sudah  ada di dalam prinsip-prinsip ajaran Islam. Sungguh benar, Islam adalah agama untuk membawa  rahmat kepada  seluruh alam.

Sederhana juga merupakan kunci kesuksesan hidup di dunia., dan ini lebih dekat kepada fitrah  manusia. Manusia mencintai kesederhanaan, tetapi tidak semua orang dapat mewujudkannya.  Selain tabiat manusia yang ingin memuaskan hawa  nafsunya, juga adanya godaan syaithon yang mengajak manusia untuk berlebih-lebihan (ghuluw) dalam tindakan. Puasa mendidik umat untuk berlaku sederhana.

Seorang pemimpin harus berada di lini terdepan di dalam praktek kesederhanaan. Pemimpin yang  sederhana akan dapat menjadi teladan kepada masyarakat. Pemimpin yang sederhana akan lebih berpihak kepada masyarakat. Pemimpin yang jauh dari sikap boros  yang  cenderung terperdaya dengan kegemerlapan dunia. Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin sederhana selalu mendapat tempat di hati masyarakat, dari dahulu hingga hari ini. 

Kedermawanan

Puasa juga mendidik umat  untuk  bermurah hati kepada sesama, ini   yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan memperbanyak sedekah ketika Ramadan, anjuran untuk memberikan santapan berbuka untuk yang berpuasa serta kewajiban zakat fitrah di akhir ramadan  untuk membantu orang fakir dan miskin dan mensucikan jiwa dari kesalahan dan dosa selama Ramadan. Intinya adalah  pengajaran untuk membantu dan meringankan kesusahan  orang lain, yang merupakan bahagian dari akhlak mulia.

Jiwa kedermawanan yang ditempa selama Ramadan, seharusnya berdampak bagi kehidupan seorang muslim setelah Ramadan berakhir. Kedermawanan atau kemurahan hati ini tidak hanya setakat dermawan dari segi harta, tetapi juga dalam bentuk ilmu, kedudukan dan jabatan.

Menolong dan membantu sesama tergantung keadaan dan kebutuhan seseorang. Jika  perlu makanan dan minuman, ditolong dengan  memberikan bantuan  yang dapat untuk memenuhi keperluan makan dan minumnya.

Jika perlu bantuan dalam bentuk pemikiran dan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi saudara kita, maka dicarikan solusi supaya  dapat keluar dari kesusahan yang dirasakannya. Begitu juga jika seseorang memiliki kedudukan dan jabatan di dalam masyarkat, harus dapat dipergunakan untuk membantu dan mempermudah urusan masyarakat, apalagi jika jabatan tersebut sudah merupakan tugas dan kewajibannya serta digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas tersebut.

Termasuk dalam kategori  ini adalah  ikut membantu pemerintah didalam menjaga dan melestarikan lingkungan supaya bersih, indah dan terta rapi serta bebas dari segala bentuk pencemaran. Membantu untuk menjaga fasilitas umum. Membantu untuk tertib lalu lintas. Tidak parkir sembarangan. Tidak mengenderai kenderaan sesuka hati, tanpa menghiraukan keselamatan orang lain. Tidak membunyikan musik keras-keras di lingkungan tempat tinggal. Tidak merokok sembarangan. Tidak menebang pohon sembarangan.

Membantu untuk memberikan pencerahan ilmu kepada masyarakat. Bahkan bantuan dalam bentuk pengajaran dan pendidikan bisa lebih  tinggi kedudukannya dari bantuan harta benda. Sebab dengan ilmu pengetahuan yangi didapat,  akan dapat  membantu seseorang untuk menjadi lebih baik lagi di masa depan, baik untuk  urusan dunia apalagi untuk  kepentingan abadi di akhirat kelak.  Oleh karena itu, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, terutama ilmu yang berkaitan dengan syariat Islam.

Ringkasnya, ramadan adalah  kesempatan untuk memperbaiki amal perbuatan supaya lebih baik di masa yang akan datang, baik untuk kepentingan duniawi apalagi  tujuan  jangka panjang, akhirat. Ramadhan adalah bulan untul latihan dan  motivasi untuk membersihkan jiwa,  memperbaiki akhlak dan  sekaligus menjaga kesehatan fisik.


Penulis adalah Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

   



Tulis Komentar