Tiga Pejabat Kejari Inhu Ditahan

KPK Ingin Ambil Alih Kasus Jaksa Pemerasan 64 Kepsek SMP se-Inhu

Ketua LKBH PGRI Riau, Taufik Tanjung.

Pekanbaru (ANews) - Kasus pemerasan 64 Kepala Sekolah SMP se-Kabupaten Indragiri Hulu oleh tiga pejabat di Kejaksaan Indragiri Hulu dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pamolango harus ditarik ke ranah KPK.
Alasannya dikatakan Nawawi, idealnya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat hukum ditangani KPK. "Itu lebih 'fair' untuk menumbukan rasa kepercayaan publik," kata Nawawi di Jakarta.
Hal ini ditegaskan Nawawi terdapat dalam Pasal 11 Undang-undang KPK yang menyebutkan bahwa KPK berwenang menangani perkara korupsi yang dilakukan aparat hukum.
"Kewenangan yang sebenarnya bersifat spesialis ini secara jelas disebutkan dalam Undang-Undang KPK, yaitu dalam Pasal 11 yang menyebutkan pada pokoknya, KPK berwenang menangani perkara korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum," ungkap Nawawi seperti dilansir dari Antara.
Di berbagai negara lain, lanjut dia, pada umumnya kehadiran lembaga-lembaga antikorupsi dilatarbelakangi oleh ketidakpercayaan terhadap aparat pnegak hukum di negara tersebut dalam menangani perkara korupsi yang dilakukan dalam lingkungan kerja aparat itu sendiri.
"Saya tidak bicara soal pengambilalihan, tetapi menurut saya akan lebih pas kalau ada kehendak sendiri untuk melimpahkan penanganan-penanganan perkara semacam itu kepada KPK dan KPK tidak hanya berada dalam koridor supervisi?," ujar Nawawi.
KPK sendiri sempat melakukan pemeriksaan terhadap puluhan kepala sekolah itu pada Kamis (13/8) lalu. Namun, hingga saat ini belum diketahui tindak lanjut kasus tersebut di KPK.
"Benar ada kegiatan KPK di sana. Namun karena masih proses penyelidikan, saat ini kami belum bisa menyampaikan detail kegiatan dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Kejari Inhu dan Dua Anak Buahnya Ditahan

Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu berinisial HS dan dua anak buahnya Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Indragiri Hulu berinisial OAP; dan Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Indragiri Hulu berinisial RFR ditahan di Rutan Salemba Kejaksaan Agung.
Penahanan ketiga pejabat di lingkungan Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu ini terkait pemerasan dan intimidasi terkait Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap 64 kepala sekolah SMP se-Kabupaten Inhu.
"Berdasarkan LHP (laporan hasil pemeriksaan) tadi diduga ada peristiwa tindak pidana, maka bidang pengawasan Kejaksaan Agung menyerahkan penanganannya kepada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono dalam konferensi pers daring, dilansir, Selasa (18/8).
Diketahui, perkara ini mencuat usai puluhan kepala sekolah (kepsek) Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah pada Juli.
Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Taufik Tanjung menyebut jumlahnya mencapai 63 orang. Sementara, Kejaksaan Agung menyebut jumlahnya 64 kepsek.
Kasus itu kemudian ramai diperbincangkan lantaran diduga ada pemerasan kepada para kepsek terkait penggunaan dana BOS oleh oknum pegawai kejaksaan negeri.
Setelah ditelusuri oleh Bidang Pengawasan pada Kejaksaan Tinggi Riau, ditemukan pelanggaran etik lantaran menyalahgunakan tugas dan kewenangannya oleh enam pejabat Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu sehingga kasus tersebut ditingkatkan menjadi inspeksi.
Kasus itu pun berujung pada dugaan peristiwa tindak pidana korupsi dengan tiga tersangka.
"Enam orang pejabat tadi itu dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural," lanjut Hari.
Perkara itu, kata dia, sempat dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah dilakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) terkait, penyidik pada Jampidsus mengambil alih penanganan kasus tersebut.
Para tersangka dipersangkakan melanggar pasal 12 huruf e atau pasal 11 atau pasal 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Maka diterbitkan surat perintah penyidikan terhadap perkara yang diduga tindak pidana korupsi," jelas Hari.
Kini, tiga mantan pejabat struktural di Kejari Indragiri Hulu itu ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk menjalani penyidikan.
Sebelumnya, Taufik Tanjung menuturkan dugaan pemerasan terhadap puluhan kepala sekolah itu sudah terjadi sejak tahun 2016.
Modusnya, LSM bernama Tipikor Nusantara menyurati para kepala sekolah terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mereka mengancam akan melaporkan dugaan penyalahgunaan dana BOS ke Kejaksaan.
Taufik mengatakan kasus bergulir ke Kejaksaan dan ada sejumlah oknum jaksa yang turut memintai uang kepada 63 kepala sekolah yang saat ini telah mengundurkan diri.
KPK pun sempat melakukan penyelidikan kasus ini dan memeriksa puluhan kepala sekolah itu pada Kamis (13/8).
"Benar ada kegiatan KPK di sana. Namun karena masih proses penyelidikan, saat ini kami belum bisa menyampaikan detail kegiatan dimaksud," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan melalui pesan tertulis, Kamis (13/8).

Enam Jaksa Terlapor Kasus Pemerasan

Menurut Ketua LKBH PGRI Riau, Taufik Tanjung sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Rabu (19/8), ketiga tersangka sudah dibawa oleh Kejagung dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung. Mereka, lanjut Taufik, ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (14/8/2020). 
"Kasusnya diserahkan Kejati (Kejaksaan Tinggi) Riau kepada Kejaksaan Agung (Kejagung)," katanya.
Sebelumnya, sambung Taufik, ada enam terlapor yang diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan pemerasan 63 kepala SMP tersebut. Namun, setelah melalui serangkaian pemeriksaan tiga di antaranya ditetapkan tersangka. 
"Yang diperiksa sebelumnya ada enam saksi, sedangkan tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya. 
Pengunduran diri itu karena mereka sudah tidak tahan mendapat tekanan dalam mengelola dana bantuan operasional sekolah. 
Bahkan, para kepala sekolah ini mengaku diperas oknum dari Kejari Inhu yang bekerja sama dengan LSM. Oknum tersebut diduga meminta sejumlah uang, jika kepala sekolah tidak mau diganggu dalam penggunaan dana BOS itu. 
Karena sudah tidak nyaman, seluruh kepala SMP tersebut kompak dan sepakat mengundurkan diri. Surat pengunduran diri diberikan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Inhu.

Kepsek diperiksa
Diberitakan pula dua dari 63 kepala SMP Negeri se Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, akan diperiksa kembali terkait kasus pemerasan yang dilakukan oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu. Pemeriksaan ini dilakukan setelah tiga orang oknum jaksa di Kejari Inhu yang memeras kepala sekolah ditetapkan sebagai tersangka. Beberapa pekan lalu, seluruh kepala sekolah sudah dilakukan pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk penyelidikan kasus pemerasan tersebut. 
"Kemungkinan sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Kemarin saya dipanggil sama Kejati Riau bahwasanya sudah ada surat dari Kejagung perkara ini ditingkatkan ke penyidikan dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada dua orang kepsek (kepala sekolah) SMP," sebut Ketua LKBH PGRI Riau Taufik Tanjung dikutip Kompas.com, Rabu (19/8/2020). 
Dua orang kepala sekolah itu, sebut dia, diperiksa karena mereka berdua menyerahkan uang saat diperas oknum jaksa. 
"Uang yang diserahkan kepada oknum jaksa bervariasi. Waktu itu ada empat kali penyerahan uang tersebut. Ada yang Rp 65 juta, Rp 25 juta, Rp 35 juta, Rp 44 juta. Nominalnya itu sekitar Rp 1,4 miliar," sebut Taufik. 
Menurut Taufik, mungkin dalam minggu ini diperiksa. Bisa jadi diperiksa oleh Kejagung atau tidak menutup kemungkinan cukup pemeriksaan dari Kejati Riau.
Dengan telah ditetapkan tiga oknum Kejari Inhu sebagai tersangka kasus pemerasan kepala sekolah, Taufik berharap Kejagung profesional menyikapi kasus ini. 
"Kita mengapresiasi setinggi-tingginya kepada Kejagung dan Kejati Riau yang telah menindaklanjuti kasus ini. Dan para kepsek sangat merasa puas dengan langkah hukum yang dilakukan Kejagung. Kita harap kedepannya perbuatan (pemerasan yang dilakukan oknum jaksa) ini tidak terjadi lagi," ucap Taufik. (RMH)



Tulis Komentar