Dunia

Cabut Keadaan Darurat Covid-19, Raja Malaysia Kecewa Berat Terhadap PM Muhyiddin Yassin

Raja  Malaysia, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah saat menghadiri acara pelantikan  di Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: REUTERS/Lai Seng Sin

KUALALUMPUR (ANEWS) - Situasi pemerintahan di Malaysia kini bisa disebut diambang "bergejolak" dan besar kemungkinan bakal memasuki babak baru. Kondisi stabilitas politik dan pemerintahan Kerajaan Malaysia yang mulai terguncang itu, dipicu oleh kebijakan Perdana Menteri (PM) Muhyiddin Yassin yang mencabut Keadaan Darurat Covid-19 di negara jiran itu. 

Seperti dilansir Amanah News dari Kumparan.com, Kamis (29/7) petang, pencabutan Keadaan Darurat COVID-19 Malaysia ternyata tidak mendapat izin dari Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah dari Pahang. Atas keputusan PM Muhyiddin itu, pada hari ini Sultan Abdullah ternyata sudah menyatakan rasa kecewa yang sangat berat terkait keputusan tersebut.

Sultan Abdullah turut mengkritik Pemerintahan PM Muhyiddin Yassin atas pengumuman pencabutan Keadaan Darurat tanpa mengikuti prosedur konstitusional.
Dalam keterangan yang dirilis oleh Juru Bicara Istana Negara, Datuk Indera Ahmad Fadil Shamsuddin, Sultan Abdullah hanya memberi izin atas usulan pembahasan dan perdebatan soal pencabutan keadaan darurat di Parlemen oleh para anggota dewan.

“Pasal 150(2B), dibaca bersama dengan Pasal 150(3) Konstitusi Federal, dengan jelas menyatakan kuasa untuk mendeklarasikan dan mencabut ordonansi adalah sepenuhnya milik Yang di-Pertuan Agong."

“Yang di-Pertuan Agong sangat kecewa atas pernyataan yang dikeluarkan oleh Parlemen pada 26 Juli bahwa Pemerintah mencabut seluruh ordonansi darurat yang diumumkan oleh Yang di-Pertuan Agong selama periode darurat, sementara pencabutan yang dimaksud belum disetujui oleh Yang di-Pertuan Agong,” demikian kutipan dari keterangan Jubir Malaysia, dilansir Channel News Asia.

Pada 24 Juli lalu, Menteri Hukum Malaysia Takiyuddin Hassan mengumumkan situasi darurat yang berlaku sejak Januari 2021 tak akan diperpanjang. Kebijakan darurat akan habis pada 1 Agustus 2021.

Menurut Indera, keputusan pemerintahan Malaysia yang disampaikan Takiyuddin tidak punya landasan hukum.

“Yang di-Pertuan Agong menegaskan bahwa pernyataan Menteri Takiyuddin di Parlemen pada 26 Juli tidaklah akurat dan menyesatkan para Anggota Parlemen,” lanjutnya.

Diketahui, Keadaan Darurat Malaysia diberlakukan sejak Januari 2021 diambil setelah PM Muhyiddin menyampaikan permohonan  kepada Sultan Abdullah.

Oleh sebab itu, banyak anggota Parlemen menekankan, pencabutan kebijakan ini seharusnya membutuhkan izin dari Yang di-Pertuan Agong. 

Berbagai pihak mendesak Takiyuddin untuk menjelaskan pernyataan pencabutan kebijakan tersebut. Namun, sang Menteri baru akan memberikan penjelasan lebih lanjut pada Senin (2/8).

Buntut dari pencabutan kebijakan tanpa izin, PM Muhyiddin Yassin diminta mundur oleh partai terbesar Malaysia, UMNO.

"Ini merupakan tindakan makar terhadap Raja, dan bertentangan dengan prinsip Konstitusi Federal," ucap Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi seperti dikutip dari Reuters.

Sedangkan, pemimpin oposisi Anwar Ibrahim menyatakan segera mengajukan mosi tidak percaya terhadap Muhyiddin. Anwar mengeklaim mayoritas anggota parlemen sudah tak lagi mendukung Muhyiddin sebagai PM. (kpr/reuters/ZET)



Tulis Komentar