Opini

Puasa dan Azan di Singapura

Oleh: Hasrul Sani Siregar, MA

BAGI yang pernah ke Singapura, tentu sangat berkesan dengan kemajuan negeri yang berjulukan negeri Singa tersebut. Singapura di kenal sebagai negara kota yang cukup maju khususnya di kawasan Asia Tenggara. Mata uangnya cukup tinggi berbanding dengan negara-negara ASEAN lainnya dan kurs mata uang Singapura hanya dapat disaingi oleh Dolar Brunai Darussalam. Jika memegang mata uang Dolar Brunai Darussalam dan berbelanja di Singapura, mata uang Dolar Brunai tersebut berlaku tanpa di tukar ke Dolar Singapura. Dalam kehidupan sosial budaya, Singapura terdiri dari beberapa kaum (baca : etnis) yaitu Cina, India, Melayu dan etnis-etnis lainnya.

Tulisan ini mencoba menceritakan kehidupan masyarakat muslim di Singapura ketika puasa dan ketika azan. Dengan datangnya bulan suci Ramadhan 1445 H, masyarakat Singapura yang muslim juga menyambutnya dengan suka cita dan tentu suasana puasa di Singapura tidak semarak dengan di Indonesia ataupun di Malaysia hanya ramainya di Kampong Glam. Tulisan ini  menjelaskan keadaan dan perkembangan Singapura menurut pengalaman penulis yang sudah beberapa kali mengunjungi Singapura. Singapura yang berbatasan secara darat dengan Johor, Malaysia yang hanya dipisahkan oleh jembatan (tambak) juga sangat tergantung dalam persediaan air dari Johor, Malaysia.

Ketika penulis belajar di Malaysia dan kunjungan pribadi, beberapa kali penulis mengunjungi Singapura baik dengan kereta api maupun dengan bus. Tentu pengalaman melihat dan merasakan kehidupan umat muslim di Singapura sedikit sebanyak dapat mengalami khususnya puasa dan salat di masjid di Singapura. Jika masuk waktu sholat, tidak akan kedengaran azan. Suara azan tidak diperbolehkan keluar dari masjid, hanya dalam masjid saja. Namun ada beberapa hal yang menjadi catatan penulis yang pernah salat di Mesjid Sultan. Suasana dalam nuansa keagamaan khususnya perkembangan Islam di Singapura sangat terbatas. Dalam hal mengumandangkan azan dalam pelaksanaan salat 5 waktu dan salat Jum'at sangat terbatas, dalam artian bahwa pelaksanaan azan tak boleh terdengar keluar dari masjid dan sekitarnya. Ianya hanya diperbolehkan ketika akan saat dan seorang muadzin tidak boleh suaranya terdengar keluar masjid.

Selama kunjungan ke Singapura, penulis tidak pernah sama sekali mendengar suara azan ketika masuk waktu salat 5 waktu dan ini sangat bertolak belakang jika dibandingkan di Malaysia maupun di Indonesia yang ketika waktu masuk salat, akan terdengar suara azan. Penulis pernah sholat di Masjid Sultan yang di sekitarnya dihuni oleh komunitas muslim Arab dan India. Suara Azan hanya diperbolehkan di dalam masjid dan begitu juga ketika salat di Masjid Temenggong Daeng Ibrahim atau Masjid Diraja Teluk Blangah yang merupakan kawasan peninggalan kerajaan Johor. Uniknya kawasan tersebut, masuk wilayah Singapura, namun dimiliki oleh kerajaan Johor. Sebelum Singapura merdeka dan keluar dari Federasi Malaysia wilayah tersebut menjadi wilayah Semenanjung Malaya (Federation of Malaya).

Perkampungan muslim di Singapura terletak di Arab Street yang dikenal dengan Kampong Glam. Kampong Glam selalu ramai dengan menyajikan makanan khas Malaysia. Dan di bulan Ramadan tentunya semakin semarak dan ramai dengan menu menu berbuka puasa. Oleh sebab itu, Kampung Glam menjadi pusat kehidupan umat muslim Singapura yang juga dekat dengan Masjid Sultan yang sudah ada sejak abad ke-19. Singapura dikenal sebagai negara yang cukup dikatakan maju dan berorientasi liberal dalam politik dan sosial-budaya. Fatwa larangan suara adzan sampai keluar masjid dikeluarkan oleh Majelis Ugama Islam Singapura (MIUS). MIUS merupakan lembaga otoritas muslim di negara Singapura.

Singapura dulunya menjadi bagian dari Federasi Malaya. Singapura dari awal berdirinya tetap bernama Singapura hingga keluar dari Federasi Malaya. Keluarnya Singapura dalam Federasi Malaysia disebabkan oleh perbedaan idiologi antara Tunku Abdul Rahman Putra dan Lee Kuan Yew. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi konflik, maka Singapura keluar Federasi Malaya. Tunku Abdul Rahman berpandangan jauh ke depan, jika Singapura masih bersama Federasi Malaysia sudah tentu akan terjadi kerusuhan antar etnis baik di Singapura maupun Federasi Malaya (baca : Malaysia). Jadi pada tanggal 9 Agustus 1965 Singapura resmi merdeka.

Singapura menjadi bagian dari Federasi Malaya dari tahun 1957 hingga 1963. Singapura keluar dan berpisah dari Federasi Malaya dengan sendirinya tanpa kekerasan dan jejak pendapat (referendum) warganya, namun referensi lain menjelaskan bahwa, Singapura dikeluarkan dari Federasi Malaya akibat pertentangan antara Lee Kuan Yew dan Tunku Abdul Rahman Putra. Semenjak tahun 1957, Singapura menyertai dalam Federasi Malaya. Singapura hanya bertahan dengan Federasi Malaysia selama 8 tahun yaitu dari 31 Agustus 1957 hingga 9 Agustus 1965. Singapura yang di abad ke 19 dikenal dengan sebutan Temasek, sebelum Raffles menemukan pulau tersebut. Tiga negeri Selat yaitu Melaka (Malacca), Pulau Penang dan Singapura termasuk negeri yang bergabung dalam Persekutuan Tanah Melayu sebelum akhirnya Singapura keluar dari Federasi Malaya.

Penulis adalah alumni IKMAS, UKM, Malaysia.
 



Tulis Komentar