Opini

Melayu Islam di Malaysia

Oleh: Hasrul Sani Siregar, MA

MALAYSIA merupakan negara yang menganut sistem kerajaan berparlemen. Sebelum dikenali sebagai Malaysia saat ini, dulunya dikenali dengan sebutan Persekutuan Tanah Melayu (Federation of Malaya) yang merujuk kepada negeri negeri melayu yaitu dari negeri-negeri dari Johor Bahru hingga negeri Kelantan yang berbatasan langsung dengan negara Thailand di Selatan. Negeri negeri yang ada di Malaysia yaitu Johor Bahru, Kedah, Kelantan, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Selangor dan Terengganu yang kemudian di kenali dengan sebutan Sembilan negeri melayu. Selain Sembilan negeri melayu tersebut juga ada 2 negara bagian (negeri) yaitu Melaka (Malacca) dan Pulau Penang serta Kuala Lumpur sebagai wilayah persekutuan.

Malaysia menerapkan sistem bergilir (pemilihan) kepada sultan-sultan di sembilan negara bagian (baca: negeri) untuk menjadi raja (Yang di-Pertuan Agong). Pemilihan Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong dilaksanakan setiap lima tahun sekali yang pemilihannya diambil dari sembilan Raja Melayu tersebut secara bergilir. Saat ini, Raja Malaysia adalah Sultan Johor yang bernama Sultan Ibrahim Almarhum Sultan Iskandar. Beliau menjadi Yang di-Pertuan Agong ke-17. Sistem rotasi monarki di Malaysia membuat masing-masing raja melayu bergantian memimpin negara selama lima tahun. Sistem ini dimulai ketika Malaysia memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957. Sebelum kemerdekaan Malaya (baca :Malaysia) sistem kerajaaan di sembilan negara bagian tersebut sudah berjalan. Kekuasaan Raja sebagai Yang di-pertuan Agong lebih luas kewenangannya dibandingkan kekuasaan masing-masing sultan di sembilan negeri melayu tersebut.

Melayu Islam mayoritasnya bertempat tinggal di wilayah utara dan pantai timur, Malaysia. Di negara bagian (baca : negeri-negeri) Malaysia mayoritasnya merupakan melayu islam yaitu sebesar 58 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Malaysia baik di Malaysia Barat (Semenanjung) maupun di Malaysia Timur (negeri Sabah dan Sarawak). Di Malaysia, baik di wilayah utara dan pantai timur mayoritas penduduknya merupakan melayu islam dan di wilayah pantai barat dan Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak) penduduknya rata rata ada yang melayu islam, etnis-etnis lainnya kadazan serta bumi putera khususnya di Sabah dan Sarawak (Borneo) yang berbatasan dengan Kalimantan (Indonesia).

Di Johor Bahru, melayu islam terdiri dari 60,1 persen, di Kedah sebesar 80,1 persen yang merupakan melayu islam, di Kelantan sebesar 95 persen, di Negeri Sembilan sebesar 61,5 persen melayu islam, di Pahang sebesar 71,2 persen, di Perak sebesar 57,1 persen, di Perlis sebesar 88,8 persen melayu islam, di Selangor sebesar 55,7 persen dan di Terengganu sebesar 97,6 persen merupakan melayu islam. Dari ke kesembilan negeri yang ada di Malaysia tersebut negeri Terengganu menempati urutan pertama dan terbesar yang penduduknya melayu islam. Di kedua negara bagian lainnya (negeri)  yaitu Melaka (Malacca) melayu islam sebesar 66,6 persen dan Pulau Penang sebesar 41, 1 persen melayu islam dan wilayah persekutuan Kuala Lumpur melayu islam sebesar 45,9 persen. Dan untuk negeri Sabah sebesar 9,5 persen melayu islam dan negeri Sarawak sebesar 23, 7 persen melayu islam dan secara keseluruhannya melayu islam di Malaysia mencapai 58 persen (Sumber : Jabatan Perangkaan Malaysia dan Laman web Kerajaan  Negeri (census 2020 dan dapatan 2023).

Dalam Perlembagaan Persekutuan (Konstitusi Negara Malaysia) tahun 1957 (revisi 2007) dalam bagian I, Negara, Agama dan Hukum Federasi menyebutkan bahwa “ islam merupakan agama resmi negara, namun agama-agama lain boleh dianut secara damai dan harmonis di wilayah manapun di federasi” dan di bagian II, Kebebasan Dasar di sebutkan bahwa “setiap orang mempunyai hak untuk menganut dan mengamalkan agamanya”. Dalam perkembangan dan kehidupan sehari-hari, harmonisasi antar etnis dan pemeluk agama di Malaysia merupakan pondasi utama dalam hal menjaga kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi yang dirasakan oleh rakyat Malaysia. Tanpa adanya harmonisasi antar masyarakatnya, kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakatnya. Harmonisasi merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan dalam masyarakat yang berbilang etnis (kaum) tersebut. ***

Penulis alumni IKMAS, UKM, Malaysia/Widyaiswara di BPSDM Riau.   

 

 



Tulis Komentar