Bedah Novel

‘Lanun Alang Tiga’ Karya Rida K Liamsi Berkisah Tentang Suku Iranun Dalam Dua Dimensi

Bedah Novel ‘ Lanun Alang Tiga’ Karya Rida K Liamsi di Pekanbaru, Sabtu (24/2/2024). (F: ist/ANews)

PEKANBARU (ANews) - Luruskan istilah "lanun", bukan perompak, tetapi pahlawan bagi dunia Melayu dalam menghadapi penjajah.

Hal ini terungkap hampir dari semua pembedah pada acara Bedah Novel ‘Lanun Alang Tiga’ karya Rida K Liamsi di Riau Abdurrab Malay Heritage Rumah Adat Raja Ahmad Engku Haji Tua bin Raja Haji Fiilsabilillah di lingkungan Kampus-2 Unirab, Jalan Bakti, Pekanbaru, Sabtu (24/2/2024).

Tampil sebagai pembedah Datuk Taufik Ikram Jamil - Ketua DPH LAM Riau, sastrawan Sulong Shuhuff A'azim, dan Alvi Puspita Dewi - akademisi sastra budaya dari Unilak. Hadir pula dalam kesempatan ini drh Chaidir, Toktan Aris Abeba, Dr Muchid Albintani.

Dalam acara ini diserahkan juga hadiah bagi para pemenang Lomba Penulisan Esei _Lanun Alang Tiga._ Petaih juara Windi Syahrian, pemenang 2 Musa Ismail, pemenang 3 Nafi’ah al-Ma’rab dan pemenang favorit Rian Harahap.

Novel ‘Lanun Alang Tiga’ ini berkisah tentang Suku Iranun ini dalam dua dimensi. Dimensi kekinian tentang keberadaan mereka di Riau dan Kepulauan Riau sekarang ini. Sedangkan dimensi masa lalu tentang asal dan perjuangan mereka datang dari Tempasuk Sabah, Pulau Borneo atau Kalimantan, ke Kerajaan Riau-Lingga membantu Sultan Riau-Lingga mengenyahkan Belanda dari Tanjungpinang. Perjuangan mereka berhasil. Sebagian balik ke Sabah. Sebagian berkampung di Kepulauan Riau dan pesisir Sumatera, antara muara Sungai Indragiri sampai muara Sungai Batanghari. Orang-orang ini kemudian disebut puak Melayu Timor.

"Ini novel sejarah, seperti merumuskan nasionalis Melayu, selain meluruskan makna lanun yang selama ini dipahami orang sebagai perompak," kata Sulong.

Alvi Puspita juga menyatakan novel bernuatan misi nasionalisme Melayu. Soal disebut novel sejarah, dia lebih setuju disebut novel antropologi. "Lebih-lebih terdapat kebiasaan budaya yang agak unik, seperti kehidupan mereka di Indragiri, misalnya bisa mencekah kerang dengan sebelah tangan.

Taufik Ikram menyebutkan, membaca novel _Lanun Alang Tiga_ ini tergantung persepsi. "Persepsi orang pasar membaca novel ini akan berbeda dengan akademisi, atau persepsi orang yang berlatar lainnya."

Penulis novel Rida K Liamsi mengemukakan terima kasihnya kepada Dr dr Susiana Tabrani yang telah bersedia mensposori bedah buku ini. "Saya sengaja minta di rumah adat ini walaupun banyak pilihan tempat lainnya di Pekanbaru. Misalnya Pustaka Soeman Hs," kata Rida.

Menurut Rida, dia sengaja memilih tempat di Rumah Adat Raja Ahmad Engku Haji Tua bin Raja Haji Fiilsabilillah ini. "Untuk mengingatkan Raja Ahmad ini sebetulnya Bapak Literasi Melayu. Tetapi orang lupa dia. Namanya tenggelam di kebesaran nama anak cucunya. Di antaranya Raja Ali Haji," tambah Rida.

Dr dr Susianana Tabrani mengatakan, dia membangun rumat adat Melayu di tengah-tengah kampus medis ini memang untuk menguatkan nilai-nilai Melayu di tengah-tengah segala aktivitas keilmuan di lingkungan lembaga pendidikan Abdurrab.

“Ini juga untuk mengenang kami, yang sangat peduli pada budaya Melayu. Sehingga rumah adat ini dibangun sampai perlu mengunjungi Pulau Penyengat untuk mendapat model bangunan yang sesuai untuk dibangun di sini." (*/rls)



Tulis Komentar