Sijunjung di Mata Seorang Jurnalis

"Meneropong Bupati Dulu, Kini dan Bupati Sijunjung Mendatang..."

Ahmad Zukani. Pic.Dok/ANews

GENDERANG Pemilihan kepala daerah atau Pilkada, kini mulai terdengar ditabuh di tengah masyarakat Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Betapa tidak, 'Negeri Lansek Manih' itu merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang bakal menggelar pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.

Tahapan Pilkada serentak itu sendiri pada tahun 2020 ini, memang sempat tertunda karena wabah Covid-19.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, Pilkada 2020 dilaksanakan serentak di 270 daerah yakni pada 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota di Indonesia. Kabupaten Sijunjung termasuk salah satu dari 224 kabupaten yang akan memilih pemimpin daerahnya.

Sesuai tahapan, 4-6 September 2020 mendatang KPU baru akan resmi membuka tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah, termasuk tentunya di KPU Kabupaten Sijunjung. Setelah itu, KPU akan melakukan rangkaian verifikasi bakal calon yang mendaftar. Sedangkan penetapan pasangan calon kepala daerah dilakukan pada 23 September 2020. Sejak putusan KPU itu nanti resmilah bakal calon yang digadang-gadang selama ini menjadi pasangan calon kepala daerah.

Makin mendekati tahapan pendaftaran bakal calon, suhu politik lokal di Sijunjung tampak mulai panas. Aroma percaturan politik di 'Negeri Lansek Manih' ini sudah terasa hingga ranah rantau. Ini tergambar dari berbagai dialog, diskusi dan ciloteh grup WhatsApp yang saling berebut "manggadang-gadang' bakal calon masing-masing. Bahkan, tensi dialog antara sesama anggota grup WhatsApp pun cenderung ada yang sudah naik ke ubun-ubun.

Sebagai seorang wartawan, pekerja media yang pengalaman jurnalis baru menginjak 40 tahun, di mana sekitar 25 tahun di antaranya sebagai Wartawan Koran Nasional Harian Kompas Jakarta dengan ranah tugas berpindah-pindah provinsi - selain di Jakarta hampir seluruh provinsi di Sumatera pernah jadi pos saya - geliat Sijunjung Insya Allah dari dulu hampir setiap saat selalu saya ikuti. 

Dalam konteks inilah, saya ingin sedikit urun rembuk menjelang pilkada khususnya terkait Pilkada Sijunjung. Jika dilihat dari sudut pandang politik, pilkada tidak lebih dari sekedar sebuah rutinitas pencoblosan, penyaluran hak-hak politik warga yang agenda resminya sekali lima tahun.

Namun, bagi masyarakat Sijunjung terutama mereka yang sudah melek politik, pilkada tentu tidak semata ritual rutinitas menyalurkan hak suara. Sebab, melalui pilkada, pada pemilihan calon bupati/calon wakil bupati ini, masyarakat Sijunjung jelas berharap Calon Bupati/Calon Wakil Bupati Sijunjung yang terpilih harus bisa membawa perubahan, mengangkat harkat, martabat, marwah Sijunjung ke depan. Harus disadari, barangkali Inilah pesan moral masyarakat Sijunjung setelah terjadi suksesi kepemimpinan daerah ini nanti.

Berangkat dari pemikiran seorang Wartawan yang banyak di lapangan dan kerap kali bersentuhan dengan masyarakat termasuk dengan para pejabat, saya ingin 'meneropong' sekilas kiprah para Bupati Sijunjung sejak era 1980-an. Ini tentu hanya sebatas yang pernah berinteraksi langsung dengan tugas pokok saya sebagai seorang wartawan.

Noer Bahri Pamuncak (Bupati Sawahlunto/Sijunjung 1980 - 1990)

Tinjauan saya memang hanya dimulai dari Almarhum Noer Bahri Pamuncak, Bupati Sawahlunto/Sijunjung yang menjabat dua priode era 1980-1990, karena pada masa sang perwira berpangkat Kolonel ketika jadi bupati itulah (setelah pensiun Pamuncak berpangkat Brigjen TNI), saya secara intens berinteraksi langsung di Sawahlunto Sijunjung. 

Sejak awal masa jabatannya (1980) setelah dilantik jadi Bupati Sawahlunto Sijunjung menggantikan Kolonel Djamaris Joenoes, secara rutin sekali seminggu saya meliput di Kota Sawahlunto dan wilayah Kabupaten Swl/Sijunjung. Waktu itu saya sebagai Reporter sekaligus Redaktur Koran Masuk Desa (KMD) Harian Semangat, salah satu koran lokal di Padang milik Yayasan Kodam III/17 Agustus.

Saya masih ingat, sentuhan pertama perkenalan saya dengan Pamuncak menjelang malam renungan suci peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 1981. Ketika itu Bapak Sjamsoe Anwar putera Sumpur Kudus yang menjabat Ketua DPRD Swl/Sijunjung yang sudah lebih dulu saya kenal, memfasilitasi saya ketemu Pamuncak di rumah dinas 'darurat' di seberang kantor bupati, persis gedung yang kini dipakai sebagai kantor Pemadam Kebakaran, sebelah Makodim Sijunjung.

"Pak Bupati, perkenalkan ini anak muda Sijunjung dari Unggan Sumpur Kudus. Beliau wartawan 'masuk desa' yang ditugaskan di sini. Berilah kesempatan dia menulis daerah awak, ajaklah meliput kegiatan Pak Bupati," tutur Sjamsoe Anwar, menggiring tangan saya bersalaman dengan Bupati Pamuncak.

Sebagai wartawan muda yang masih kuliah dan baru terjun ke lapangan, pada saat itu saya benar-benar beruntung. Sebab, pada malam itu semua anggota Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) sekarang Forkompimda, hadir lengkap. Masih saya ingat ada Dandim Swl/Sijunjung Letkol (Inf) Hari Sasongko, Kapolres yang masih berkantor di dekat Pasar Sijunjung Letkol (Pol) Neneng Mayasir, Ketua PN Suparno SH, dan Kepala Kejaksaan Negeri (saya tidak ingat lagi).

Sejak saat itu, saya nyaris tidak pernah luput meliput kegiatan Bupati Pamuncak dan jajarannya, bersama Almarhum Aciak Dahlan Siri (Haluan), dan bapak A Mansyur (Semangat). 

Lalu apa obsesi yang ingin diwujudkan Bupati Noer Bahri Pamuncak selama 10 tahun jadi Bupati Swl/Sijunjung?

"Anda harus jadi saksi Zul. Selama saya jadi bupati isolasi nagari di Sawahlunto/Sijunjung ini harus bebas. Tidak akan ada lagi era kuda beban seperti di kampungmu. Tidak akan ada lagi era kompang menyeberangi sungai, perahu dayung. Lihat lah nanti BA 1 K harus bisa ke Unggan, Sumpur Kudus, ke Lubuak Tarok, Sungai Limau, Batu Kangkuang, Durian Gadang, Silago Lubuak Karak, Timpeh...," tutur Pamuncak pada suatu perbincangan dengan saya jelang tengah malam di rumah dinasnya.

Bupati Pamuncak memang punya visi dan misi yang jelas di eranya. Menurut catatan saya "impian" Pamuncak jadi Bupati Swl/Sijunjung yang pantas dicatat ada dua; membebaskan isolasi nagari dan mengangkat nama, harkat dan martabat Sijunjung dari daerah paling terbelakang, daerah "buangan" bahkan saat itu kerap dijuluki "Mentawai Kedua". 

Jika dikaitkan dengan situasi dan kondisi Sijunjung kekinian, obsesi tersebut barangkali sederhana sekali. Tapi memiliki makna mendalam, mengena, menyentuh marwah masyarakat Swl/Sijunjung yang kala itu julukan paling menyengat kuping adalah salah satu daerah terbelakang di Sumbar.

"Saya tidak ingin lagi Swl/Sijunjung ini dijuluki "Mentawai Kedua". Ini penghinaan namanya dan itu harus dilawan. Sijunjung harus terkenal dari sisi positif sampai ke luar Sumbar. Caranya, Sijunjung harus berprestasi, harus punya kegiatan yang berskala nasional. Dan itu harus diberitakan semua wartawan termasuk anda," kata Pamuncak.

Apa lagi yang dilakukan Pamuncak? Bupati yang putera Selayo, Solok dan mantan Komandan Kodim Bangkinang, Riau ini, mengadakan kegiatan Maralintas atau Marathon Lintas Sumatera sebuah iven lomba lari berskala nasional. Star di jalan lintas Sumatera di Tanah Badantuang lalu finish di depan kantor bupati di Muaro.

Benar, pesertanya membludak. Tidak saja dari para pelari marathon lokal dari berbagai daerah di Sumbar, peserta Maralintas juga berdatangan dari Jakarta, Jambi, Sumut dan lain-lain. 

Alhasil, melalui ajang Maralintas yang rutin setiap tahun hingga 10 tahun akhir masa jabatannya, iven ini berhasil membuat Swl/Sijunjung jadi terkenal. Koran-koran di Padang dan Jakarta memberitakan. Begitu pula TVRI (saat itu satu2nya media penyiaran televisi) ikut menayangkan dalam acara nasional.

Hanya itu yang dilakukan Pamuncak? Tidak! Dia tidak meminggirkan pembangunan sektor lain misalnya Bidang Pendidikan dengan berburu pembangunan sekolah baru terutama SMP dan SMA ke Kanwil Dikbud di Padang dan Departemen di Jakarta, berburu irigasi desa, cetak sawah baru dan lain-lain. Bahkan, saya sempat diajak Pamuncak ikut melobi beberapa Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) di Provinsi - mungkin dianggap Pamuncak saya dekat beberapa Kakanwil karena saya 'ngepos' di Kantor Gubernur Sumbar di Padang.

Menariknya, dalam kepemimpinannya Pamuncak menurut saya termasuk pintar diplomasi, ia gunakan semua potensi untuk meraup dana dan proyek-proyek ke Swl/Sijunjung. Termasuk menggunakan 'senjata' kedekatan dengan wartawan agar memblowup sebuah isu yang terkait kepentingan daerah Swl Sijunjung, sehingga menarik perhatian Pemerintah Pusat.   

Jika dibanding sekarang, apa yang dilakukan Pamuncak barangkali dinilai sebagian orang tidak seberapa. Tapi, jangan dilihat dari sudut pandang dan kaca mata saat ini. Namun, jika kita kaitkan dengan situasi dan kondisi Kabupaten Swl/Sijunjung termasuk kondisi keuangan daerah saat itu, jelas sebuah prestasi membanggakan. Apalagi wilayah Swl/Sijunjung sangat luas memanjang dari Unggan ujung paling utara hingga ke Tanjung Simalidu dan Sungai Rumbai di Selatan (Wilayah Kabupaten Dharmasraya sekarang)

Tidak percaya? Tengoklah, beberapa tahun kemudian sejumlah nagari terisolasi satu-persatu berhasil dibebaskan Pamuncak. Nagari Lubuak Tarok bisa dilewati mobil, walaupun masih berlumpur di musim hujan karena masih jalan tanah. Begitu pula Batu Kangkung dan Sungai Limau di ujung selatan.

Untuk membuktikan tekadnya, Pamuncak dengan BA 1 K nya pun menerobos lumpur itu dengan tertatih-tatih. Tidak itu saja, setelah terjebak rawang di Tanah Putiah, di Lontiak Aua Kuniang, di rawang Sipuah, Pontian dan lain-lain, setelah bertarung 5 jam, Pamuncak berhasil memboyong Gubernur Sumbar Azwar Anas dengan mobil dinas gubernur BA 1  sampai di Unggan. 

Setuju atau tidak, di mata saya seorang jurnalis, Pamuncak meninggalkan satu pondasi bagi pembangunan Sijunjung. Pamuncak lah Bupati pertama yang berani tinggal di Muaro Sijunjung dengan fasilitas rumah dinas yang sangat sederhana menumpang di sebuah gedung tua dengan kamar hanya bersekat tripleks. Padahal bupati sebelumnya, termasuk Djamaris Joenoes masih tinggal di Sawahlunto di rumah representatif.

Harus diakui, saat itu Pamuncak dinilai sebagai salah seorang Bupati yang menonjol di Sumbar,  selain Anas Malik (Bupati Padang Pariaman). Selama 10 tahun kepemimpinan, Pamuncak memang dianggap berhasil membebaskan isolasi nagari. Bandingkan dengan Bupati Padang Pariaman Anas Malik yang berprestasi menumpas WC terpanjang di pantai.

Karena dianggap bupati berprestasi, Pamuncak pun dipilih Pemerintah Pusat menjadi Komandan Upacara pada penyerahan Pataka Keberhasilan Pembangunan Parasamya Purna Karya Nugraha - Sumbar Provinsi Pertama di luar Jawa yang mendapat penghargaan tertinggi itu -oleh Presiden Soeharto di Stadion H Agus Salim Padang 22 Agustus 1984. 

Saya masih ingat, sehari setelah jadi Komandan Upacara acara nasional itu, dengan bangga Pamuncak memamerkan ke saya foto ia mendampingi Presiden Soeharto memeriksa pasukan di atas mobil jeep Indonesia Satu.

Zalnofri (Bupati Swl Sijunjung 1990 - 1995)

Sama dengan Bupati Pamuncak, secara pribadi saya pun lumayan dekat dengan Kolonel (Inf) Zalnofri. Pasalnya, sejak awal mencari figur Bupati Sijunjung saya ikut terlibat langsung, karena salah seorang yang dimintai pendapat oleh Gubernur Sumatera Barat (saat itu) Hasan Basri Durin. Maklum, bupati saat itu dipilih DPRD yang sebetulnya dari awal sudah bisa ditebak figur yang bakal dipilih. Karena dua calon lain statusnya hanya pendamping.

Tidak usah kaget, pada era 1980-1990-an itu seolah jadi tradisi Gubernur Sumbar atau Walikota Padang kalau akan memutasi pejabat, salah satu yang dimintai pendapat adalah wartawan. Harap maklum, saat itu wartawan masih bisa dihitung jari. Yang mengisi pos liputan di kantor gubernur saat itu hanya 12 wartawan (Wartawan Haluan, Singgalang, Semangat, Canang, RRI, Antara dan koran koran Jakarta yaitu Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Suara Karya. Saya salah seorang di antaranya karena waktu itu sudah hijrah ke Harian Kompas)

Saya masih ingat, hari itu Pak Hasan Basri Durin memanggil saya ke ruangannya. Dengan sedikit berbisik - walaupun yang ada di ruangan itu hanya Pak Subari Sukardi, Sesprigub - Hasan Basri Durin bilang ke saya "Sia nan rancak jadi Bupati Swl/Sijunjung lai Zul? Ini kito kan proses. Sipil atau Militer?"

Spontan saja saya jawab; "militerlah baliak Pak". Lantas Pak Hasan menyodorkan kertas ke saya, ada nama Zalnofri dan Karimin. Begitu saya ditanya kenal Zalnofri, saya jawab kenal. Beliau pernah jadi Danyon dan juga Dandim dan lumayan dekat dengan wartawan. 

Akhirnya, Kolonel (Inf) Zalnofri pun melenggang mulus terpilih jadi Bupati Swl/Sijunjung ke-15. Saya tidak sempat mengikuti kepemimpinan Zalnofri secara utuh, karena baru menjabat dua tahun saya pindah tugas ke Lampung.

Tetapi ada dua yang bisa dicatat dari kepemimpinan Zalnofri. Pertama, ia melanjutkan pembebasan Isolasi Nagari yang belum tuntas dilakukan Bupati Pamuncak. Jalan tanah yang berlumpur, bertahap ia lakukan perkerasan bahkan diaspal walaupun tidak hotmix seperti sekarang.

Kedua, salah satu proyek yang dianggap "monumental" di era Zalnofri adalah pembangunan Terminal Type A di Kiliran Jao, persis di Jalan Lintas Sumatera yang berbiaya miliaran rupiah.

Seingat saya, dengan bangga Zalnofri menceritakan keberhasilannya meraup dana pusat kepada Wartawan Unit Kantor Gubernur Sumbar di Padang, yang memang sengaja saya rancang jumpa pers dengan beliau. 

"Ini hasil perjuangan ke Pusat. Berbulan-bulan dan beberapa kali saya harus presentasi untuk mendapatini. Tidak banyak daerah yang kebagian bantuan terminal dan Swl/Sijunjung salah satunya," kata Zalnofri.

Era Kolonel (Inf) Syahrul Anwar (1995 - 2000), Kolonel (Mar) Darius Apan (2000 - 2010) dan Yuswir Arifin (2010 - 2015 dan sampai sekarang 2020).

Saya tidak bisa mengulas panjang kepemimpinan tiga sosok bupati Sijunjung ini, karena memang saat itu saya tidak lagi bertugas di Sumbar. 

Sebagai pelanjut kepemimpinan di Sijunjung, ketiganya pasti mengklaim berhasil untuk bidang tertentu. Contoh sederhana saja, jalan yang dulu masih jalan tanah barangkali sudah beraspal, kendati sekarang juga sudah hancur, berlubang tanpa aspal dan berlumpur sampai "diejek" masyarakat dengan cara menanam pisang dan padi di tengah jalan.

Kita tidak bisa ingkari ada kemajuan di Sijunjung. Bidang pendidikan juga sudah nyaris merata, SMP dan SMA kalau dulu masih langka, kini sudah ada hingga di pelosok. Dalam satu kecamatan bahkan sampai ada 2-3 SMA. Tapi, apakah hanya itu yang kita kejar dan membuat masyarakat Sijunjung puas?

Bupati Sijunjung mendatang

Lalu apa yang dibutuhkan masyarakat Sijunjung  ke depannya? Inilah Pekerjaan Rumah (PR) besar Bupati Sijunjung, yang bakal dipilih pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020.

Saya mencatat, ada banyak persoalan krusial yang dihadapi daerah ini dan masyarakat Sijunjung. Namun demikian, sorotan saya hanya menyangkut empat persoalan serius yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di pedesaan.

Yakni, pertama kesulitan ekonomi; kedua infrastruktur pedesaan yang hancur lebur; ketiga bidang Sumber Daya Manusia (SDM); keempat yakni membangun lobi ke Pusat dan berani bertarung ke kementerian. 

Pertama, ekonomi masyarakat yang tidak pernah beranjak dari sekedar "lepas makan". Sebagian besar warga Sijunjung masih berstatus Petani Gurem dengan kepemilikan lahan hanya di bawah setengah hektar, tingkat produksi tidak optimal sehingga penghasilan mereka pas-pasan, hanya cukup untuk makan. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sijunjung tahun 2019, jumlah penduduk miskin di daerah ini masih tercatat 16.650 jiwa. Sementara jumlah penduduk Sijunjung saat ini tercatat 233.810 jiwa.

Padahal Sijunjung memiliki potensi besar di sektor perkebunan, di mana luas areal kebun khususnya karet tercata 33.669 hektare (ha) dan sawit lebih 10.000 ha. Areal persawahan beririgasi juga puluhan ribu hektare.

Justru itu, ke depan yang dibutuhkan Sijunjung adalah bagaimana daerah ini punya Komoditas Unggulan daerah. Era 'Sijunjung Lansek Manih' yang kini hanya tinggal Lirik Lagu dan tunggul , jangan sampai terulang. Sijunjung harus punya "trade mark" produk unggulan yang bisa mengangkat nilai tambah pendapatan masyarakat.

Jika Sijunjung ingin dijadikan sentra karet, lakukan dengan optimalisasi misalnya diikuti dengan perluasan areal, rehabilitas dan peremajaan tanaman karet besar-besaran.

Di bidang pertanian khususnya padi sawah, tentu harus jadi titik fokus. Perluasan areal sawah teknis, cetak sawah baru, pembangunan irigasi berskala besar, dan rehabilitasi irigasi desa harus jadi prioritas.

Kita bisa mencontoh keberhasilan daerah di Provinsi Gorontalo. Mengandalkan komoditas unggulan daerah berupa jagung, Gorontalo dewasa ini tampil sebagai salah satu pengekspor jagung terbesar dunia. Padahal, saya masih ingat ketika pernah berkunjung ke Gorontalo di awal pemekaran, daerah di sini nyaris mirip Sijunjung tempo doeloe. 

Kedua, infrastruktur pedesaan Sijunjung sekarang sudah babak belur. Tidak saja jalan rusak di mana-mana, irigasi desa di berbagai nagari kini juga dalam kondisi hancur.

Ini tidak bisa diabaikan. Membenahi infrastruktur jalan ke nagari-nagari dan sentra pertanian dan perkebunan di Sijunjung, harus jadi fokus ke depan. Aksesbilitas pedesaan yang rusak parah, telah menyebabkan ekonomi masyarakat di pedesaan Sijunjung makin terpuruk.

Ketiga, pembangunan bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Sijunjung sekarang memang masih terabaikan. Sekolah boleh menyebar ke kampung-kampung, akan tetapi yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi sangat terbatas. Kesulitan ekonomi telah menguburkan impian para generasi pelanjut Sijunjung untuk bersekolah ke level yang lebih tinggi.

Pemberian Bea Siswa Bibit Unggul Daerah untuk semua jenjang pendidikan paling tidak 2-5 orang anak tidak mampu per nagari, harus diwujudkan oleh bupati mendatang. Ini jelas akan berdampak serius bagi kemajuan SDM Sijunjung. Tidak sekarang akan tetapi pasti beberapa dekade mendatang menjadi kenyataan membanggakan daerah ini.

Keempat, soal lobi ke pusat dan kemampuan meraup dana dari kementerian pasti salah satu kunci percepatan pembangunan Kabupaten Sijunjung ke depan, bidang apa saja. 

Hal yang sangat mustahil dan hanya mimpi, kalau para Cabup dan Cawabup Sijunjung yang maju Pilkada 2020 menyatakan siap memajukan Sijunjung hanya semata-mata mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Itu jelas retorika politik, pemanis ketika kampanye saja.

"Membangun Sijunjung dengan semata mengandalkan APBD, jelas mimpi di siang bolong. Bayangkan saja, APBD Sijunjung (2020) untuk Pendapatan hanya Rp 984.509.042.967, sedangkan Anggaran Belanja Rp1.048.509.042.967. Artinya, ada defisit Rp64 miliar." 

Mau membangun apa dengan APBD defisit? Jangankan untuk fisik semacam perbaikan gorong-gorong beberapa meter saja, untuk bayar gaji pegawai Pemkab Sijunjung barangkali harus utang atau dicicil tiap bulan. Karena itu, menurut saya, yang dibutuhkan daerah dan masyarakat Sijunjung dewasa ini adalah bupati yang memiliki link ke pusat, berani dan mau serius bergerilia membangun lobi dengan Pemerintah Pusat. Jika tidak, bersiaplah Sijunjung mendatang barangkali akan tetap jadi Sijunjung sekarang. 

Wahai bapak-bapak para bakal Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Sijunjung, kini silakan anda "jual tampang" di baliho, silakan mengumbar senyum dan mengepal tinju di spanduk, silakan bermulut manis dan memberi janji kepada konstituen. 

Masyarakat Sijunjung sekarang tidak butuh retorika politik. Mereka mulai cerdas, melek politik dan punya nurani. Ingat, yang dibutuhkan dan ditunggu-tunggu warga 'Lansek Manih' adalah bagaimana bisa hidup makmur dan tenang di kampung, lancar membawa hasil bumi ke pasar, bisa menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. 

Sijunjung tidak lagi "Mentawai Kedua". Tapi kalau bupati terpilih tidak punya visi misi dan terobosan besar, sekedar jual tampang dan retorika politik sesaat jelang pilkada, bisa jadi Sijunjung akan makin tenggelam dari Mentawai yang nyata-nyatanya kini sudah menggeliat. Karena itu, kita harus peka menyikapi aspirasi masyarakat di pedesaan Sijunjung yang saat ini nyaris apatis dan skeptis pada keadaan! (*/zul)

* Penulis Ahmad Zulkani, putera asli Sijunjung, Wartawan Harian Semangat Padang (1980 - 1984), Wartawan Harian Kompas Jakarta (1984 - 2009), Pemred Haluan Riau dan Haluan Kepri (2010 - 2013), pernah jadi Pemred Harian Berita Terkini Pekanbaru, Pemred Harian Vokal Pekanbaru, Pemred Harian Radar Riau kini ouwner dan Pemred Harian Amanah News dan media online www.amanahnews.com



Tulis Komentar