Opini

Pandemi Covid-19: Berkah atau Bencana?

Apriyan D Rakhmad


Oleh: Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env

TANPA disadari, wabah pandemi Covid-19 sudah memasuki tahun kedua semenjak pertama kali muncul pada akhir Desember 2019. Di Tanah Air baru menjadi heboh dan diambil perhatian serius oleh pemerintah  sejak Maret 2020. Pada awalnya, banyak prediksi tidak akan berlangsung lama berdasarkan pandemi yang terjadi sebelumnya. Namun kenyataannya, hingga sekarang pandemi belum juga segera melandai dan apalagi berhenti. Kondisinya masih bergejolak. Zona merah, oranye, kuning dan hijau masih berfluktuatif dan silih berganti posisinya, termasuk di Riau dan Pekanbaru pada khususnya.
Propinsi Riau juga menjadi soroton dalam beberapa minggu terakhir, dengan tingginya kasus Covid-19 di Indonesia. Bahkan menempati posisi tiga besar kasus Covid-19 di Tanah Air. Suatu hal yang sangat memiriskan dan memprihatinkan. Hal ini bisa dikaitkan dengan daerah Riau yang berada di jalur strategis perdagangan, berbatasan dengan Malaysia dan Singapura, serta lalu lintas warga antar propinsi yang cukup tinggi di Sumatera. Selain itu, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan juga ikut memperparah keadaan.
Jika kita boleh bertanya,  apakah pandemi Covid-19 sebagai berkah atau bencana berjemaah umat manusia di abad digital? Jika dilihat dari sudut positif, semuanya bisa menjadi berkah bagi umat manusia, jika mau mengambil pelajaran dari pandemi Covid-19. Berbagai bidang pekerjaan baru bermunculan di masa pandemi, yang menambah pundi-pundi uang bagi yang menekuninya. Bisnis digital seperti zoom dan google meet meledak. Ditambah lagi bisnis obat-obatan untuk yang terpapar Covid-19 termasuk bisnis vaksin. Pengembangan dan kemajuan dalam sistem pembelajaran online. Bisnis tanaman hias, ikan hias, perlengkapan kebersihan dan kesehatan (new normal kit) seperti; sanitizer, sabun cair, masker kain, aroma therapy dan face shield. Bisnis produk kecantikan dan perawatan kulit. Bisnis makanan ringan  dan minuman literan. Bisnis peralatan pribadi (travel pack). Digital marketing agency. Dan banyak contoh yang lainnya.
Dilihat dari sudut negatif, sudah jelas terang benderang merupakan musibah dan bencana global di abad ini, selepas tsunami Aceh 2004. Jika tsunami Aceh menimbulkan korban 300.000 jiwa umat manusia, maka pandemi Covid-19 sudah memakan korban lebih 2 juta peduduk dunia, dan korban terus berjatuhan hingga kini, bahkan ada indikasi semakin membesar korbannya setiap hari. Kita tidak tahu kapan akan berakhirnya. Walaupun kita semua berharap segera melandai dan berhenti. 
Pandemi Covid-19 juga menyebabkan berbagai bidang kegiatan usaha menurun bahkan ada yang gulung tikar, khususnya bisnis di bidang perhotelan, usaha wisata dan transportasi. Ketiga bidang ini, adalah yang paling merasakan dampak negatif dari pandemi Covid-19. Begitu juga bisnis di bidang properti dan pakaian. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat yang bergerak linear dengan menurunnya permintaan barang dan jasa. 
Kini, dunia sudah memasuki gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang diperkirakan akan jauh lebih dahsyat lagi. Menariknya, untuk Indonesia tidak mengenal gelombang 1, 2 atau 3 seperti yang berlaku di Malaysia atau negara maju lainnya. Indoensia terus bergelombang. Dalam artian dalam kondisi terus siaga dan berfluktuatif. Zona merah, oranye, kuning dan hijau silih berganti bertukar posisi. 

Pelajaran Berharga
Dalam perspektif  ajaran Islam, apa pelajaran yang dapat diambil hikmah dari pandemi Covid-19 ini? Pertama, menunjukkan begitu kerdil dan kecilnya kita dihadapan Allah Yang Maha Kuasa. Virus yang begitu kecil dan tidak tampak secara kasat mata, tak mamapu kita untuk menghadapinya. Ibarat tentara, tentara super kecil yang tidak kelihatan oleh manusia. Kedua, menunjukkan kepada manusia betapa agung dan maha besarnya kekuasaan dan kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, supaya manusia semakin sadar untuk mendekatakan diri kepadanya, terkhusus dalam bulan Ramadhan.  Ketiga, agar kita segera mohon ampun (istighfar) atas dosa dan maksiat yang kita lakukan, dan segera bertaubat dengan taubatan nasuha atas segala kelalaian dan kealfaan selama ini, khususnya dosa-dosa besar yang mendapat ancaman neraka dan laknat dari Allah dan Rasulnya. Diantara dosa besar yang paling besar adalah perbuatan syirik. Durhaka kepada kedua orang tua. Praktek riba. Tidak bayar zakat. Meninggalkan sholat dan membunuh jiwa tanpa hak. Dan masih banyak yang lainnya. 
Keempat, menghajatkan kepada umat manusia untuk mohon pemeliharan, penjagaan  dan perlindungan kehadirat Allah SWT atas pandemi Covid-19. Kelima, merupakan tantangan bagi umat manusia untuk menemukan obat yang tepat untuk wabah ini, yang sekaligus akan menambah khazanah  ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan kedokteran. 
Keenam, menghajatkan umat manusia untuk berusaha seoptimal mungkin dari terpapar pandemi Covid-19 dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan  oleh pemerintah; menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Ketujuh, kesempatan untuk melakukan banyak amal shaleh, karena banyak waktu luang di rumah. Kedelepan, mempersempit utnuk melakukan berbagai macam maksiat dan kedurhakaan kepada Allah yang banyak dilakukan di luar rumah. Kesembilan, mempererat ikatan keluarga, yang selama ini banyak terpisah karena kerja dan kesibukan, kesempatan untuk berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga besar. Kesepuluh, timbulnya kesadaran global umat manusia untuk secara bersama sama dan bergandeng tangan untuk mencari solusi mengatasi pandemi Covid-19. Kesebelas,  tidak mudik dan tidak piknik dalam menyambut Hari Raya Indul Fitri 1422 H.  Kesabaran dalam menahan mudik dan piknik dalam lebaran tahun ini adalah pilihan cerdas dan bijak, dan inshaAllah merupakan buah dari ibadah puasa ramadhan, yaitu;  melatih kesabaran. Selamat menjalankan ibadah puasa. Allahu a’lam

(Penulis adalah Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota 
Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru)
Email: [email protected]  dan [email protected]



Tulis Komentar