Opini

Pacu Jalur Kuantan Singingi Pesta Rakyat Terlama di Indonesia

Oleh : Prof.Dr.Ir. Asdi Agustar M.Sc

DALAM Ensiklopedi bebas bahasa Indonesia Wikipedia dijelaskan, Pacu Jalur adalah perlombaan mendayung di sungai dengan menggunakan sebuah perahu panjang yang terbuat dari kayu pohon. Panjang perahu ini bisa mencapai 25 hingga 40 meter dan lebar bagian tengah kira-kira 1,3 m s/d 1,5 m. Di Kabupaten Kuantan Singingi, pacu jalur sudah menyandang label “pesta rakyat”. Hal ini tentu saja karena kegiatan pacu jalur sudah melibatkan hampir seluruh rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi secara fisik (lahir), emosial (bathin), tentu saja finansial (keuangan). 

Perlombaan mendayung perahu merupakan tradisi masyarakat yang ada dipinggir sungai, yang dijadikan ajang hiburan untuk rakyat dan sering dikaitkan dengan perayaan tertentu dalam budaya masyarakat setempat. Selain pacu jalur di Sungai Kuantan, ada lomba bidar di Sungai Musi Palembang, Selaju Sampan di Muaro Padang, Lomba perahu tradisional di Sungai Batang Hari, Jambi; lomba Perahu Naga di Kepulauan Riau dan banyak lagi. Bidar juga juga perahu panjang, tapi bukan terbuat dari sebatang kayu besar yang diceruk seperti jalur, tapi lembaran-lembaran papan dari pohon rengas yang dikonstruksi menjadi sebuah biduk. 

Di beberapa negara Asia, masyarakat dipinggir sungai  tidak hanya memiliki tradisi lomba perahu, malahan berkembang menjadi tradisi Festival Sungai,  seperti Festival Sungai Kumbh Mela di Sungai Gangga India;  Festival “bung fai paya nak” di tepian Sungai Mekong di Propinsi Nong Khai, Thailand;  Festival Peh Cun, di sungai Yangtze, China; Festival Tanjinmatsuri di Sungai Okinawa, Jepang. Festival sungai juga dilakukan untuk merayakan momentum tertentu, dan bahkan menjadi bahagian ritual dari kepercayaan atau budaya masyarakat yang ada dipinggir sungai tersebut. Oleh sebab itu, festival dilakukan secara regular, misalnya Kumbh Mela di India 4 kali dalam 12 tahun, sedangkan yang lainnya dilakukan hanya sekali dalam setahun. 

“Bung fai paya nak” atau bola api muncul sekali dalam setahun di sepanjang Sungai Mekong,tepatnya di Propinsi Nong Khai, Thailand. Selama tiga hari di awal bulan Oktober,  penduduk dan wisatawan berbondong-bondong menyaksikan munculnya bola naga ini. Oleh sebab itu, kegiatan ini pun disebut sebagai  “Pesta Rakyat”  Sungai Mekong. Kepercayaan penduduk setempat menyebutkan bahwa bola-bola api tersebut datang dari seekor naga yang berdiam di dalam sungai. Para ilmuwan tentu memiliki penjelasan ilmiah. Mereka menjelaskan bahwa bola api tersebut muncul akibat pembakaran gas alam. Selama festival, tak sekedar bola api yang akan menarik perhatian pengunjung, walaupun bola api menjadi daya tarik utamanya. Pengunjung juga akan disuguhi atraksi lain seperti kembang api dan perlombaan kapal cepat di sepenjang sungai Mekong. Jadilah “bung fai paya nak” moment yang paling ditunggu-tunggu wisatawan domestic dan manca negara untuk datang ke Nong Kai.

Di sejumlah daerah di Indonesia, juga memiliki festival “pesta rakyat”  dengan mempertunjukkan budaya asli setempat atau budaya lokal  yang sudah dikemas sebagai atraksi wisata untuk memikat wisatawan, seperti;  Karapan Sapi di Madura yang merupakan tradisi saat panen padi 1 atau 2 kali setahun; Festival Danau Sentani di Papua yang menampilkan tarian adat diatas perahu, tarian perang dan upaca adat, yang dilakukan pada bulan Juni setiap tahun; Jember Fashion Carnaval (JFC) dilakukan untuk moment memperingati hari jadi Kota Jember;  Festival Tabuik di Pariaman tradisi tahunan masyarakat Pariaman yang dilakukan setiap bulan Muharam; Festival Sekaten di Yogyakarta yag dilakukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Shaallahu alaihi wsallam, pelaksanaannya setiap tanggal 5 – 11 Rabiulawal, penanggalan Hijriah. Semua event “pesta rakyat” tersebut berhasil memikat kunjungan wisatawan dan Pemerintah Daerah masing-masing menempatkannya sebagai atraksi unggulan pariwisata didaerahnya. 

Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat di Sungai Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi yang terbilang sangat meriah. Masyarakat setempat memandang, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun. Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitamya tumpah ruah menyaksikan acara yang ditunggu-tunggu ini. Besar kecil, tua-muda, kaya-miskin hadir sebagai penonoton, atlit pacu, penitia dan sedikit memanfaatkan moment untuk berjualan.

Selain sebagai acara olahraga, Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri. Dalam wujudnya memang merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin. Banyak anggota masyarakat sekitar sangat percaya bahwa yang dominan menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu. Keyakinan magis ini dapat dilihat dari keseluruhan proses mulai dari persiapan pemilihan kayu digunakan membuat jalur, proses pembuatan , penarikan dari hutan , hingga acara perlombaan dimulai, selalu diiringi oleh ritual-ritual magis. 

Pada masa penjajahan Belanda pacu jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran ratu Belanda Wilhelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus. Perayaan pacu jalur dilakukan selama 2-3 hari, tergantung pada jumlah jalur yang ikut pacu. Setelah Indonesia Merdeka, Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Oleh karena itu Pacu Jalur diadakan setiap bulan Agustus setiap tahunnya.

Pada Era Otonomi Daerah, atraksi pacu jalur sebagai tradisi asli masyarakat Kuantan Singingi memperlihat perkembangannya yang signifikan, dilihat dari jumlah jalur yang berpacu dan jumlah tempat pelaksanaannya, tentu saja event pacu jalur sebagai “pesta rakyat” menjadi lebih padat dilakukan di Kabupaten Kuantan Singingi. Tahun 2023, hampir diseluruh Kecamatan yang wilayahnya di aliri Sungai Kuantan mulai dari Kecamatan Hulu Kuantan sampai kecamatan  Cerenti menyelenggarakan Pesta Rakyat pacu jalur. Waktu pelaksanaan dimulai sejak bulan Maret dan baru akan berakhir pada bulan agustus. Dengan demikian Rakyat Kuantan Singingi “berpesta” dalam masa 6 bulan atau satu semester dalam hitungan proses belajar mengajar di sekolah formal. Sebagaimana halnya pesta, pada periode ini rakyat Kuantan Singingi bersuka cita dan riang gembira, tentu saja termasuk kelompok usia sekolah. Sebagai pendayung jalur (atlet jalur) diperkirakan 80 persen adalah siswa SLA dan SMK tutur Yean Asnudi, seorang praktisi dunia pendidikan yang pernah menjadi Kepala Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Kuantan Singingi. Sering sekolah menerima surat permohonan izin untuk tidak mengikuti pelajaran di sekolah bila waktu pesta rakyat pacu jalur dilaksanakan tambah Dr.Familus yang sudah lama memangku Jabatan Kepala Sekolah di SMA Pintar Taluk Kuantan yang juga ketua PGRI Kabupaten Kuantan Singingi. Tentu saja itu bisa terjadi, karena bila diberikan pilihan berpesta atau belajar, manusiawi kalau memilih pesta lebih banyak ujar Dr. Muhammad Syafi’i ketua PGRI propinsi Riau. Pendapat para praktisi dunia pendidikan tersebut dikemukakan pada Forum Diskusi Mingguan Keluarga Kuantan Singgi yang dilakukan melalui flatform daring 27 Juli 2023.

Lamanya suasana Pacu Jalur sebagai ‘pesta rakyat” tentu saja berimplikasi terhadap berbagai dimensi kehidupan masyarakat Kuantan Singingi, tidak terkecuali proses belajar mengajar pada Sekolah Formal. Keterlibatan siswa secara langsung sebagai atlet, guru sebagai panitia, murid biasa sebagai suporter/penonton, adalah suatu kenyataan yang dapat menggangu terhadap waktu proses belajar mengajar mereka, khususnya proses belajar konvensional tatap muka. Gangguan proses belajar mengajar diperkirakan akan mengganggu capaian hasil pembelajaran. Menghadapi realitas yang demikian, maka kreativitas dan inovasi guru untuk melakukan proses pembelajaran tentu saja sangat diperlukan. Proses pembelajaran tidak cukup hanya tatap muka, tetapi model pembelajar berdasarkan masalah (problem base learning), pembelajaran berbasis projek (Project base learning) atau pembelajaran melalui penemuan/penelitian (discovary learning) sebagaimana anjuran dalam kurikulum 2013 adalah patut di optimalkan. Terlepas dari itu, kebijakan pesta rakyat yang terlama di Indonesia dan bahkan di dunia ini perlu dilakukan kajian guna mengetahui implikasinya bagi masyarakat berbasis empiris. Suatu kebijakan public diambil bertujuan untuk memecahkan masalah public. Tentu saja kebijakan public tidak diharapkan justru akan menimbulkan masalah di publik.  ***

Penulis adalah Guru Besar Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Andalas, Penggiat Forum Diskusi Keluarga Kuantan Singingi.

   



Tulis Komentar